Mohon tunggu...
Fatur Rafael Mobaydius
Fatur Rafael Mobaydius Mohon Tunggu... profesional -

Fatur hanyalah hamba Tuhan yang ingin bisa memberi manfaat pada sesama..

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dan Rasulullah Saaw Pun Menangis

22 September 2012   11:52 Diperbarui: 17 September 2016   14:13 2294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Catatan ini saya persembahkan untuk mereka yang pernah di rundung kepedihan dan kesedihan akibat kehilangan anak tercinta. Bagi anda yang pernah mengalami kehilangan orang tua dan anak, tentu bisa merasakan beratnya duka perpisahan dengan anak tercinta lebih memedihkan dari berpisah dengan orang tua yang terkasih. Kebetulan saya pribadi pernah merasakan keduanya, kehilangan orang tua dan juga kehilangan anak.

Dalam kasus kehilangan orang tua, meskipun langit seolah runtuh, bumi seakan bergetar dan seluruh mayapada terasa gelap gulita, tetapi saya masih bisa bertahan dan memantapkan hati untuk tidak menangis sedikitpun. Tetapi ketika perpisahan terjadi dengan sang anak, apalagi anak itu meninggalkanku demikian cepat dan umurnya pun belum genap satu malam.
Dalam sajak kepedihanku saya lirih 'bertanya' pada Tuhan, apa guna ini semua? Kau tempatkan anakku dalam rahim istriku 11 bulan, tapi setelah lahir Kau ambil kembali? Kenapa tidak Kau gugurkan saja janin itu ketika belum lahir kedunia? Atau kenapa tidak Kau taqdirkan sesuatu yang lain dalam perut istriku? Begitulah kata-kata kegetiran itu mengalir dari hatiku sederas air mata yang tiada kunjung berhenti.

Berbeda dengan mereka yang tidak atau belum pernah kehilangan anak, dengan enteng mengatakan: sabar, anak itu akan menjadi celengan di akhirat nanti, padahal ketika di antara mereka ada yang saya tanya, maukah anakmu juga di jadikan celengan di akhirat menemani anakku? Mereka menggeleng, dan bisa jadi ketika mereka kehilangan anak yang akan menjadi celengan bagi mereka, justru mereka akan meraung dan menangis tiada henti dalam kepedihan yang tiada tepermanai melebihi apa yang terjadi pada diri saya.

Bahkan di antara mereka ada yang melarang saya menangisi kepergian anakku, apalagi ketika ada yang tahu bahwa ada air mataku yang menetes di jasad anakku mereka berkata: air mata itu akan membuat anakku tersiksa.

Rupanya mereka memahami Islam demikian kaku, keras dan tidak ada celah sedikitpun untuk boleh menangis dan bersedih, sehingga ada pemahaman ketika kita menangisi orang mati maka tangisan itu akanmenyiksa orang yang mati itu.

Padahal demi Tuhan, Rasulullah Saaw yang jiwanya tegar melebihi batu karang, kokoh pendiriannya melebihi kokohnya gunung-gunung dan kesabarannya melebihi segala makhluq Tuhan, beliau juga menangis dan sedih ketika kehilangan ibunya, dan kesedihan itu bahkan beliau bawa sehingga beliau beranjak tua. Setiap kali ingatan tentang ibunya melintas, keharuan akan menyelimuti hatinya dan Rasulullah pun menangis.

Di kisahkan bahwa setelah lebih empat puluh tahun ibunya meninggal, Rasulullah di landa kerinduan yang amat dalam, sehingga beliau meminta izin pada Tuhan untuk berziarah ke makam ibunya, di sanalah Rasulullah Saaw yang suci menumpahkan air mata, sehingga para sahabatpun ikut menangis bersamanya.

Kisah kesedihan yang lain yang juga membuat air mata Rasulullah mengalir deras adalah pada saat Ibrahim putranya tercinta meninggalkan dunia yang fana ini. Dalam keadaan sakit, Rasulullah membopong tubuh Ibrahim yang nampak tidak ada lagi tanda kehidupan, air mata Rasulullah menetes membasahi pipi melihat putranya berjuang menghadapi sakaratul maut. Beliau terus pandangi putranya seraya menahan isak tangis. Namun, kesedihan itu tak tertahankan,Rasulullah menangis di ikuti oleh yang hadir di sana, Fathimah az-Zahra As, Mariah ibu dar iIbrahim, Shiren dan semua yang hadir tenggelam dalam derai air mata.

Ketika Abdurrahman bin Auf datang dan bertanya: engkau menangis wahai Rasulullah? Rasul menjawab: sesungguhnya ini merupakan rahmat Allah. Mata menangis dan hati berduka, dan kita hanya mengatakanapa-apa yang di ridhai Tuhan.

Pada saat kematian Ibrahim terdengar di penjuru kota Madinah, tidak hanya Rasulullah yang menangis, tetapi bahkan segala penduduk di penjuru kota Madinahpun ikut menangis.

Cerita kepedihan yang lain tentang perpisahan dengan anak tercinta juga datang dari seorang Nabi Ya'qub As, ketika beliau kehilangan Yusuf As, sepanjang kepergian Yusuf beliau tiada henti menangis sampai membuat mata beliau buta, padahal ketika itu Yusuf bukan pergi untuk selamanya. Ya'qub As pada akhirnya bertemu kembali dengan anaknya terkasih, demikianlah Ya'qub, kisahnya tentang dirinya dan keluarganya adalah 'ahsan al-qashas' atau kisah terbaik yang di ceritakan al-Quran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun