Mohon tunggu...
fatma ariyanti
fatma ariyanti Mohon Tunggu... Buruh - Citizen

Point of view orang ke-3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meromantisasi Kemiskinan ala Indra Kenz

5 Mei 2023   15:24 Diperbarui: 5 Mei 2023   15:57 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Memelihara malas demi keberlangsungan hidup" Mungkin ini adalah prinsip hidup saya setelah tahu bahwa miskin itu ternyata privilege.

Sebenarnya saya agak kesal, ya bukan 'agak' si, tapi saya urungkan karena mungkin si Indra ini tidak pernah miskin atau 'merasa' miskin. Jadi dia tidak paham apa itu terminologi 'miskin' di kamus besar Bahasa Indonesia. Saya merasa bahwa dia telah mencemari deskripsi dari kata 'privilege' di kamus Bahasa Inggris.

Benar-benar tidak habis pikir, itu motivasinya dari mana, ide gila konyol itu dari mana? Apakah itu ide yang datang saat dia pup di kamar mandi, kemudian merealisasikannya menjadi ladang bisnis yang baru, yaitu merambah ke dunia penerbitan? 

Dan ingin dikenal dengan sebutan 'penulis beken inspiratif'? Ya saya pikir itu adalah motivasinya. Dirinya dicecar sana-sini, berarti sudah siap dengan semua opini jelek tentang bukunya, karena toh tujuannya bukan kebermanfaatan dari buku itu sendiri, melainkan demi membesarkan namanya. Citra yang baru, yang terkesan romantis seperti superhero kesiangan yang datang setelah perang berakhir. Prok prok prok! Saya ingin bertepuk tangan sembari tersenyum lebar seperti emoticon di whatsapp.

Saya tidak membaca bukunya, namun menurut postingannya di sosmed dan juga beberapa di artikel menyebutkan, Indra menulis bahwa orang yang terlahir kaya tekanannya jauh lebih besar ketimbang orang yang terlahir miskin. Dia mengatakan bahwa lelang bukunya untuk donasi kemanusiaan, tapi bukunya sendiri itu diluar nalar dari kondisi kemanusiaan banyak orang. Saya baru tahu kalau Indra Kenz ternyata tipe yang meromantisasi kemiskinan, entah darimana sumber inspirasi, motivasi dan gebrakan barunya itu.

Selama saya hidup, saya sudah membaca banyak buku. Mulai dari buku usang di perpustakaan sudut desa, buku lama di perpustakaan sekolah yang penuh kotoran cicak, atau buku rongsokan yang dijual pemulung. Saya berani mengatakan bahwa tidak ada satupun buku yang saya temui dan saya baca, tidak bermanfaat. Kalau tidak sesuai dengan hobi saya, tentu banyak. Tetapi tidak ada buku yang tidak berguna.

Namun tahun 2022 lalu, saya seperti masuk ke lubang black hole yang menyeramkan setelah baca judul buku milik Indra Kenz. Saya bertanya-tanya itu target pasarnya untuk siapa? Apakah untuk orang miskin atau untuk orang kaya sepertinya? Mind blowing sekali. Yang pasti yang bikin saya penasaran, itu ide muncul pas dia lagi ngapain? Yang pup di toilet tadi cuma bercanda saja, soalnya biasanya kan dapat ide cemerlang di kamar mandi saat mandi atau buang air besar gitu ya. Mungkin saja si Indra ini juga sama.

Saya tidak membacanya jadi saya tidak me-review isinya. Opini ini tidak menjelekkan Indra Kenz. Cuma penasaran saja si beliau ini dapat ide pas lagi ngapain. Mungkin saja saat berkumpul dengan teman-temannya yang sama kayanya. Makanya dia meromantisasi kemiskinan sebegitunya. Dia tidak pernah miskin, jadi mungkin ingin terlahir miskin. Mungkin buku tersebut adalah cita-cita dari alam bawah sadarnya yang terpendam. Mungkin ya....

Sangat disayangkan karena bukunya seperti makin menyudutkan orang miskin. Sudah sedih-galau-frustasi gak punya duit buat makan hari ini, eh liat buku ini mendadak jadi mikir, "Apakah orang miskin juga gak boleh ngeluh? Apakah menderitanya orang miskin begitu romantis dan estetik?" Saya jadi sedih memikirkannya.

Bahkan dibahas juga di laman VOI. Silahkan dibaca di sini. Terlahir Miskin Itu Privilege: Narasi Konyol Indra Kenz yang Seperti Tak Paham Masalah Kemiskinan Struktural

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun