Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody. But, I am An Enthusiast in learning of anything.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Mistifikasi Negara dan Krisis Akuntabilitas: Menagih Janji yang Tak Terlihat

1 Mei 2025   11:42 Diperbarui: 2 Mei 2025   10:14 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | KOMPAS/HERYUNANTO

Mistifikasi Negara yang Masih Subur

Di negeri ini, masih banyak yang percaya bahwa negara adalah sosok yang maha tahu dan maha urus. Seolah-olah, sepanjang kita bayar pajak, ikut pemilu, dan patuh pada hukum, maka negara akan otomatis mengurus semua urusan kita. Tidak usah ribut, tidak usah protes, tidak usah bertanya---cukup percaya saja, katanya. Tapi benarkah demikian?

Pernyataan akademisi UGM, Zainal Arifin Mochtar, membongkar ilusi ini dengan tegas dan lantang. Dalam sebuah cuplikan video yang diunggah oleh akun Instagram @olenkanews, ia menyampaikan kritik tajam terhadap cara pandang mistis terhadap negara:

"Jadi jangan anda pikirkan negara itu, negara ini pasti baik, tidak perlu dicurigai, enggak. Pokoknya percaya aja lah, negara pasti ngurusin kalian, saya bilang omong kosong. Negara tidak bisa dipercaya dengan begitu lagi sekarang."

Ia melanjutkan dengan penekanan bahwa negara tidak bisa terus diselimuti dengan narasi besar dan harapan kosong:

"Negara itu harus dibangun dengan transparansi dan akuntabilitas, bukan dengan mistifikasi. Mistifikasi itu dengan janji-janji gitu, pokoknya sabar aja nanti kita urus, enggak bisa. Publik itu harus melihat, intangible, bisa dilihat apa yang dilakukan. Jadi anda enggak bisa mengukur dengan janji-janji gitu, anda tidak bisa mengukur dengan pidato, anda tidak bisa mengukur dengan omon-omon, anda enggak bisa mengukur dengan janji kampanye, enggak bisa pada akhirnya."

Kritik tersebut menyentil nadi persoalan utama: banyak orang masih menganggap bahwa negara cukup hadir lewat simbol dan suara megafon. Padahal, negara yang sehat bukan dibangun di atas retorika, melainkan atas transparansi, sistem, dan kerja nyata yang bisa dilihat dan dievaluasi.

Zainal Arifin Mochtar. Foto: Instagram/zainalarifinmochtar via olenka.id
Zainal Arifin Mochtar. Foto: Instagram/zainalarifinmochtar via olenka.id

Mistifikasi negara---yakni anggapan bahwa negara adalah entitas sakral yang tak boleh dipertanyakan---masih tumbuh subur, bahkan di era digital. Ketika rakyat menuntut kejelasan, jawaban yang datang justru berbentuk jargon: "Sedang diproses," "Akan kami evaluasi," atau yang paling legendaris, "Dalam waktu dekat." Retorika semacam ini mengaburkan batas antara pelayanan dan pembodohan.

Potongan pernyataan Zainal Arifin Mochtar bukan sekadar kritik, tapi juga ajakan reflektif: negara harus kembali bisa dilihat dan ditagih. Dan rakyat, sebagai pemilik kedaulatan, harus berani bertanya---tanpa takut disebut pembangkang.

Janji Bukan Bukti -- Realitas Akuntabilitas yang Runtuh

Di negeri yang penuh pidato namun miskin laporan ini, janji kerap jadi alat manajemen krisis. Ketika terjadi kebakaran, banjir, atau kelangkaan bahan pokok, pejabat akan turun lapangan---dengan rompi dan mikrofon. Kamera berputar, janji ditebar. Tapi setelah itu? Sunyi. Yang tinggal hanya reruntuhan harapan dan arsip berita di halaman ketiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun