Mohon tunggu...
fatma ariyanti
fatma ariyanti Mohon Tunggu... Buruh - Citizen

Point of view orang ke-3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berbohong Lebih Susah daripada Jujur

29 Juni 2022   14:41 Diperbarui: 29 Juni 2022   15:21 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berapakah intensitas anda berbohong dalam sehari?
Ditanya kabar, bilangnya baik-baik saja padahal tidak.
Ditanya bahagia atau tidak, jawabnya iya-iya aja padahal tidak.
Ditanya sudah sarapan, mengangguk, padahal belum.

Di dunia yang penuh dengan pressure dan membuat mental kita lelah ini, tanpa sadar kita sering berbohong, berbohong pada orang lain bahkan kepada diri sendiri. Karena kita ingin membohongi diri sendiri, makanya jadi lihai berbohong di depan orang lain. 

Apakah anda percaya kalau ada kebohongan yang baik? Apa anda percaya dengan kata-kata 'berbohong untuk kebaikan?' entahlah saya sendiri kadang percaya itu, namun ketika mengingat bahwa itu bukanlah akhlak terpuji saya jadi ragu.

Di artikel ini saya ingin membahas mengenai alasan mengapa berbohong sebenarnya lebih susah dari pada jujur. Orang yang sering tampil di muka umum biasanya lihai dalam berbohong, seperti public speaker, orang yang profesinya memerlukan akting, seperti aktor, idol, selebriti, publik figure termasuk para pejabat.

Orang biasa hanya berbohong di mulut tapi tidak ekspresi dan gesture mereka. karena itu mereka tidak bisa menyembunyikan kebohongan 100% . namun beberapa orang memang sangat lihai mengontrol seluruh gesture dan ekspresi wajah mereka. Dan bisa dipastikan orang yang seperti ini memiliki dua kemungkinan, ia memiliki EQ yang tinggi atau dia adalah orang licik. 

Keduanya sulit dibedakan, rata-rata orang licik memang cerdas, mereka mudah mengontrol emosi serta gesture seolah-olah apa yang mereka katakan adalah fakta. 

Tujuan orang licik seperti ini biasanya digunakan untuk orasi provokasi atau mempengaruhi orang lain. Salah satu yang bisa kita ambil contoh adalah Hitler, pimpinan Nazi ini tak bisa dipungkiri memiliki kecerdasan intelegensi sekaligus kecerdasan emosional yang tinggi. Ia adalah contoh dari tokoh cerdas namun licik sebagaimana dirinya dikenang oleh seluruh dunia sebagai pemimpin sekaligus penyebab perang dunia ke II. 

Tokoh yang positif bisa kita ambil contoh dari presiden pertama kita yaitu Bapak Ir. Soekarno. Dilansir dari laman Kumparan, beliau adalah pemimpin kharismatik yang mampu memotivasi, menggerakkan, mengarahkan, mengajak, menuntun dan jika perlu memaksa untuk melakukan sesuatu. 

Saya tidak bermaksud menyamakan Hitler dan Soekarno, maksud saya di sini adalah entah pemimpin yang memiliki niat buruk atau pun niat baik, mereka biasanya memiliki kecerdasan di atas rata-rata serta mampu menjaga stabilitas emosi, gesture serta ekspresi ketika berbicara di hadapan banyak orang. Dan ini bisa kita ambil contoh dari pemimpin-pemimpin terkenal dunia, entah tokoh jahat atau tokoh baik. Mereka sama-sama lihai dalam berbicara entah itu fakta atau tidak.

Jadi saya memiliki pendapat bahwa berbohong sebenarnya lebih sulit dilakukan dari pada berkata jujur apalagi kalau tidak terbiasa. Berbeda lagi jika seorang tersebut memiliki kelainan kepribadian seperti psikopat dan bipolar atau seorang kriminal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun