Mohon tunggu...
fatrisia
fatrisia Mohon Tunggu... menulis untuk kenangan

Kita ga bisa jadi matahari pagi buat orang yang bangunnya siang~

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerita Mini: Segelas Kopi dan Salam Kenal

28 April 2025   23:37 Diperbarui: 30 April 2025   00:59 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ini kesekian kalinya kau mendatangi warung itu. Bangunan kecil serupa tempat makan biasa yang didirikan dengan triplek bercat hijau mencolok. Warung itu sudah lama berdiri, hanya catnya saja yang baru berusia tiga bulan. Kau tahu itu sebab sudah menjadi pelanggan setia dari beberapa bulan yang lalu.

Di dalamnya agak pengap dan panas. Kipas yang menempel di dinding berputar, tapi bahkan tak menjangkaumu yang kegerahan. Meski begitu kau tetap memesan segelas kopi hitam.

Jeansmu yang longgar dengan warna memudar bergerak mengikuti irama kakimu yang tidak bisa diam. Sesekali kau menatap jalanan sembari mengembuskan asap cerutu yang hampir mendekati puntungnya.

Kopimu telah datang. Sekilas tidak kau temukan aura pekat di cangkir transparan itu. Sepertinya takaran bubuk kopinya kurang, bisa kau tahu hanya dengan melihatnya. Apa mungkin si gadis penjual itu salah mengantar pesanan? Harusnya dia tahu bahwa kau langganan dengan kopi hitam yang pekat.

Segera kau memanggil gadis itu yang baru akan kembali ke dapur. Ia menghampiri dengan senyum malu-malu. Entahlah, kau juga tidak yakin.

Kau belum berkata barang sepatah, tetapi gadis itu sudah lebih dulu meminta maaf atas kesalahannya dan segera kembali ke dapur bersama gelas kopi tadi.

Kau masih tak habis pikir, kembali mengisap cerutu lebih dalam dan mengembuskan asapnya begitu saja. Tak lama kopimu datang lagi. Kali ini dengan secarik kertas di samping gelas itu. Alismu bertaut bingung.

[Hai. Akhirnya kamu ga cuma asik di kopi saja. Salam kenal ya, aku Devi.]

Kau meletakkan sisa cerutu di asbak lantas berpindah menatap lagi kertas yang dirobek asal itu. Apakah ini sejenis rasa suka? Di antara penatnya hidup, kau malah menemukan seseorang yang tertarik pada dirimu yang biasa saja. Sebenarnya teori cinta yang benar itu seperti apa?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun