Mohon tunggu...
Fahmi Aziz
Fahmi Aziz Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penikmat kata

Selanjutnya

Tutup

Money

Siap-siap Bypass Petani Go Digital

25 Desember 2019   00:30 Diperbarui: 25 Desember 2019   07:44 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasar daring pertanian. Sumber: pomidor.id

Akan tetapi, yang terjadi persis seperti waktu Sistem Tanam Paksa. Dalam pelaksanaannya, seringkali merugikan petani. Seperti diterapkannya kredit rente, sistem ijon dan kartel harga. Juga memberi kabar keadaan pasar yang tidak benar supaya bisa membeli hasil produksi petani dengan murah. Sementara pembayarannya seringkali tidak dilakukan secara tunai tapi kredit.

Tidak mudah lepas dari jerat tengkulak. Karena di awal musim, petani kerap kekurangan meodal untk membeli benih, pupuk dan perlengkapan bertani lainnya. Untuk meminjam bank, mereka harus membayar cicilan tiap bulannya. Sementara kebanyakan mereka baru bisa membayar setelah panen. Akhirnya, mereka terpaksa meminjam ke tengkulak, dengan syarat para petani itu harus menjual hasil panennya kepada tengkulak itu dengan harga jual yang rendah.

Skema Modern Marketplace dan E-Commerce

Pemanfaatan e-commerce dan marketplace yang umum digunakan. Sumber: financialexpress.com
Pemanfaatan e-commerce dan marketplace yang umum digunakan. Sumber: financialexpress.com
Perlahan-lahan peran sentral tengkulak mulai dihilangkan. Caranya, dengan memberikan fasilitas kemudahan yang sebelumnya diberikan tengkulak. Seperti masalah permodalan. Meski belum sepenuhnya menjawab kebutuhan para petani kecil, ada beberapa alternatif pembiayaan yang dapat dimanfaatkan. Seperti Program Kemitraan dan BIna Lingkungan (PKBL), Kredit Usaha Tani (KUT) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Setelah masalah permodalan, tinggal bagaimana memberikan akses pasar. Salah satu potensi terbesar, dengan memanfaatkan digitalisasi. Di era 4.0, pasar dunia maya terbuka luas. Marketplace dan platform e-commerce tidak hanya menjual barang jadi seperti baju, elektronik dan lain sebagainya. Tapi juga bisa dimanfaatkan petani untuk menjual hasil pertanian dan pangan.

Beberapa tahun belakangan, baik pemerintah dah swasta,mulai serius menggarap ceruk ini. Selain dari segi komersil, dengan skema ini dapat memotong rantai distribusi yang terlalu panjang. Bahkan, dimungkinkan nantinya para petani itu memasarkan langsung dengan konsumennya by online. Hal ini ditandai dengan bertumbuhnya platform berbagai startup agritech.

Di antaranya, Agromaret, TaniHub, Pantau Harga, LimaKilo dan lainnya. Bahkan startup unicorn Indonesia, Tokopedia, tidak mau ketinggalan. Alih-alih berinvestasi ke luar negeri seperti unicorn lainnya, Tokopedia memilih berinvestasi ke pedesaan.

"Untuk mengedukasi masyarakat Thailand atau Singapura effort-nya sama dengan mengedukasi masyarakat pedesaan, petani, nelayan sehingga mereka mendapat penghasilan," ujar Pendiri dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Kamis (10/10/2019).

Dengan skema ini, otomatis meniadakan tengkulak -- yang selama ini mengeruk profit yang besar. Sehingga diperkirakan dapat meningkatkan pemasukan petani hingga 20 persen, dan diiringi penurunan harga jual di tingkat konsumen.

Petani tidak hanya sekadar menanam dan memanen saja, tapi juga menjadi pemain di pasar online. Sementara marketplace dan platform e-commerce sebagai 'bypass'-nya.

Adaptasi Sistem Logistik 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun