Mohon tunggu...
Ahmad Fauzan
Ahmad Fauzan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Diam Tertindas atau Bangkit Melawan

Bila yakin, berusaha dan mencoba tak ada yang tak mungkin.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bertutur Kata Cerminan Kepribadian

18 September 2019   02:29 Diperbarui: 18 September 2019   15:09 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupan beragama apalagi islam kita diajarkan bertutur kata dan berucap baik, apalagi bertutur kata sampai menyinggung perasaan orang lain terlebih lagi sekelompok orang. 

Lisan manusia memang kecil bentuknya namun sangat besar bahayanya. Mulutmu harimaumu kata yang tak asing ditelinga kita artinya apa, segala bentuk perkataan yang terlanjur kita ucapkan akan merugikan diri sendiri lebih-lebih tidak kita pikirkan terlebih dahulu.

Wajarlah jika Ibnu Katsir mendefinisikan lisan sebagai "Sesuatu yang dipergunakan manusia untuk mengungkapkan apa yang tersimpan dalam hatinya". Sejalan dengan Ibnu Katsir, Yahya bin Muadz memberikan ungkapan yang lebih jelas dan menarik tentang lisan . Katanya, "Hati itu laksana periuk, dan lisan adalah alat ciduknya. 

Maka lihatlah seseorang jika sedang berbicara. Pada saat itu lisannya seperti sedang menciduki apa-apa yang terdapat di dalam hatinya. Dia bisa manis atau kecut, bisa tawar atau asin. Dan bisa menjelaskan kepadamu tentang keadaan hati orang itu adalah hasil cidukannya atau ungkapan Iisannya".

Lisan manusia tidak hanya merugikan diri sendiri tapi ucapan merobohkan rumah tangga yang tadinya hormonis menjadi kacau. Bahkan negara yang semula tenteran, aman, damai dan sejahtera bisa mengalami kehancuran, merusak tatanan norma, hubungan kekeluargaan bahkan mengakibatkan pertumpahan darah dengan adanya ucapan yang kita lontarkan. Na'udzu billahi min dzalik.

Mari belajar dari kesalahan yang dilakukan "Rian" Mahasiswa Perbankan Syariah FEBI IAIN Bengkulu yang mengakibatkan ketersinggungan, apalagi yang beliau sentil bukankan individual tapi sekelompok orang atau lebih dikenal dengan organisasi.

dokpri
dokpri
Percakapan diatas bisa kita ambil pelajarannya bahwa hal sekecil apapun itu ketika menyingnggung dan membawa-bawa orang lain apalagi organisasi maka bersiap-siap menanggung resikonya. 

Ya sentilan diataslah membawa beliau berhadadapan dengan para kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), karna para kader PMII tak terima dengan sentilan itu. Karna tak tak selayaknya kita menyinggung dan menyentil rumah orang lain, karna rumah kita belum tentu lebih bersih elok nan nyaman dari rumah tetangga kita. Mari saling megintrospensi rumah masing-masing. Berhubung di PMII selalu diajarkan untuk Tabayyun, hal hasil kedua belah pihak saling memaafkan dan memang begitulah seharusnya, bisa ditonton dibawah ini. https://www.youtube.com/watch?v=mo6LIHU_R7w 


Dari "Sentilan" itu, maka tak mengherankan jika Allah memerintahkan kita untuk selalu mensyukuri nikmat-Nya yang berupa lisan. Bukankah Kami telah memberikan kepada manusia dua mata, satu lidah dan sepasang bibir? QS. al-Balad 8-9 Dengan lisan setiap orang dapat mengucapkan syahadat, sesuatu yang paling disukai Allah. Dengan lisan pula kita bershalawat, sesuatu yang juga disukai Allah.

Baca Juga: http://www.laduni.id/post/read/64596/hadist-tentang-bertutur-kata-yang-baik.html 

Itu pula sebabnya Nabi Musa, lantaran lidahnya yang cacat, selalu memohon kepada Allah dengan doanya yang amat populer di kalangan masyarakat Islam sampai kini "Lepaskan kekakuan lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku QS. Thaha 27-28 Beliau pun lalu memohon kepada Allah: Saudaraku Hat-un lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan perkataanku QS. al-Qashash 34. Disisi lain Allah dan Rasul-Nya pun memperingatkan kita agar waspada dan sangat berhati-hati terhadap lisan. Surat al Hujurat kita memperoleh peringatan yang berharga, bahwa lisanlah yang menjadi sumber, pangkal dan alat dad segala penyakit seperti ghibah (memperbincangkan keburukan orang), tanabuz (menjuluki orang dengan gelar yang buruk), tafakhur (saling membanggakan diri), syukhriyyah (mengolok-olok), tajassus (mencari kesalahan orang lain), dan syuudhdhan (berburuk sangka).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun