Mohon tunggu...
Fawaz Muhammad Ihsan
Fawaz Muhammad Ihsan Mohon Tunggu... Penulis - 19 Tahun

jangan sampai lah ide kalah dengan blokade

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Akhirnya, Kekalahan Dapat Diterima

29 April 2019   21:45 Diperbarui: 29 April 2019   21:51 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

29/04/2019 20.36

Tim debat dari sekolah kami bertumbuh, perwakilan sekolah untuk mengikuti LDBI tingkat Kota Tasikmalaya 2019 bertambah menjadi 2 tim. Adalah sebuah kemajuan bukan? Struktur tim saya adalah :

  1. Fawaz Muhammad Ihsan
  2. Kemal Firdaus Ahmad 
  3. Ilham Mubarok Almudrik

dan struktur tim yang lain adalah :

  1. Adi Zulfa Fauzi
  2. Ardi Ziadatul Khoir
  3. Muhammad Rizkan Harin Faza

Keikutsertaan kami pun merupakan sebuah keberuntungan. Mengapa? karena pada sebelumnya hampir terjadi miskomunikasi kami dengan guru pembina yang menyatakan bahwa saya tidak akan mengikuti event LDBI. Lalu dengan segala pertaruhan, maka dipersiapkanlah 2 tim dari sekolah kami untuk mengikuti dan turut berpartisipasi dalam LDBI ini. 

Pada hari Sabtu (27/04/2019) saya dan Ardi mengikuti agenda technical meeting terkait LDBI di SMAN 2 Kota Tasikmalaya. Pemaparan dari pihak panitia sudah sangat baik sekali dan memenuhi ekspetasi saya. LDBI memang patut diacungi jempol. Karena memuat sistem perdebatan dan kriteria penilaian yang jauh lebih baik. Serta dengan segala kriteria yang harus dipenuhi oleh para juri. Namun ada beberapa poin yang saya pertanyakan kepada pihak panitia :

  1. Mengapa juri tunggal?
  2. Seberapa penting parameter atau limitasi didalam debat?

Mengapa juri tidak berjumlah 3 pada saat babak penyisihan? mungkin babak penyisihan adalah babak yang dinilai tidak terlalu penting. Pada kesempatan bertanya saat itu saya menjelaskan bahwa logika peraturan bahwa jumlah juri harus ganjil itu bukan berarti boleh 1 orang. Karena ganjil akan menimbulkan persepsi yang tidak sepihak ataupun sama besar nantinya. Oleh karena itu mengapa didalam peraturan mekanisme debat juri harus 3 ataupun ganjil adalah demi terciptanya persepsi yang beragam. Namun dengan alasan kurangnya SDM untuk menjadi juri, maka diputuskanlah juri dalam babak penyisihan berjumlah 1 orang. Padahal saya sudah menawarkan opsi agar perdebatan dibagi untuk beberapa sesi. Meskipun akan bermasalah sedikit pada waktu karena akan memakan waktu banyak, apalah artinya waktu yang banyak jika dibandingkan dengan kerapihan sistem penilaian. Toh kita ingin mendapatkan para pendebat yang berkualitas.

Dan parameter debat atau kita kenal dengan istilah limitasi sering digunakan untuk merubah arah pembicaraan debat kepada ruang perdebatan yang lebih sempit bahkan keluar dari mosi sesungguhnya. Saya bertanya bahwa :

  1. Apakah parameter debat wajib dikeluarkan?
  2. Jika dikeluarkan, apakah wajib diikuti?
  3. Atau boleh tidak diikuti?

Mengapa saya bertanya demikian? karena beberapa kali ketika saya berkesempatan menjadi pihak oposisi, pihak afirmasi kerap memberikan limitasi yang sempit dan menguntungkan posisi mereka. Saya lebih setuju ketika limitasi tak diwajibkan untuk diikuti jika pihak afirmasi sengaja membuat ruang perdebatan dengan satu sisi kemungkinan saja. Dan ketika saya berkesempatan berada pada pihak afirmasi, saya tidak pernah mengambil kesempatan saya untuk menggunakan limitasi karena tidak yakin akan membuat perdebatan yang lebih seru dan seimbang.

Dan pada hari esok malam, kami berenam bersama membedah mosi di masjid dan di ruangan asrama kelas 10 putra. 15 mosi kami diskusikan dengan kemungkinan keberadaan kami ada di pihak mana. Saya menatap raut wajah optimisme dari adik-adik kelas saya. Setelah pada malam sebelumnya kami menonton bersama film The Great Debaters agar dapat lebih tenang. Setelah mendiskusikan mosi hingga kira-kira pukul 22.00 WIB maka saya mengakhiri diskusi itu dengan amanat "Tujuan kita berdebat bukan untuk kalah, maka seandainya kita kalah tidak ada alasan untuk kita berhenti belajar." dan diskusi pun ditutup. Keesokan harinya, pada pagi hari setelah menunaikan sholat Shubuh, beberapa jam sebelum perlombaan dimulai kami berlatih kembali di lapangan. Kami berlatih untuk berdiri pada lingkaran hot spot. Apa gunanya? latihan ini bertujuan untuk menguji keberanian kita berdiri didepan umum dengan suara yang lantang tiada cela. Latihan ini juga bertujuan untuk melatih gerak tubuh agar terlihat lebih berwibawa.

Lalu tibalah saatnya kami untuk mengikuti LDBI tingkat Kota Tasikmalaya 2019. Singkat cerita, kami sampai ke lokasi perlombaan (SMAN 2 Kota Tasikmalaya) pada sekitar pukul 07.45 WIB. Saya sedikit kaget saat bertemu dengan 2 kawan saya, Fachry dan Firman karena pada satu hari sebelum perlombaan Fachry mengaku tidak akan mengikuti perlombaan, dasar pembohong. Kami merasa bahwa akan mengalami keterlambatan dalam prosesi pembukaan karena pada technical meeting telah disetujui bahwa para peserta harus berada pada lokasi perlombaan pada pukul 07.30 WIB. Namun, emas tetap lebih mahal daripada waktu. Tidak ada pembukaan, hanya sambutan yang diberikan oleh ketua MGMP Bahasa Indonesia Kota Tasikmalaya yang kerap dipanggil Abah. Pada sekitar pukul 10.30 WIB perdebatan dimulai tanpa ada pembukaan secara resmi. Lawan pertama kami adalah SMAN 3 Kota Tasikmalaya, sungguh diluar perkiraan kami akan bertanding dengan para pendebat sebaik mereka. Perdebatan pertama membicarakan tentang e-book meningkatkan budaya literasi di kalangan siswa. Yang saya suka dari lawan kami adalah bahwa mereka tidak mengambil hak penentuan limitasi dalam kesempatan itu. Akibat yang ditimbulkan adalah perdebatan kami lebih lebar dan menarik. Namun saya sangat puas ketika memberikan interupsi kepada pihak lawan saat menjelaskan bahwa "E-book tidak berasal dari internet, melainkan berasal dari flashdisk dan hard disk." lalu saya bertanya "Dimanakah letak keberadaan e-book sebelum berada pada flashdisk ataupun hard disk yang kita miliki?" dan alhasil, dia yang saya beri pertanyaan terdiam selama lebih dari 10 detik.

Adzan Dzuhur berkumandang, kami menunaikan sholat Dzuhur di masjid terdekat. Tak disangka, ketika kembali ke ruang pertemuan 2 tim dari sekolah kami masuk pada babak 16 besar. Alhamdulillah, rasa senang hadir pada diri kami semua. Perdebatan kedua dimulai dengan mosi tentang TKA diwajibkan mampu berbahasa Indonesia. Terdapat poster Bung Karno didalam ruang kelas tersebut, saya berusaha dengan keras untuk mendapatkan koherensi dari poster tersebut dengan argumen yang akan saya sajikan. Ruang debat dipenuhi gelak tawa yang tertahan saat saya mendapatkan koherensi dari poster tersebut dan argumen saya sebagai pihak afirmasi. Kami dinilai oleh juri yang sama saat pertandingan pertama yang berasal dari SMAN 6 Kota Tasikmalaya. Perdebatan selesai dengan senyuman antara kami sebagai tim afirmasi dan lawan sebagai tim oposisi. Pembicara pertama dari lawan kami yang diketahui namanya adalah Harkat berkata pada saya "Alhamdulillah, ini pertemuan kedua." karena kami telah sempat berbincang dan sedikit berdiskusi pada perlombaan Pentas PAI sekitar satu bulan yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun