Mohon tunggu...
Fauzan Ramadhan (Fram Han)
Fauzan Ramadhan (Fram Han) Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku, Content Writer, dan Blogger

I am a book author, content writer, and storyteller. I help you expand your knowledge about Socio-Culture, Life and Personal Development.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggali Keterlibatan Bandit, Pelacur, dan Seniman dalam Revolusi Fisik di Jawa Timur Tahun 1945-1950

9 November 2020   19:38 Diperbarui: 9 November 2020   20:02 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah ulasan Artikel karya Ari Sapto, berjudul "Keterlibatan Bandit, Pelacur dan Seniman dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur (1945-1950)" dalam Jurnal SEJARAH DAN BUDAYA, volume ke-12, nomor 2, tahun 2018.

Bandit, pelacur dan seniman merupakan kelompok sosial yang kerap luput dari perhatian sejarawan. Itulah ungkapan Ari Sapto untuk membuka artikel ini. Menurutnya Bandit, pelacur, dan seniman jarang menjadi obyek penelitian dikarenakan posisi sosial mereka yang bukan elit.

Maka dari itu, seiring perkembangan ilmu sejarah yang mengarah pada demokratisasi, membuat semua kelompok sosial dipandang memiliki peluang yang sama untuk ditulis sejarahnya.

Pada periode perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yang dikenal sebagai Revolusi Nasional Indonesia atau Revolusi Fisik merupakan sebuah fenomena sejarah yang cukup rumit.

Menurut penulis artikel ini, Revolusi Nasional Indonesia sebagai sebuah proses merupakan bentuk interaksi faktor-faktor internal dan eksternal. Ia sejalan dengan pandangan Kartodirjo (1981: 4) yang mengungkapkan bahwa Revolusi indonesia adalah proses politik yang terus-menerus dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, sehingga bentuk dan arahnya ditentukan olehnya.

Faktor-faktor yang dimaksud yaitu seperti: faktor eksternal berupa konstelasi atau diplomasi internasional, sedangkan faktor internal yaitu interaksi antara golongan-golongan. Dimensi internal revolusi ini adalah interaksi antar kekuatan dan kepentingan di Indonesia. Kekuatan yang menonjol direpresentasikan dengan keberadaan partai-partai politik, badan-badan perjuangan, dan militer.

Di Jawa Timur, golongan militer memanfaatkan kekuatan kelompok kriminal yang dalam kehidupannya akrab dengan kekerasan serta keberadaannya kurang disenangi. Namun demikian, dalam beberapa hal dibutuhkan pihak-pihak tertentu. Keberanian dan keahlian dalam dunia kekerasan sangan membantu dalam strategi perang gerilya.

Melalui alat paksaan biasanya para pelaku kriminal ini menjadi pelayan bagi siapa saja yang dapat memberikan upah bagi mereka. Mereka juga mempunyai relasi dan jaringan yang sangat banyak sehingga mudah mengetahui apa yang terjadi di daerah tertentu.

Kelompok lain yang juga dipandang buruk oleh masyarakat adalah para pelacur, yang sebenarnya sudah marak sejak pendudukan Jepang. Saat itu banyak wanita dipaksa menyediakan jasa seksual bagi militer Jepang.

Pasca kemerdekaan jumlah mereka berlipat ganda, dan pada periode Revolusi Nasional Indonesia, para pelacur ini rupanya mempunyai kontribusi dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Satu kelompok lagi yang juga menjadi fokus pembahasan Ari Sapto adalah mengenai keterlibatan para seniman ketika terjadi perang. Para seniman berkontribusi menggunakan cara unik, yang khas sesuai dengan keahliannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun