Pendahuluan: Nasib di Tangan Kita?
Pernah nggak merasa kalau nasib itu mirip tukang parkir? Kita yang nyetir, kita yang bayar pajak, kita yang beli bensin, tapi dia yang nentuin di mana kita boleh berhenti. Kadang dapet tempat strategis di depan pintu masuk, kadang malah mentok di pojokan sambil kena hujan.
Atau mungkin lebih mirip algoritma media sosial? Kita scroll TikTok atau Instagram, lalu tiba-tiba isi FYP kita penuh hal yang mirip dengan yang baru kita pikirkan. Nah, katanya sih, nasib juga begitu. Apa yang kita rasakan dan pikirkan akan membentuk pengalaman yang datang ke hidup kita.
Kenapa Perasaan Itu Kunci Utama?
Banyak orang berpikir bahwa nasib itu sudah ditakdirkan dan kita hanya bisa pasrah. Tapi kalau kita lihat lebih dalam, sebenarnya ada pola yang bisa dipahami.
Dalam psikologi, teori Cognitive-Behavioral dari Aaron T. Beck dan Albert Ellis menjelaskan bahwa pikiran yang dipengaruhi perasaan akan membentuk keyakinan seseorang, yang kemudian berdampak pada tindakan dan kebiasaan. (Beck, Cognitive Therapy: Basics and Beyond, 2011).
Selain itu, Carol S. Dweck dalam penelitiannya tentang Growth Mindset (Stanford University, 2015) menunjukkan bahwa orang yang memiliki pola pikir positif dan terbuka terhadap perubahan cenderung membentuk kebiasaan yang lebih konstruktif, yang pada akhirnya memengaruhi kesuksesan dan kehidupan mereka.
Dari sini muncul pertanyaan besar:
Kalau perasaan kita lebih sering negatif---takut, khawatir, atau pesimis---apakah itu berarti nasib kita juga akan cenderung suram?
Sebaliknya, kalau kita bisa menjaga perasaan yang lebih positif---syukur, percaya diri, dan optimisme---apakah itu bisa mengubah takdir kita?
Dari Perspektif Spiritual dan Ilmiah
Konsep ini ternyata bukan sekadar motivasi kosong. Dalam Islam, hati (qalb) dianggap sebagai pusat kendali kehidupan. Nabi Muhammad bersabda:
"Ketahuilah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati."Â (HR. Bukhari & Muslim)
Dalam dunia psikologi, penelitian yang dilakukan oleh Daniel Goleman (1995) dalam bukunya Emotional Intelligence menunjukkan bahwa kecerdasan emosional (emotional intelligence) memainkan peran penting dalam kesuksesan seseorang, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Goleman menjelaskan bahwa kecerdasan emosional mencakup kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri sendiri serta orang lain, yang merupakan faktor kunci dalam membangun hubungan yang efektif, mengambil keputusan yang baik, dan mencapai tujuan.
Di artikel ini, kita akan membahas lebih dalam bagaimana perasaan membentuk pikiran, pikiran membentuk tindakan, tindakan membentuk kebiasaan, kebiasaan membentuk karakter, dan akhirnya... karakter menentukan nasib. Dengan kata lain: