Mohon tunggu...
Fawwaz Ibrahim
Fawwaz Ibrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis Pendidikan

Belajar untuk menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cahaya Dari Bengkel Sepeda Kecil

5 Mei 2015   09:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:22 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1430787845114299644

[caption id="attachment_381912" align="aligncenter" width="491" caption="Sahabat Baru, Meru Namanya| Dok. Pri"][/caption]

Pagi ini aku putuskan untuk mencari sepeda, karena sudah sedari lama sudah berencana untuk membelinya. Awalnya, ingin memberi kemarin ketika long weekend, akan tetapi semua itu batal karena rasa malas “mengerubuti” tanpa bisa ditolak.

Ini memang bukan hari libur, saya pun harus terlebih dahulu masuk kuliah sebelum ke pasar. Setelah mata kuliah pertama selesai, salah seorang staf kampus menyatakan bahwa mata kuliah kedua dibatalkan karena dosen berhalangan hadir. Kesal semua teman sekelas karena sang dosen tak hadir. Bahkan, salah satu dari teman saya menyatakan keberatan atas pergantian kelas yang di ajukan dosen.

Saya tetap santai dengan keadaan itu. Jeda cukup lama untuk sampai pada pukul 13.00 WIB. Inisiatif untuk membeli sepeda pun tersemat, dengan menggunakan angkutan umum saya berangkat menuju pasar. Sendiri.

Di pasar saya menerka-nerka di mana toko sepeda, setelah tanya sana-sini akhirnya saya dapatkan dua toko yang sepeda. Toko pertama, terlihat sangat mewah dari luar dan dalam. Saya masuk kemudian bertanya tentang berbagai spesifikasi sepeda yang ada, sayang beribu sayang. Saya tidak mendapatkan sepeda yang diinginkan.

Toko kedua ini lebih sederhana di luar, akan tetapi cukup mewah di dalam. Kemudian saya melihat-lihat, saya di temani penjaga toko yang bisa dibilang lebih muda dari saya. Tapi pengetahuannya tentang sepeda cukup luas. Wajar saja saya pikir, karena dia setiap harinya “bergaul” dengan sepeda-sepeda. Obrolan kami memang bisa dibilang cukup asyik, tapi sayang, untuk kedua kalinya saya tidak menemukan sepeda yang saya mau.

Awalnya saya ingin memutuskan untuk pulang saja. Tapi ternyata, penjaga toko yang menemani saya tadi memberitahukan bahwa ada satu toko lagi di pasar ini. Dan akhirnya saya bergegas berjalan kaki untuk ke toko itu.

Setelah sampai, awalnya saya heran. Apa benar ini itu yang disebutkan si penjaga toko tadi ya... heran hanya ada di dalam benak, karena tempat ini terkesan hanya seperti bengkel sepeda. Tapi ternyata ada bapak yang menjaga untuk mempersilahkan masuk. Ternyata setelah masuk, banyak berjejer sepeda baik untuk anak-anak maupun dewasa. Tempat yang sangat sempit membuat saya kepanasan, ditambah lagi bau ban sangat kuat adanya. Karena baik di atas kepala dan bawah berjejer bebagai sepeda yang di jual sang pemilik toko.

Sang pemilik masih sibuk melayani salah seorang pembeli, saya pun menutuskan melihat-lihat terlebih dahulu. Setelah beberapa lama, ada seorang ibu yang menawarkan bantuan. Dan saya pun bertanya panjang lebar tentang sepeda yang saya lirik.

Setelah beberapa kali melihat dan menanyakan spesifikasi secara tidak detail, maka saya putuskan membeli salah satu sepeda yang ada disana.

Pilihan telah jatuh, masalah harga yang cukup alot antara saya dan pemilik toko. Masalah harga ini ternyata digantikan dengan pemilik toko yang seorang bapak. Wajahnya sangat teduh, dengan mata yang sudah terlihat mulai timbul garis-garis berumur.

Harga pun akhirnya di sepakati, bapak itu langsung menurunkan sepeda yang akan dibeli. Ia melakukannya sendiri, tanpa di bantu pegawainya. Setelah itu, ia memberikan sepeda kepada pegawainya untuk di pasang bagian yang belum di pasang, memompa ban dst.

Pembayaran pun dilakukan, selanjutnya saya mendekati pegawai yang sedang mengecek seluruh bagian sepeda yang akan saya bawa pulang.

Entah bagaimana, sang pemilik toko menghampiri saya, dan terjadi percakapan panjang antara saya dan sang pemiliki toko:

Pemilik Toko(PT): “mas, kerja dimana?”

Saya(S): “belum kerja pak, masih kuliah”

PT: “masa sih mas, ga percaya ah” sambil tersenyum

S: “beneran pak, tapi lagi belajar nulis di salah satu media sosial pak”

PT: “wah, keren dong ya, nanti bisa dong buat buku atau novel ya”

S: “amiin, do’akan saja pak, semoga saya mampu”

PT: “yakin mas ini bisa, saya saja bangun toko ini sedari tahun 1994 dari hal yang kecil. Dari anak saya masih sekolah SD hingga sekarang dia mau beres kuliah, duh, ga kerasa pokoknya mas waktu itu. Awalnya saya buka toko di Bekasi sana, tapi pindah ke Pondok Labu sini karena ada beberapa faktor, Puji Tuhan usaha saya di sini pelahan-lahan berkembang. Nahh, apalagi penulis, pasti belajarnya lebih lama mas, tapi dari hal kecil itu pasti besar deh. Yakin mas, saya percaya mas bisa koq”

S: “iya pak semoga bisa, soalnya saya masih banyak belajar buat nulis yang baik pak, berasa masih kurang dari setiap tulisan”

PT: “ah, mas ini, semua memang harus belajar, apalagi penulis, harus belajar lebih banyak dari pada kami-kami ini yang pedagang. Kalau penuliskan harus sering nambah informasi, baca buku dan lainnya. saya saja awalnya belajar untuk bangun usaha ini dengan sendiri, tapi banyak sharring juga mas sama teman-teman tentang usaha. Ini sepeda buat di pakai sendiri ya mas?”

S: “iya pak makasih, ya pak, soalnya dari tempat tinggal saya ke kampus cukup jauh kalau jalan, setidaknya kalau ada sepeda waktu bisa lebih efisien”

PT: “sudah lama di Jakarta mas? Sekarang tinggal dimana?”

S: “kurang lebih dua tahun pak, tahun pertama di daerah pasar minggu, setelah itu pindah ke daerah fatmawati pak, usaha ini bapak bangun dengan apa pak, koq bisa sebesar ini?” saya heran.

PT: “lumayan dekat ya, hehehe. Hmmmm, toko ini bisa sampai seperti ini saya bangun dengan tekun, jujur, tepat janji, ulet dan tidak bikin celaka orang mas”

Saya melongo karena mendapatkan jawaban yang tidak saya sangka-sangka. Dan bapak ini masih terus melanjutkan pembicaraannya.

PT: “sedari dulu saya belajar TEKUN untuk usaha sepeda mas, bayangkan dari tahun 1994 baru terasanya tahun 2000an, padahal modal saya sedikit. Tapi, mereka yang punya barang percaya kepada saya, kepercayaan itu saya implementasikan dengan selalu JUJUR dengan apa saya lakukan. Kemudian, saya berusaha untuk menjaga kepercayaan siapapun itu dengan MENEPATI JANJI saya mas, dan yang menjadi penting, kita JANGAN BUAT CELAKA ORANG apapun itu, karena yakin karma itu ada loh”

S: “bapak membangun toko ini dengan itu pak?” saya masih keheranan

PT: “iya mas, saya percaya bahwa pembelajaran agama yang kita implementasikan adalah untuk buat jalan kita lurus, soalnya manusia ini mas, selalu aja melenceng, dan agama yang buat lurus mereka”

S: saya tidak mampu berkata-kata

PT: “saya juga yakin semua agama mau Buddha, Islam, Kristen, Hindu atau apapun itu, memberikan pembelajaran yang benar. Kalau ada yang mengatasnamakan agama dalam berbuat keburukan itu orangnya yang salah, bukan agamanya. Karena agama selalu memberikan pembelajaran yang benar kepada manusia saya perncaya itu. Ohhh, iya mas, itu sepedanya sudah selesai sudah bisa di pakai sekarang”

S: “pak, terima kasih atas perbincangan tadi, banyak yang saya dapat selain beli sepeda, hehehe”

PT: “iya mas, sama-sama, nanti kalau ada apa-apa sama sepedanya mas ke sini saja, saya kasih gratis service, dan frame saya garansi lima tahun”

S: “terima kasih pak”

PT: “iya mas, sama-sama”

Saya pun berlalu dengan mengendarai sepeda, sambil ada juta tanya kepada perbincangan dengan bapak pemilik toko.

Memang mempelajaran itu bisa dapat dari mana pun, dan pembelajaran yang paling bermanfaat adalah bila kita memberikan pembelajaran itu kepada setiap manusia.

Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun