Mohon tunggu...
Vian
Vian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Free-path learner

Seorang pelajar, penulis, dan pemikul asa

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Presidensi G20 Indonesia: Membangun Inklusi Pemulihan Ekonomi dan Tantangannya

30 Juli 2022   23:18 Diperbarui: 30 Juli 2022   23:20 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presidensi G20 Indonesia 2022. (Sumber: g20.org)

Bertajuk “Recover Together, Recover Stronger”, Indonesia berusaha menumbuhkan semangat dalam percepatan pemulihan ekonomi dan kesehatan dunia secara inklusif pada forum G20. Tema tersebut juga sekaligus mengisyaratkan bahwa dampak positif dilaksanakannya Presidensi G20 mesti dapat dirasakan oleh semua negara, semua golongan, bahkan semua lapisan masyarakat.

Inklusivitas Ekonomi dan Ketenagakerjaan Wanita

Inklusi perekonomian dapat diartikan bahwa pembangunan ekonomi dapat memperbesar aksesibilitas bagi seluruh masyarakat secara berkeadilan dalam meningkatkan kesejahteraannya, sehingga mengurangi kesenjangan antar kelompok dan wilayah.

Jika ditanya, manakah yang lebih penting antara pertumbuhan ekonomi atau pemerataan ekonomi? Sudah barang tentu sebisa mungkin kita akan menjawab bahwa keduanya sama pentingnya, bahkan perlu berjalan sinergis dan beriringan.

Barangkali, pemikiran seperti itu muncul disertai pertanyaan eksplisit semacam “Apa artinya peningkatan perekonomian, jika hanya dirasakan oleh segelintir golongan?”. Kira-kira begitu alur logika yang kemudian membangun urgensi diperlukannya inklusivitas pembangunan ekonomi.

Pembangunan ekonomi yang inklusif dapat ditandai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dibarengi dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja.

Jika ditinjau dari tingkat penyerapan tenaga kerja, maka sektor informal berperan besar dalam mengatasi pengangguran. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa penduduk yang bekerja di sektor informal masih mendominasi, yaitu sebesar 59,45%.

Sektor informal memiliki persentase pekerja informal wanita lebih besar dibanding dengan laki-laki, yaitu sebesar 63,8%. Penyebabnya adalah pekerjaan pada sektor informal memiliki waktu yang fleksibel dan tidak mempunyai banyak syarat untuk memasukinya.

Namun, dibalik besarnya angka tenaga kerja wanita pada sektor informal, kesejahteraan tenaga kerja wanita di sektor tersebut menjadi masalah lain. Secara keseluruhan, upah rata-rata perempuan lebih rendah 30% ketimbang laki-laki.

Di sisi lain, besarnya upah juga dipengaruhi oleh wilayah, pendidikan, jam kerja, dan lama bekerja.

Berkaitan dengan hal tersebut, Indonesia mengorkestrasi agenda pembahasan pada G20 yang dapat mendorong produktivitas dan mendukung ekonomi dan keuangan inklusif bagi underserved community, yaitu wanita, pemuda, dan UMKM, termasuk aspek lintas batas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun