Mohon tunggu...
M Fauzan Ramadhan
M Fauzan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas airlangga

Memiliki ketertarikan di bidang kesehatan, public speaking, dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kesadaran Kesehatan Mental dan Perilaku Self Diagnose pada Era Generasi Z

6 Juli 2022   16:10 Diperbarui: 6 Juli 2022   16:36 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala  depresi  dan  kecemasan  untuk  usia  15  tahun  ke  atas  mencapai  sekitar  6,1 persen dan menurut ahli suiciodologist 4.2 persen siswa di Indonesia pernah berpikir bunuh diri.

Generasi Z merupakan generasi yang lahir antara kisaran tahun 1995 hingga 2010. Berkembangnya teknologi membuat generasi ini dapat dengan mudah mengakses informasi melalui internet. Tak hanya mahir dalam menggunakan internet, Generasi z atau yang akrab disebut dengan Gen Z merupakan generasi yang telah semakin sadar akan pentingnya kesehatan mental dibandingkan generasi generasi sebelumnya. bahkan, terdapat beberapa kata yang populer di masyarakat saat ini mengenai kesehatan mental,  contohnya yaitu healing, burnout, anxiety, dan lain lain.

Generasi Z yang memiliki kesadaran lebih tinggi terhadap kesadaran mental dapat membantu meningkatnya kesadaran kesehatan mental di masyarakat. Penyebab dari tingginya kesadaran kesehatan mental dapat ditimbulkan dari mudahnya mengakses informasi dan lebih terbukanya Generasi Z dalam bersosialisasi. Namun dengan adanya kesadaran dalam kesehatan mental, tidak dibenarkan untuk semata mata mendiagnosa suatu penyakit tanpa bantuan dari seorang ahli. Perlu adanya pendampingan dari seorang ahli agar masalah yang dihadapi dapat terarah dan terspesifik menjadi satu masalah inti. Kesalahan dalam mendiagnosis penyakit pada diri sendiri tidak hanya akan berpengaruh pada mental, tetapi fisik seseorang.

Untuk mencari tahu penyakit yang kita alami, kita dapat pergi ke dokter untuk memeriksakan gejala yang dialami. Setelah memberikan diagnosis, seorang dokter akan memberitahu mengenai terapi apa atau pemberian obat apa yang dilakukan untuk menyembuhkan penyakitnya. Apabila pasien belum puas terhadap informasi yang diberikan, pasien berhak meminta second opinion pada dokter lain. Seperti yang tercantum dalam Undang Undang no. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 32 poin h : “Setiap pasien memiliki hak: meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit.”

Saat ini, terdapat beberapa permasalahan yang terjadi di masyarakat terutama kalangan muda. Beberapa anak muda terkadang meninggalkan kesulitannya dengan dalih kesehatan mental. Hal ini tentunya tidak akan berdampak begitu besar apabila tidak terjadi secara terus menerus. Kesalahan fatal yang dapat terjadi akibat hal tersebut adalah ketika anak anak mulai menganggap bahwa menggunakan dalih kesehatan mental adalah hal yang wajar dan berpikir mereka memiliki penyakit mental, tetapi pada nyatanya tidak. Hal ini dapat berlanjut pada kerusakan kepribadian dan meningkatnya angka kematian bunuh diri.

Pamor dari penyakit mental sendiri tidak rendah di kalangan muda, Beberapa anak muda bahkan menganggap diri mereka spesial apabila memiliki penyakit mental. Salah satu penyakit mental yang terkenal yaitu OCD (Obsessive-Compulsive Disorder). Meskipun OCD merupakan penyakit mental, hal ini tidak memberhentikan orang orang yang dengan percaya diri mengatakan bahwa mereka memiliki OCD tanpa verifikasi ahli. Hal tersebut bisa saja merupakan diagnosa diri sendiri dengan melihat kesamaan dengan gejala OCD di internet. Beberapa contoh dari kasus self-diagnose yang sering terjadi seperti, mengaku memiliki OCD ketika melihat hal yang kotor atau tidak rapi, mengaku memiliki depresi ketika sedang tidak semangat atau ketika lelah mengerjakan tugas, mengaku mengidap bipolar ketika merasa moodnya sering berubah, dan lain lain.

Tidak hanya self diagnose yang terjadi, dengan sifat terbuka dari generasi z, tidak menutup kemungkinan bahwa kalangan muda cenderung mencurahkan keluh kesahnya di sosial media. Bahkan keluh kesah mengenai penyakit mental yang diketahui melalui cara self diagnose diunggah di sosial media mereka yang bertujuan untuk mendapatkan atensi dari masyarakat umum. Untuk mendapatkan atensi tersebut terkadang juga membuat kesan berlebihan agar mendapatkan lebih banyak perhatian yang dibutuhkan. Tidak hanya tidak pergi ke ahli yang dapat membantu mengatasi permasalahan tersebut, tetapi juga mencari pembenaran dan perhatian dari masyarakat umum. Hal ini perlu kita sikapi dengan serius. Sebab tak hanya akan merusak suatu individu, tetapi juga dapat memicu sebuah trend di masyarakat.

Sebagai generasi muda yang dapat mengenal teknologi, kita sebaiknya dapat memanfaatkan teknologi-teknologi yang telah tersedia dan tidak melakukan self diagnose apabila menemui sebuah gejala. hal tersebut tidak bertujuan untuk menghiraukan gejala tersebut, tetapi alangkah baiknya mendapatkan pertolongan yang lebih ahli mengenai situasi dan kondisi yang dialami. 

Pertolongan ahli tersebut juga bermanfaat untuk membuat sebuah pendampingan bagi anak dalam menjalani masa transisi menuju dewasa. Sebagai orang tua juga perlu adanya atensi khusus pada anak agar anak merasa dihargai dan bisa menceritakan keluh kesah yang selama ini ia alami. Kita sebagai generasi muda harus lebih pandai dalam melihat situasi. Tidak merendahkan orang yang mencari atensi melalui penyakit mental dan tidak merendahkan akan pentingnya dari kesadaran kesehatan mental, serta merangkul saudara saudara yang sedang berjuang untuk berdamai dengan dirinya untuk menjadi lebih baik. Hal ini tentunya juga tidak berlaku di satu generasi dan tidak menggeneralisasikan generasi tertentu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun