"Punya rumah sendiri sebelum usia 30 adalah goals!"
Kalimat itu sering muncul di lini masa media sosial, baik sebagai cita-cita pribadi maupun ajakan motivasi. Tapi kalau kita berhenti sejenak, tarik napas, dan melihat kenyataan... hmm, apa benar semudah itu?
Bagi sebagian besar generasi milenial---yang lahir antara 1981 hingga 1996---memiliki rumah tampaknya sudah masuk kategori mimpi besar, atau bahkan... ilusi semata.
Kenapa bisa begitu?
Harga Rumah: Lari Lebih Cepat dari Gaji
Pertama, mari bicara soal angka.
Menurut data Bank Indonesia, rata-rata kenaikan harga rumah per tahun di kota besar bisa mencapai 7--10%. Sementara itu, kenaikan gaji pekerja rata-rata? Sekitar 3--5%, itupun kalau naik.
Artinya, tiap tahun jarak antara kemampuan beli dan harga rumah makin melebar. Seperti kita naik sepeda, tapi harga rumah naik motor sport. Lelah, bestie.
Contoh kecil, rumah di pinggiran Jakarta yang lima tahun lalu masih bisa didapatkan dengan Rp300 juta, sekarang sudah menyentuh angka Rp600 juta. Bahkan ada yang lebih. Belum lagi cicilannya, DP-nya, dan biaya-biaya tambahan lain seperti pajak, notaris, BPHTB---semuanya bikin kepala cenat-cenut.
Gaya Hidup vs Realita Finansial
Milenial juga sering "disalahkan" karena gaya hidup---ngopi tiap hari, traveling, nongkrong, jajan online. Tapi apakah ini benar akar masalahnya?
Jawabannya: nggak juga.