Mohon tunggu...
Fauzi Wahyu Zamzami
Fauzi Wahyu Zamzami Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia. Tertarik untuk meneliti isu-isu Diplomasi Publik, Nation Branding, dan Komunikasi Global.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Artificial Intelligence sebagai Alat Baru untuk Diplomat

9 Juli 2020   09:36 Diperbarui: 9 Juli 2020   09:44 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Digitalisasi dan perubahan teknologi telah menciptakan dampak penting bagi masyarakat. Selain itu, penyebaran AI lintas batas, dan penggunaan 'dystopian' oleh pemerintah Tiongkok telah menantang promosi nilai-nilai dan kepentingan Barat melalui keterlibatan multilateral, serta perlindungan hak asasi manusia di era perkembangan teknologi eksponensial.

Sebagai contoh, Tiongkok menerapkan sistem peringkat sosial yang dimaksudkan untuk memantau perilaku penduduknya. Sistem memberikan skor kepada warga (Mengenai perilaku mereka) berdasarkan data yang diperoleh melalui kemitraan dengan sektor swasta. Pendekatan Tiongkok menyebar ke Afrika Selatan, Tanzania, dan Ethiopia, sehingga menciptakan masalah dan tren yang tidak lagi terbatas pada batas-batas nasional satu negara.

Melihat kerangka kerja masa depan 'dystopian' di Tiongkok, Lorenz memperkenalkan kotak alat kebijakan luar negeri dan enam komponennya yaitu Diplomasi publik, Keterlibatan bilateral dan multilateral, Kelompok formal dan informal yang dibangun oleh para pakar multilateral di dalam organisasi perjanjian tingkat bawah, Asimilasi pemangku kepentingan dari berbagai daerah, Alokasi sumber daya untuk masyarakat sipil global, dan pengaruh sistem kedutaan untuk kegiatan informasi dan pemantauan.

Dengan mengingat struktur ini, saya mencoba mengangkat poin-poin berikut. Pertama, adanya kemunafikan yang terlibat dalam sistem AI untuk pengawasan. Meskipun fokus utamanya adalah pada sistem penilaian sosial Tiongkok dan implikasinya terhadap hak asasi manusia, banyak teknologi pengawasan yang diuji juga ada di Uni Eropa. Meskipun demikian, manfaat dari teknologi tersebut juga harus dipertimbangkan. Misalnya, ada potensi untuk penggunaan AI dalam membantu mengidentifikasi pelanggaran HAM.

Kedua, strategi AI saat ini didasarkan pada keuntungan ekonomi, mereka terutama dikembangkan di tingkat nasional dan tidak mencakup diskusi internasional yang lebih besar, sehingga, lebih banyak kerja sama internasional harus dipromosikan.

Ketiga, sistem juga merefleksikan fakta bahwa ketika menyangkut AI dan hak asasi manusia, sektor swasta cenderung untuk mematuhi nilai-nilai etika umum daripada mengikat diri pada ketentuan hak asasi manusia yang ada, yang pada akhirnya, akan secara signifikan membatasi tindakan mereka. 

Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk menegaskan kembali pentingnya kerangka hukum yang ada yang melindungi hak asasi manusia, seperti pekerjaan Kelompok Kerja PBB untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia, serta untuk mengambil pendekatan multi-pemangku kepentingan yang akan mencakup perwakilan dari komunitas teknis, sehingga prinsip-prinsip hak asasi manusia dapat ditanamkan dalam teknologi, misalnya privasi berdasarkan desain. 

Praktik diplomatik sebagian besar ditandai oleh pelaporan, urusan konsuler, komunikasi, dan kegiatan negosiasi. Penggunaan AI dalam praktik-praktik tersebut sejatinya masih terbatas.

"Do we still have meaningful human control over AI processes or is meaningful human control just an illusion?"

Saya melihat bahwa penting untuk memperjelas definisi AI yang dirujuk, karena otomasi dan pembelajaran mesin telah meningkat secara substansial dengan perkembangan teknologi terbaru. AI dapat berdampak positif pada pekerjaan diplomat dengan merampingkan dan membuat beberapa fungsi birokrasi lebih efisien misalnya tugas konsuler.

Namun, orang mungkin lebih suka dan mendorong untuk menjaga antara interaksi manusia yang substansial. Pada akhirnya, ini bisa menjadi preferensi generasi, karena generasi yang lebih muda terbiasa berkomunikasi melalui aplikasi daripada secara langsung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun