Mohon tunggu...
Fauzi AF
Fauzi AF Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Independen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rinai di Kota Liege

5 Desember 2022   09:07 Diperbarui: 5 Desember 2022   09:15 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (foto:pixabay)

" Berani mengambil hati orang gagal, berarti berani tepati janji untuk tetap tinggal. "

Istilah ini kerap mengingatkanku pada seseorang yang kutemui di sebuah kedai kopi awal 2016 lalu. Bukan Paris, bukan juga Roma. Tapi Kota Liege, perbatasan antara Jerman dan Belgia.

Kataku ; "Setelah bulan sebelas berlalu akan kusambut dirimu." (sambil menatap kosong halaman di simpang jalan)

Ya, hujan siang itu memang telah membuatku ditakdirkan ngobrol banyak tentangnya.

Suaranya lirih ; "Manusia kan datang lalu pergi. Datang lagi, lalu pergi lagi, datang lagi, kemudian pergi lagi. Seperti rinai dalam bingkai bulan Desember." katanya, sambil terlihat mata yang berkaca-kaca.

Gelas kaca sekalinya jatuh, mudah sekali retak dan pecah, sulit untuk kembali seperti semula. Perumpamaan ini tepat jika mengambarkan pada perempuan yang sudah lulus kuliah di Universitas Liege ini.

Masa silamnya, mengisahkan banyak luka. Ia mungkin sedang berusaha memunguti serpihan-serpihan kaca pecah agar tak berbekas. Tetapi manusia, memanglah yang paling banyak berkeluh-kesah.

"Jika pada akhirnya harus memilih jalan melepaskan, yang perlu kamu tahu, ya, yang perlu kamu tahu, kamu harus sudah mematahkan seluruh hatimu. Karena satu-satunya cara untuk menerima takdir adalah mengikhlaskan." (Aku mengingatkannya)

Aku mengenalinya memang dengan hati, memilihnya bukan karena suka, bukan juga dengan mata. Kupilih dengan kekurangan.

Seperti katanya yang masih kuingat ; "Masuk saja kalau mau. Tempatnya sudah tidak berpenghuni. Tapi tolong pakai alas kaki, soalnya kemarin sudah ada yang mecahin kaca."

Kuperjelas lagi, sedekat apapun, pada dasarnya kita mesti ada jarak. Karena aku paham tentangnya. Masih tidak baik-baik saja dengan masalalunya.

Kataku ; "Tak ada waktu untuk memikirkan siapa yang benar atau siapa yang salah. Akan aku perjuangkan jika kamu benar-benar ikhlas dan peduli."

Dua jam memang tak terasa. Hujan reda saat itu membuat kisah terpatah-patah dan masih belum lengkap. "Aku butuh hujan." (gumamku dalam hati, saat tidak ingin pulang dan ingin lebih lama ngobrol tentangnya)

Aku tahu seberapa lelahnya berjalan kaki menuju kota Liege, perbatasan antara Jerman-Belgia, tapi aku tak pernah menghitungnya. Kutahu, perjalanan itu dinamis, jika ditakdirkan bertemu, pasti bertemu.

Kamar, 2 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun