Mohon tunggu...
Arifatuz Zahro
Arifatuz Zahro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa D4 Perbankan dan Keuangan Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Early-Age Marriage and Synergies in Child Protection

11 Juni 2022   23:28 Diperbarui: 12 Juni 2022   00:33 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Early-Age Marriage atau yang biasa disebut pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan seseorang disaaat usianya belum mencapai kematangan atau masih dibawah usia. Usia ini seringkali dikenal dengan usia remaja. Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri dan membutuhkan pergaulan dengan teman-teman sebaya. 

Setiap orang mungkin memiliki target atau usia yang ideal untuk menikah. Namun, apakah kalian tahu bahwa usia ideal untuk menikah menurut BKKBN? BKKBN atau Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional merupakan lembaga negara yang memiliki tugas di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan Keluarga Berencana. Usia ideal untuk menikah menurut BKKBN yaitu di usia 21 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria. Hal tersebut mengacu juga pada ilmu kesehatan, yang mana usia ideal dan matang secara biologis serta psikologis yakni 20 hingga 25 tahun untuk wanita maupun pria. Karena pada rentang usia tersebut, baik wanita maupun pria dianggap sudah matang untuk berumah tangga dan rata-rata sudah bisa berfikir secara dewasa. 

Maraknya pernikahan dini sangat sering terjadi di Indonesia. Hasil BPS dan UNICEF (2020), 1 dari 9 anak perempuan menikah di Indonesia, perempuan umur 20-24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun di 2018 diperkirakan mencapai sekitar 1.220.900 dan angka ini menempatkan Indonesia pada 10 negara tertinggi di dunia. 

Secara sosial, pernikahan dini akan menjadi bahan pembicaraan dan dapat mengakibatkan anak berhenti sekolah, sehingga mereka akan kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi untuk bekal hidup dimasa depan. Selain itu, kesempatan bergaul dengan teman-teman sebaya akan hilang karena mereka sudah memasuki lingkungan orang dewasa dan keluarga yang baru bahkan asing bagi mereka. 

Banyak faktor yang menyebabkan orang tua menikahkan anaknya yang masih di bawah usia. Pertama, faktor ekonomi. Dimana orang tua tidak mampu membiayai anaknya untuk melanjutkan pendidikan, lalu mereka berkeputusan untuk segera menikahkan anaknya. Kedua, faktor pendidikan yang rendah. Suatu masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi pasti akan lebih mengutamakan pendidikan anaknya dari pada menikahkan anaknya yang masih dibawah usia dan beranggapan bahwa pernikahan adalah hal yang kesekian. Berbeda dengan masyarakat yang pendidikannya masih rendah akan berfikir bahwasanya pendidikan tidak terlalu penting apalagi bagi wanita. Mereka beranggapan bahwasanya wanita tidak perlu berpendidikan tinggi karena pada akhirnya akan menjadi ibu rumah tangga. Tingkat pendidikan mempengaruhi pola fikir seseorang, dengan pendidikan mereka akan lebih menyaring dan merespon suatu hal yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir mereka. Ketiga, faktor pergaulan bebas. Kurangnya perhatian dan bimbingan dari orang tua dapat menjadikan anak bergaul dengan siapapun tanpa melihat asal usulnya (bebas). Dampak dari pergaulan bebas yang sering terjadi yakni hamil diluar nikah, yang mana mau tidak mau orang tua akan memberi izin anaknya yang masih di bawah umur untuk menikah. Keempat, Faktor Adat istiadat. Menurut adat istiadat pernikahan sering terjadi karena perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tua dimasa anak masih kecil. Orang tua beranggapan bahwasanya dengan menjodohkan anak-anaknya hubungan ikatan kekeluargaan antara kerabat semakin erat. Selain itu, kekhawatiran orang tua terhadap anaknya akan menjadi perawan tua, sehingga orang tua akan cepat-cepat mencarikan jodoh untuk anaknya. 

Synergies in Child Protection atau sinergi perlindungan anak memiliki peran penting terhadap maraknya pernikahan dini di Indonesia. Di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2004 menarasikan Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 yakni mengenai Perlindungan Anak, yang dimaksudkan atau merupakan anak yakni seseorang yang belum 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih berada di dalam kandungan ibunya. Anak mempunyai hak yang harus dilindungi, dijamin, dan dipenuhi oleh orang tuanya, masyarakat, keluarga, pemerintah, dan negara. Hak anak pada Konvensi Hak Anak PBB tahun 1989 yakni: 

1) hak untuk mendapatkan pendidikan
2) hak untuk mendapatkan perlindungan
3) hak untuk medapatkan nama atau identitas
4) hak untuk mendapatkan status kewarganegaraan
5) hak untuk mendapatkan makanan
6) hak untuk mendapatkan akses kesehatan
7) hak untuk bermain
8) hak untuk rekreasi
9) hak untuk berperan dalam pembangunan
10) hak untuk mendapatkan kesamaan

Dalam suatu hubungan pernikahan dibutuhkan persiapan fisik, psikis, ekonomi, social, kecerdasan, budaya, dan spiritual. Suatu pernikahan di usia dini tidak bisa memenuhi syarat-syarat yang diatur di dalam pasal 6 yaitu kemauan bebas dari calon mempelai karena belum dewasa. Dan melakukan perkawinan dini yakni sebelum berumur 18 tahun adalah suatu pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang merupakan aturan yang lebih lanjut dari Pasal 28B (2) UUD 1945.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun