Pendahuluan
Bayangkan sedang asyik minum kopi sambil scroll berita pagi, tiba-tiba muncul headline: "Revisi UU TNI: Militer Bisa Isi Jabatan Sipil dan Urus Narkoba." Sontak, kopi bisa jadi lebih pahit dari biasanya. Apakah ini pertanda kembalinya dwifungsi ABRI? Atau justru strategi pertahanan yang adaptif di tengah ancaman baru?
Sebagai mahasiswa Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia, saya melihat isu revisi UU TNI ini bukan hanya tentang pasal-pasal dalam dokumen hukum. Ini tentang keseimbangan supremasi sipil, profesionalisme militer, dan ketahanan nasional dalam sistem demokrasi Indonesia.
Mengapa RUU TNI Penting untuk Dikaji?
Dalam diskusi akademik, RUU ini menjadi sorotan karena beberapa alasan:
Dampak terhadap ketahanan nasional -- Apakah perubahan dalam RUU TNI memperkuat pertahanan negara atau malah membuka potensi instabilitas? Jika TNI semakin masuk ke ranah sipil, apakah tidak ada potensi konflik kepentingan?
Keseimbangan sipil-militer -- Dalam demokrasi, militer biasanya di bawah kendali sipil. Jika aturan ini dilonggarkan, bisa-bisa nanti kita melihat jenderal aktif jadi menteri kelautan atau kepala BPOM.
Implikasi terhadap supremasi sipil -- Apakah revisi ini memperkuat atau justru melemahkan prinsip kontrol sipil atas militer yang selama ini dijaga pasca-Reformasi?
Perbandingan internasional -- Di negara-negara demokratis maju seperti Amerika Serikat atau Jerman, militer dibatasi ketat dalam urusan sipil. Apakah Indonesia perlu mengikuti tren ini atau mengambil jalur sendiri?
Fokus Tulisan