Mohon tunggu...
Fawaz Muhammad Ihsan
Fawaz Muhammad Ihsan Mohon Tunggu... Penulis - 19 Tahun

jangan sampai lah ide kalah dengan blokade

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Derita Para Calon

27 April 2020   15:24 Diperbarui: 27 April 2020   15:26 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Awal tahun 2020 diisi dengan berbagai macam cobaan. Entah itu dari segi sosial, politik, maupun ekonomi. Dan sekarang kita tengah menghadapi epidemi yang menyebar ke hampir seluruh penjuru dunia, ya betul, pandemi covid-19. 

Kita tidak hanya mengahadapi virus tak kasat mata sebagai main enemy. Kita juga tengah dipaksa untuk menghadapi musuh lain yaitu runtuhnya ekonomi dunia dan bencana kelaparan yang dahsyat. 

Jika kita melihat postingan di Instagram milik Ridwan Kamil, maka ada sebuah ilustrasi yang menggambarkan kondisi masyarakat ketika menghadapi covid-19. Diantaranya ada masyarakat yang panik dan stress melihat perkembangan penyeberan dari virus ini. 

Juga ada masyarakat yang menyadari betapa berbahayanya virus ini namun enggan untuk patuh terhadap beberapa kebijakan pemerintah terkait upaya untuk mengurangi penyebaran dari virus ini. VICE membahas tentang bencana kelaparan yang mungkin saja terjadi pada saat pandemi ini yang disebabkan oleh terbatasnya beberapa akses produksi dan distribusi komoditas primer terutama di sektor pangan. 

Selain ulasan ilmiah tersebut, maka kita sepertinya dapat menyadari itu semua dengan memperhatikan tetangga atau keluarga kita yang kesulitan untuk memperoleh kebutuhannya karena terhambatnya sistem produksi atau tidak adanya uang untuk membeli kebutuhan sehari-hari. 

Akibat yang disebabkan oleh covid-19 terlihat seperti efek domino, menjatuhkan yang satu dan menjatuhkan yang lain secara perlahan. Entah sampai kemungkinan terburuk mana pandemi ini akan mencapai puncak terburuknya. Namun jika kita berkhayal tentang tahap paling buruk dari pandemi ini bisajadi akan berakhir dengan punahnya kehidupan di dunia ini. Ya, kita memang harus memperjuangkan harapan namun juga harus bersiap jika kemungkinan terburuk yang malah hadir. 

Segala tindak perilaku manusia yang sebelumnya berjalan normal kini harus dijalankan dengan sangat berbeda. Sistem pendidikan, komunikasi, pariwisata, dan hal lainnya yang lebih asyik jika dijalankan secara offline terpaksa harus dimodifikasi. Dalam segi peribadatan misalnya, kita dituntut untuk mencari Tuhan di sudut sudut rumah kita. Kita juga dituntut untuk mencari pahala diantara debu-debu di etalase rumah kita. Semuanya dibatasi dengan ruang pribadi milik kita yang bisa kita sebut sebagai rumah. 

Ada banyak agenda yang sebetulnya harus dilaksanakan oleh para calon di tahun ini. Upacara perpisahan, pendaftaran untuk melanjutkan pendidikan, upacara pernikahan, dan agenda lain sebagainya. Para calon harus meneguhkan hatinya untuk menangguhkan tanggal pelaksanaan seluruh kegiatan penting yang sepatutnya dilaksanakan pada bulan-bulan ini. Sejatinya ini merupakan penderitaan, tapi ada satu hal yang dapat membuat kita merasa sedikit tangguh yaitu kita tengah mengahadapi penderitaan ini dengan bersama-sama.

Ketika melihat berita tentang warga yang meninggal karena kelaparan, hati saya teriris. Otak saya menyadari bahwa pandemi ini sungguh sangat mengganggu kehidupan kita. 

Saya sampai pada suatu rangkaian matematis sederhana tentang kesejahteraan masyarakat dunia. Sebut saja jika beberapa dari bangsa Indonesia rela menggelontorkan kekayaannya sebesar Rp5000 setiap harinya untuk mengurangi beban masyarakat yang merasakan kelaparan. Sebut saja "beberapa" itu adalah 20 juta orang. Maka dalam satu hari saja akan terkumpul sekitar 100 Milyar Rupiah dalam satu hari. DALAM SATU HARI! sebut saja kebutuhan harian satu jiwa manusia adalah senilai Rp50.000. Maka dengan uang senilai 100 Milyar Rupiah, kita dapat menanggung sekitar 2 juta jiwa. Ingat kawan, itu hanya jika 20 juta orang yang rela menggelontorkan Rp5000 dari kantongnya demi menanggulangi bencana kelaparan. 

Mau angka yang lebih besar lagi? baiklah. Anggap saja ada sekitar 50 juta orang yang rela menggelontorkan Rp20.000 setiap harinya. Maka akan terkumpul sekitar 1 Trilyun Rupiah dalam sehari. Maka dengan biaya sebesar itu, kita dapat menanggung kebutuhan makan harian sebanyak 20 juta jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun