“Kalau nanti merdeka, kita harus ada persatuan namun bukan hanya 'persatean', melainkan persatuan hati” (Bung Hatta, 1932).
Proklamasi 1945 yang pada akhirnya menjadi momentum kemerdekaan bagi masyarakat Indonesia memiliki nilai historis tersendiri. Selain sebagai statement politik, proklamasi juga menjadi proklamasi budaya, dimana terjadinya transformasi dari “kuli” menjadi “tuan” (terutama) di negeri sendiri. Semangat proklamasi itu yang pada akhirnya membuat masyarakat Indonesia begitu kentara pada masa awal kemerdekaan.
Permasalahan yang muncul setelah masa-masa kemerdekaan ialah bagaimana menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Ada sebuah pertanyaan yang setidaknya dapat menjadi refleksi bagi masyarakat Indonesia. Jika kerajaan sriwijaya mampu bertahan selama enam abad dan kerajaan majapahit mampu bertahan selama tiga abad, berapa lamakah Indonesia dapat bertahan sebagai sebuah negara kesatuan?
Indonesia yang memiliki luas wilayah mencapai 5,3 Juta km2 dengan lebih dari 17 ribu pulau, tentu harus memiliki resep tersendiri dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Penjagaan tersebut bukan hanya terkait dengan pulau-pulau besar atau yang berpenghuni saja, namun juga pulau-pulau terdepan yang tidak berpenghuni dan berada di dekat perbatasan dengan negara tetangga.
Salah satu upaya penegasan serta penjagaan kepulauan yang ada di Indonesia ialah apa yang terkandung dalam Deklarasi Djuanda 1957, yang dikenal juga dengan kemenangan Djuanda. Deklarasi tersebut yang pada akhirnya menegaskan luas wilayah Indonesia secara keseluruhan beserta Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, sebagai sebuah Negara kepulauan yang dipersatukan oleh lautan.
Satu nilai yang terkandung dalam deklarasi Djuanda ialah kesadaran bahwa luas wilayah Indonesia tidak hanya sebatas pada daratan saja. Luas perairan (laut) yang mencapai 5,7 km2 merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang mempersatukan, bukan justru memisahkan kepulauan yang ada di Indonesia.
Selain deklarasi djuanda, hal lain yang dapat menjadi resep persatuan dan kesatuan bangsa menurut Prof. Susanto Zuhdi ialah adanya ingatan kolektif yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Ingatan kolektif ini yang akan membangun rasa kebersamaan dan memiliki satu sama lain. Ingatan kolektif ini juga yang membuat adanya keterhubungan (konektivitas) antarsuku, yang meskipun berjauhan secara jarak namun tetap dekat di hati.
Lantas, apa peranan pancasila dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa?
Pancasila seperti yang dinyatakan oleh Prof. Sri Edi Swasono merupakan sebuah pemersatu hati masyarakat Indonesia. Pancasila pada hakikatnya merupakan nilai-nilai yang sudah terkandung di masyarakat Indonesia, bahkan jauh sebelum pancasila tersebut dibuat. Pancasila memiliki makna sebagai pemersatu hati bangsa, sesuatu yang menurut Bung Hatta dibutuhkan oleh bangsa ini.
Memaknai persatuan (hati) Indonesia seperti yang terkandung dalam pancasila, menjadi resep lain dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Sebuah nilai yang pada dasarnya sudah menjadi kekuatan yang akan tetap relevan seiring bertambahnya hitungan waktu. Sebuah nilai yang akan tetap menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia selamanya. Semoga saja.