Mohon tunggu...
Coretan Maba
Coretan Maba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Maba 2020

No one can read this message.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

#Diary 1: Gospel and Education

26 Maret 2021   01:48 Diperbarui: 26 Maret 2021   01:54 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salam sehat selalu untuk semua terutama bagi readers blog ini. Di tengah pandemi virus Covid -- 19 ini semoga kita selalu diberi kelimpahan kesehatan oleh Allah SWT, Sang Maha Kuasa. Topik yang akan kita singgung kali ini adalah mengenai ruang lingkup dunia pendidikan.

Saya pernah mendengar sebuah ungkapan dari seorang yang mendapat tittle kondang "Pahlawan tanpa tanda jasa" yang sangat luar biasa, beliau mengatakan bahwa "Tugas seorang guru adalah mendidik, bukan mengajar", oleh karena itu sejak kita duduk di taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah baik pertama maupun atas, bahkan hingga kita menempuh studi di universitas pun termasuk ke dalam ruang lingkup pendidikan, bukan ke dalam ruang lingkup "pengajaran".

Bersyukurnya saya diberi kesempatan oleh Sang Kuasa, untuk menempuh pendidikan sekolah negeri menengah atas di pusat kota madya. Yang mana sekolah tersebut terbilang cukup legendaris mengingat historis yang ada. Saya sangat beruntung karena di kursi SMA yang saya duduki genap satu tahun yang lalu itu, saya dipertemukan dengan seorang tenaga pendidik yang sangat luar biasa. Beliau adalah satu-satunya tenaga pendidik yang saya kenal yang bersedia dan memaksa menggratiskan buku ajar seluruh muridnya. Beliau tak hanya mengajar satu atau dua kelas, namun sembilan kelas sekaligus dengan kapasitas siswa kurang lebih tiga puluh lima anak tiap kelasnya. Ketika guru mata pelajaran lain mewajibkan siswanya membeli buku ajar seharga dua puluh ribu, beliau tidak memungut seperak uang pun dari siswanya. Bayangkan saja, dua puluh ribu rupiah per buku ajar dikali dengan jumlah siswa katakanlah tiga ratus lima belas orang. Satu hal yang terbesit di otak saya ketika mengetahui hal itu adalah "Apakah sebanding upah yang beliau dapat dari mengajar sejak pagi hingga matahari lurus sepenggalah dengan privilege lebih yang beliau berikan kepada siswa-siswinya?"

Singkat cerita, ketika saya dan teman-teman sekelas saya berniat membayar uang buku ajar tersebut, ia benar-benar menolak dengan pernyataan "Saya tidak pernah melakukan jual beli dengan murid saya". "Manusia mana yang memiliki hati setulus Bapak?" ujar saya dalam hati dengan mata yang menahan pecahnya air mata.

Alhamdulillah, saya mendapat kesempatan lagi untuk menyapa beliau dan mendiskusikan beberapa hal kecil bersamanya. Mulai dari tugas yang ia emban sebagai seorang tenaga pengajar dan pendidik, pilihan hidupnya menjadi seorang guru, hingga bagaimana ia memandang siswa-siswinya dengan sudut pandang yang berbeda.

Sebagai seorang tenaga pendidik, beliau merasa tugasnya tak hanya mengajar, memberi, dan menerangkan materi tentang pelajaran di sekolah saja. Beliau beranggapan bahwa menjadi guru adalah sebuah amanah dari Sang Maha Pencipta yang diturunkan kepadanya, sehingga ia berkewajiban membagikan dan meneruskan ilmu pengetahuan yang beliau punya kepada siswa-siswinya. Namun, tak hanya itu. Kewajiban tersebut hanya memenuhi tugasnya sebagai seorang pengajar, sedangkan seorang guru memiliki peran ganda yaitu juga sebagai pendidik. Mendidik berarti meluruskan dan membimbing siswanya agar tiap-tiap siswanya memiliki character building yang kokoh dan berbudi luhur. Ia berkata, mengajar siswa sangatlah mudah karena hanya memaparkan materi pelajaran yang sudah ada sejak zaman dahulu. Namun yang menjadi tantangan baginya adalah mendidik siswanya agar memiliki pribadi yang baik, jujur, bermoral, dan menjadi manusia yang berguna. "Percuma pinter lek ora due toto kromo" ujarnya, yang apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia bermakna "Percuma pintar jika tidak punya tata krama". Saya yakin, senyumnya terukir lepas di bibirnya setelah ia mengatakan itu, meski saya tak bisa melihatnya dengan mata kepala saya secara langsung.

Saya juga sempat bertanya, mengapa ia memilih profesi menjadi seorang guru fisika di SMA meski ia memiliki kapabilitas lebih dari ini. Dan jawaban lugasnya pun membuat saya tercengang, "Carilah harta akhirat, maka kamu akan medapatkan harta di dunia juga". Ia beranggapan menjadi guru menambah amal jariahnya melalui ilmu yang ia sebarkan. Pahala dari meneruskan ilmu tersebut tiada putusnya meski beliau sudah tidak lagi dapat menghirup oksigen di dunia ini, akan terus mengalir menjadi amal jariah yang tiada henti. Mungkin hal ini juga yang menjadi alasan mengapa ia benar-benar menolak uang buku ajar ketika saya masih mengenakan baju putih abu-abu.

Keeratan yang beliau jalin dengan siswanya bertujuan agar siswa yang beliau didik lebih mudah memahami setiap untaian materi yang ia berikan, itu adalah strategi khusus beliau. Tanpa diungkapkan oleh siswa-siswinya pun, ia dapat memahami mana anak yang benar-benar paham dengan apa yang ia sampaikan, mana anak yang hanya mengerti secuil dari kaidah-kaidah yang ada dalam mata pelajaran pegangannya, dan mana anak yang bahkan tidak mengerti sama sekali dengan teorema-teorema dalam fisika hanya dari raut mimik wajah siswa-siswinya  ketika ia menerangkan. Dan ia enggan memaksa siswa-siswinya untuk benar-benar menangkap dan menguasai apa yang ia ajarkan. Beliau percaya, setiap anak terlahir ke dunia dengan memiliki kemampuan dan potensi yang berbeda-beda. Beliau tidak bisa menuntut anak yang pandai berbahasa Inggris untuk menelan mentah-mentah rumus-rumus fisika. Dan memang benar adanya, saya adalah bukti nyatanya hahaha. Saya tidak tau benar-benar apa itu hukum Archimedes, Avogadro, Boyle, dan segala tetek bengeknya, namun nilai yang tertulis di rapor pembelajaran saya adalah "9".

"Bukan tingkat kecerdasan yang saya nilai, tapi ketekunan kamu selama saya ajar yang menjadi penentu, hargai setiap proses yang kamu lalui".

Apabila tulisan ini dibaca oleh Bapak, terimakasih Pak, atas segala ketulusan ilmu yang telah Bapak limpahkan ke dalam hidup saya dan teman-teman seperjuangan saya. Yang akan menjadi bimbingan dan bekal kami meraih cita-cita dan berguna bagi bangsa. Nasehat Bapak, akan selalu saya ingat. Terima kasih Pak, dan terima kasih untuk seluruh guru di Indonesia karena telah menerangi dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun