Mohon tunggu...
Coretan Maba
Coretan Maba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Maba 2020

No one can read this message.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Aku, Ayah, dan Tugas

17 Maret 2021   21:53 Diperbarui: 17 Maret 2021   22:03 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kisah ini bermula ketika sel berukuran sebiji kacang diberi kehidupan, datang ke dunia tanpa membawa apa-apa namun memiliki secerca harapan. Ya benar, sebuah harapan akan kebahagiaan di masa mendatang. Kala sel berukuran kacang itu telah menghirup oksigen dengan lepas dan keberadaannya dapat dirasakan oleh alam semesta, tak lagi terjerat oleh plasenta yang pernah melilit sekujur tubuhnya. Sayangnya, anak kemarin sore yang baru lahir itu harus berpisah dengan inangnya, bahkan sebelum dia bisa menapakkan kaki mungilnya dengan kokoh di tanah. Tapi, salah! Inang yang kumaksud bukanlah ibu, melainkan ...

... ayah.

Ayahku harus pergi bertugas kala usiaku masih seumur biji jagung. Tak main-main, ia pergi sangat jauh bagiku kala itu. Menyebrangi derap ombak Laut Jawa, menuju sebuah provinsi sejauh Sabang namun tak sedekat Merauke. Memotong bentangan garis khatulistiwa, melewati ribuan gugusan pulau kecil yang tersebar di Indonesia bagian barat. Tugas itu pun tak sekonyol lelucon Tom and Jerry, mempertaruhkan tahta dan nyawa. Ayahku mendapat mandat dari negara untuk mempertahankan keutuhan NKRI.

"Pemberontakan Aceh 1976-2005" diprakarsai oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di mana Aceh ingin melepaskan diri dari NKRI dengan tujuan membentuk negara liberal mandiri yang merdeka.

Aku yang pada masa itu masih tak mengerti apapun, belum fasih berbicara dan mengucapkan huruf "r" dengan sempurna, tak kenal baca tulis, tak tau makna konspirasi dan cinta, bahkan tak dapat membedakan warna jingga, kelabu, ataupun merah muda harus melepas genggaman erat tangan ayahku untuk pergi berperang. Hahaha, mungkin sedikit berlebihan, ia tak pergi untuk berperang, hanya melakukan sebagian kecil operasi militer meski dengan sedikit dibumbuhi gencatan senjata. Dilengkapi sangkur di kopelnya yang tak ringan, tangan kirinya menggenggam erat senjata api Pindad SS1 khas buatan Indonesia, aku mencium tangan kanannya untuk berpamitan ditutun oleh ibuku.

"Doakan ayah nak, ayah akan pulang dengan tak kekurangan suatu apapun, ayah berjanji akan kembali untuk menyaksikanu tumbuh dan berkembang, ayah berjanji akan mengajarimu bersepeda, tunggu ayah..." Aku yakin, ia mengatakan itu dalam lubuk hati terdalamnya ketika versi terpolos diriku mencium tangan kanannya. Dan ia pun benar-benar pergi meninggalkan keluarga kecilnya, tersisa aku dan ibuku.

Mei, 2003.

Operasi militer terpadu diluncurkan untuk kedua kalinya, merecover operasi militer pertama (2001--2002). Ketika tiga matra bersatu menjadi sebuah kesatuan besar, matra darat, air, serta udara demi menjaga dan memperthanakan Pancasila.

Baku tembak berlangsung rata hampir diseluruh sudut provinsi tersebut, gemuruh decit peluru menggelegar diseluruh penjuru Aceh. Isak tangis hampir terdengar di setiap rumah, suara rintihan kesakitan dapat dirasakan oleh siapa pun yang mendengarnya. Tak terkecuali, jeritan suara memohon pertolongan menderu-dera di pinggir jalan setapak. Tetesan darah menyapu seluruh dataran Aceh, hanya satu kata yang dapat mendeskripsikan kejadian pada saat itu "kacau".

Tak satu dua mayat yang tergeletak di jalan, ada yang tak berbusana, ada yang tanpa tangan. Entah korban dari pasukan GAM atau warga sipil, semua rata kena imbasnya, tak pandang bulu, tanpa kecuali. Tak sedikit warga sipil yang turut menjadi korban kebiadaban pada masa itu, alih-alih korban dari TNI juga tak dapat dipungkiri, entah itu hanya luka kecil, luka parah, cacat, sekarat, bahkan meninggal.

November, 2003.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun