Judul : Diorama Rasa
Penulis : Fadhila Rahma
Penerbit : Penerbit Bunyan ( PT. Bunyan Pustaka )
Kategori : Fiksi Indonesia
Tahun cetakan : Cetakan kedua, April 2014
Jumlah halaman : 370 halaman
ISBN : 978-602-291-008-4
Suka novel...?. Tapi tidak suka dengan yang bergenre cinta...? Jika iya, berarti sama dengan saya. Meskipun benci dengan novel genre cinta, saya tidak menyesal membaca novel ini.
Jujur, novel genre cinta tidak menarik karena terlalu berlebihan. Bahagianya bahagia sekali, sedihnya juga sedih sekali dan seolah olah cinta pasti sehidup semati. Novel ini membicarakan pernikahan tanpa melupakan perceraian.
Kara, dibayangi masa lalunya, pernikahannya dengan pram yg hanya bertahan seumur jagung, membuatnya mulai menjaga jarak. Meneruskan hidup dengan status janda. Status yang lekat dengan stigma negatif. Namun takdir takkan kemana. Ia bertemu dengan Andrian, laki laki yang ingin menikahinya.
Secara garis besar novel ini menceritakan perjuangan andrian untuk menikah dengan Kara yang berstatus janda dan perjuangan Kara untuk membuka hati setelah perceraiannya
Mbak Fadhila Rahma di blognya mengatakan, gaya buku seperti ini dibuat dengan beberapa tujuan. Pertama, sebagai penegasan bahwa pria dan wanita memiliki perbedaan yang memang sudah ada dari 'sono nya'. Kedua, untuk menciptakan ruang nyaman bagi pembaca pria dan wanita, sehingga bisa mengerti pembawaan (karakter) dirinya sekaligus lawan jenisnya lalu muncul sikap saling memahami, dengan banyak konflik yang bisa dihindari. Ketiga, pembaca bisa merasakan secara utuh masing masing tokoh lalu melihat interaksi dari 2 karakter yang berbeda. Perlu diketahui, mbak Fadhila Rahma menempuh pendidikan magister sains psikologi.
Dari novel ini kita bisa sedikit mengerti menderitanya wanita yang menjadi janda dan stigma-stigma negatif yang ada di masyarakat. Bisa pula melihat perbedaan semangat dan pemikiran antara yang akan menikah pertama kali dengan yang bercerai lalu menikah untuk kedua kali.
Di novel yang meraih juara kedua lomba menulis 1000 wajah muslimah ini, ada kalimat yang saya rasa perlu di garis bawahi, di pahami dan direnungkan bersama.
"Aku mencintai siapa pun yang mengikatku dengan pernikahan" (hal. 148)