Mohon tunggu...
Fatimah Purwoko
Fatimah Purwoko Mohon Tunggu... Freelancer - Perempuan biasa

jika memang ingin sedikit saja merasakan bagaimana menjadi Tuhan, berkaryalah.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Tashoora dan Musik Indie

7 Juli 2019   21:36 Diperbarui: 8 Juli 2019   14:26 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampilan Tashoora di Prambanan Jazz Festival. (Instagram/Tashoora)

Kemarin lusa, aku berkesempatan untuk hadir di Prambanan Jazz. Tidak ada yang begitu spesial menurutku, selain menyaksikan secara langsung penampilan Tashoora. Aku sebelumnya tidak mengenal band ini, bermula dengan tugas meliput Prambanan Jazz aku kemudian penasaran dengan para pengisi acara. 

Setelah aku berselancar di dunia maya, ternyata Tashoora berasal dari jogja dan terbentuk pada tahun 2016. Nama band ini sendiri diambil dari nama sebuah jalan tempat mereka biasa latihan. Band indie ini ternyata juga telah beberapa kali tampil di panggung Jazz bergensi.

Saat mendengar alunan lagu dari Tashoora, aku kemudian teringat Barasuara. Salah satu band indie, yang tahun lalu juga tampil di Prambanan Jazz. Ini hanya pendapatku, jika terdapat beberapa gaya bermusik yang mirip di antara keduanya.

Saat merasakan hentak dan pekikan penggemar Tashoora yang ikut bernyanyi, aku teringat Melancholic Bitch. Yaa, saat pertama kali menonton konsernya, aku nekat untuk pergi sendiri. Padahal, saat itu aku hanya tahu 2 lagu dari Melbi. Kemarin lusa, aku hanya tersenyum mengingat momen itu yang terulang kembali.

Kemarin Tashoora membawakan 8 lagu, yang aku sama sekali tidak mengenalnya. Wajar, karena wawasan musikku memang minim, aku pun tidak terlalu mengikuti perkembangan musik. Selain itu, umumnya band indie juga kalah eksis dengan band besutan PH ternama.

Beruntung sebelum membawakan lagunya, Tashoora selalu memberikan penjelasan. Lagu-lagu yang diciptakan oleh Tashoora ternyata banyak mengkritik kehidupan sosial. Dan mereka mengingatkan aku kepada band indie asal Bandung, Efek Rumah Kaca.

Seorang teman mengatakan, jika musik indie adalah jenis alternatif. Mereka hadir di tengah kebosanan dengan suatu genre tertentu, yang secara masal dipasarkan oleh label musik. Musik indie ada untuk menyuguhkan gairah baru dalam 'musik'.

Menjadi lucu, saat konser Tashoora berlangsung, terdapat beberapa orang yang mengeluh. Mereka tidak hentinya memaki penampilan band beranggotakan 6 orang tersebut. Hanya karena mereka tidak mengenal dan tidak bersedia mengerti maksud dan makna lagu-lagu dari Tashoora.

Aku jadi berpikir, bahwa yaaa biginilah potret milineal saat ini pada umumnya. Tidak semua memang, tapi banyak yang tidak sadar situasi di sekitarnya dan melakukan sesuatu tidak untuk 'dirinya' tapi demi 'orang lain'. Eksistensi yang aneh. Tidak mengherankan jika band indie tidak banyak dikenal, karena cara mereka bermusik tidak diterima. Lebih lanjut, bahkan 'musik' yang dihidangkan pun tidak termakan.

Aku masih berharap, jika semua itu terjadi hanya karena beda selera saja. Semoga, nantinya banyak yang tersadar jika mereka harus sadar dalam melakukan sesuatu. Bukan hanya sekedar ikut-ikutan, bukan hanya sekedar mencari perhatian, bukan hanya sekedar 'aku bisa seperti yang lain'. Meskipun sah-sah saja tapi sayang bukan, jika melakukan sesuatu yang tidak bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun