Mohon tunggu...
Fathya yasmin
Fathya yasmin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hambatan Pembelajaran Jarak Jauh Dalam Mengembangkan Pemikiran Kritis Peserta Didik

24 Desember 2021   12:14 Diperbarui: 24 Desember 2021   12:16 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pandemi Covid-19 telah melanda Indonesia sejak hampir 2 tahun belakangan yang membuat segala aspek kehidupan mengalami perubahan baik itu dari aspek ekonomi, sosial, budaya, bahkan hingga pendidikan. Setelah diumumkannya kasus pertama yang ada di Indonesia, beberapa sekolah ataupun perguruan tinggi sudah menjalankan kebijakan untuk melaksanakan metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan mempertimbangakan keputusan dari World Health Organization yang sudah menetapkan Corona Virus Disease atau Covid-19 sebagai pandemi. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) No. 15 tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.

Hal tersebut terpaksa diterapkan untuk menekan angka penyebaran Covid-19 yang penyebarannya dapat terbilang cepat. Belajar Dari Rumah (BDR) atau biasa disebut juga dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) merupakan proses belajar mengajar yang mana, baik peserta didik ataupun tenaga pendidiknya tidak berada pada suatu tempat yang sama sehingga memerlukan sebuah media untuk menghubungkan keduanya. Saat ini, kita berada pada era revolusi industri 4.0 yang dimana segala aspek kehidupan perlahan mulai terfokus pada sistem digitalisasi atau perkembang teknologi. Sehingga dalam penerapan PJJ, penggunaan media online atau E-Learning adalah hal utama yang tidak akan lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) selama pandemi.

Berubahnya metode pembelajaran yang sebelumnya dilakukan secara langsung atau tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh, memaksa peserta didik dan juga tenaga pendidik untuk cepat beradaptasi dengan situasi yang ada. Namun hal ini masih menjadi salah satu penghambat berlangsungnya PJJ, karena tidak semua orang dapat dengan mudah beradaptasi dan mengoperasikan teknologi sebagai media pembelajaran. Padahal sebenarnya di era revolusi industri seperti ini, kemampuan dalam menggunakan dan mengelola suatu teknologi merupakan hal dasar yang harus dapat dikuasai setiap individu, terlebih lagi bagi para generasi muda saat ini. Perkembangan iptek yang pesat mendorong kita untuk menjadi individu cerdas yang dapat memanfaatkan perangkat tekonologi secara efektif dan inovatif sehingga dapat diimplementasikan dalam pendidikan.

Tetapi nyatanya dalam pelaksanaan pembelajaran secara daring, masih banyak tenaga pendidik yang belum bisa beradaptasi dengan keadaan sehingga pembelajaran tidak berjalan secara efektif. Dilansir dari portal berita online CNN Indonesia, KPAI mendapati 79,9% siswa menyatakan, selama PJJ berlangsung guru hanya memberikan tugas tanpa ada penjelasan materi sebelumnya. Tidak jarang kita temukan saat ini keluhan-keluhan yang dilontarkan peserta didik karena banyaknya tugas yang diberikan oleh guru namun disisi lain, materi pelajarannya tidak tersampaikan dengan baik karena tidak adanya diskusi, tanya jawab ataupun interkasi dua arah antara guru dan murid di kelas.

Jika hal tersebut terus berlangsung, maka kualitas pendidikan akan semakin menurun. Padahal di era globalisasi ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing bangsa dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dapat dilakukan melalui pendidikan. Untuk dapat bertahan di tengah pesatnya perkembangan iptek, kita semua harus terus mengasah kemampuan  dan potensi yang ada dalam diri serta menumbuhkan jiwa kompetitif. Sebab kedepannya persaingan akan semakin ketat, mengingat hadirnya globalisasi mengahapuskan batas antar negara yang berarti persaingan akan terjadi secara global. Maka dari itu peran sekolah sangat penting untuk membangun daya kritis peserta didik, yang bukan hanya fokus pada pemahaman konsep ataupun teori melainkan bagaimana teori tersebut dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan yang membuat keterampilan berpikir peserta didik dapat terasah.

Keadaan pandemi covid-19 terpaksa menggeser metode pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran online agar kegiatan belajar mengajar tetap berjalan. Namun faktanya di lapangan, walaupun kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, tetapi pendidikan disini hanya menjejalkan peserta didik dengan konsep-konsep pengetahuan yang berdasar pada padatnya kurikulum. Tidak sedikit dari guru-guru yang hanya mengirimkan materi pelajaran melalui platform belajar online. Materi tersebut hanya dikirimkan kepada siswa tanpa adanya penjelasan lebih lanjut. Padahal seharusnya melalui pendidikan, daya kritis peserta didik dapat terbentuk. Terlebih lagi kita hidup di era globalisasi, yang mana kita dapat mengakses segala informasi dengan mudah. Hanya saja hal itu malah akan menjadi boomerang, jika siswa tidak diberi arahan untuk memfilter informasi-informasi yang kita dapat.

Permasalahan utama yang kita hadapi disaat pandemi seperti ini adalah tersendatnya interaksi antara peserta didik dan tenaga pendidik. Sistem pendidikan semacam itu sangat bertentangan dengan pemikiran salah satu tokoh pendidikan asal Brazil, Paulo Freire. Dalam pemikirannya, Freire menegaskan bahwa pendidikan merupakan praktik pembebasan dari dehumanisasi. Ia ingin membangun pendidikan yang sadar akan realitas di sekelilingnya. Sementara metode pembelajaran jarak jauh, hanya menjadikan murid sebagai objek dan guru sebagai subjeknya. Guru hanya memberikan materi, dan sering kali menyampaikan materi yang sama secara berulang. Hal tersebut membuat pendidikan terkesan kaku dan membuat murid tidak mengembangkan daya pikir kritisnya. Freire menyebut sistem tersebut dengan pendidikan gaya bank, yang mana murid diibaratkan sebagai bejana kosong dan guru mengisi bejana tersebut dengan materi-materi pelajaran. Model pembelajaran mendikte seperti itu tidak baik diterapkan karena menghambat murid untuk berkembang. Guna menghapuskan model pembelajaran seperti itu, Paulo Freire hadir dengan konsep pendidikan dialogis.

Pendidkan dialogis merupakan proses pembelajaran yang menekankan pada diskusi interaktif di kelas. Bukan hanya menempatkan siswa sebagai objek melainkan sebagai subjek. Guru sebagai tenaga pendidik disini harus bisa berperan sebagai fasilitator bagi siswa agar dapat membangun sikap kritis siswa. Faktanya, pembelajaran jarak jauh selama pandemi ini tidak mencerminkan pendidikan yang dialogis. Siswa hanya diberikan materi ataupun tugas oleh gurunya, mereka tidak diberi kesempatan untuk mengasah daya pikir kritisnya melalui interaksi dua arah antara guru dan siswa. Guru seharusnya dapat membantu murid untuk merangsang pemikiran kritis  dan saling belajar satu sama lain. Sehingga baik guru dan murid bisa saling belajar dan mengembangkan kesadaran kritis dalam dirinya. Tidak sedikit dari tenaga pendidik yang belum mengetahui secara mendalam mengenai bagaimana penerapan praktik pendidikan dialogis. Sehingga salah satu penghambatnya adalah guru-guru yang tidak menerapkan sistem tersebut dengan baik dan kegiatan belajar mengajar menjadi tidak interaktif atau disebut juga dengan anti-dialogis. Hal semacam itulah yang membuat siswa menjadi pasif di kelas.

Tenaga pendidik harus bisa berusaha lebih keras untuk membangun kelas yang interaktif. Walaupun sistem pembelajaran hampir berubah sepenuhnya karena harus menggunakan media online, para guru sebisa mungkin memanfaatkan banyaknya platform belajar online yang tersedia. Karena menurut Paulo Freire, pendidikan merupakan media penyadaran manusia dari ketertindasan. Melalui sistem pendidikan yang progresif, sadar, dan kritis akan realitas atau permasalan yang ada di sekeliling kita. Dengan demikian, menurut Freire sistem pendidikan tersebut akan menyadarkan rakyat akan ketertindasan dan membangun dunia yang lebih manusiawi. Oleh Karena itu diharapkan melalui pendidikan, kesadaran kritis peserta didik dapat terbentuk walaupun pembelajaran tidak dilakukan secara langsung karena terhambat oleh keadaan pandemi covid-19.

DAFTAR PUSTAKA 

Abdillah, R. (2017). Analisis teori dehumanisasi pendidikan Paulo Freire. Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, 2(1), 1-21.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun