Mohon tunggu...
Fahmi Aziz
Fahmi Aziz Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penikmat kata

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Giliran Petani yang Balik Nawar

12 Agustus 2020   22:53 Diperbarui: 13 Agustus 2020   12:41 3053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani menuai padi di sawah | Sumber: KOMPAS.com

Sejarah menjadi saksi bangsa kita berutang besar terhadap sektor pertanian. Tidak hanya sebagai penyedia bahan pangan, tapi juga turut meringankan kontraksi ekonomi saat krisis melanda. 

Pertanian menjadi sektor penyangga (buffer sector) saat krisis moneter 1998, dan menampung tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan di kota. 

Begitu pula pada saat krisis keuangan dunia 2008. Banyak negara yang terjungkal hingga akhirnya mengalami kelangkaan pangan.

Sementara Indonesia masih adem ayem, bahkan neraca perdagangan sektor pertanian mampu mengerek PDB nasional menjadi 6,1 persen (yoy).

Terjadi lagi pada 2020 ini yang bertepatan dengan wabah pandemi Covid-19. Ancaman kelangakaan pangan dunia semakin terasa.

Justru, bagi pemerintah menjadi jendela kesempatan (window of opportunity) untuk mendorong ekspor produksi pertanian. Dengan begitu, dapat menutupi celah di sektor-sektor lain yang tengah lesu. 

Kesyukuran mana lagi yang kita dustakan? 

Bahkan jauh-jauh hari, bangsa lain --Portugis, Spanyol dan Belanda -- pun sudah mengakui pertanian Indonesia, terutama rempah-rempahnya.

"Kenapa (Belanda) jauh-jauh ke sini? Karena saat itu, segenggam lada hitam sama dengan segenggam emas," ujar pemerhati sejarah Batavia, Andy Alexander.

Sayangnya, kekayaan itu tidak lantas menjamin kemakmuran yang merata. Hal ini yang dikritisi oleh personil band Koes Plus, Yok Koeswoyo, dalam lagunya 'Kolam Susu' (1973).

Melansir dari Kompas.com, ia menyebutkan, Indonesia sebagai tanah surga yang salah dikelola.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun