Mohon tunggu...
Fathur Novriantomo
Fathur Novriantomo Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Seringnya menulis soal film.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Aktivitas Perfilman Tanah Air di Bawah Cengkraman Pandemi

10 Mei 2020   17:41 Diperbarui: 31 Mei 2020   10:07 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penutupan bioskop (sumber gambar: shutterstock.com, di desain ulang di canva.com)

       

Wabah virus corona memang seakan mendesak dunia untuk rehat sejenak dari segala urusan dan aktivitas didalamnya, termasuk aktivitas perfilman komersil dan independen. Industri perfilman tanah air terpaksa hibernasi untuk waktu yang tidak bisa ditentukan kapan berakhirnya. Mulai dari proses pra-produksi hingga proses distribusi film, semua terpaksa mengalami penundaan dan tidak terkecuali berbuah kerugian. Terlihat jelas dari bioskop-bioskop yang ditutup, proses produksi film-film yang dihentikan sementara dan film-film yang terpaksa menunda perilisannya di layar perak.

      Pengaruh yang nyata lainnya menimpa para pekerja film harian. Mulai dari pemilik rumah produksi, sineas, hingga pekerja film dengan keahlian profesi teknis. Selain dampak yang menimpa Industri, dampak yang sama juga menimpa para komunitas-komunitas film dengan segala keproduktivitasannya.

Sudut Pandang Industri Film

      Dari sudut pandang blantika industri, data dari koalisi seni mencatat hingga bulan April 2020, terdapat 30 produksi dan perilisan film yang terpaksa ditunda akibat dari pandemi ini. Direktorat Jenderal Budaya dari Kemendikbud sempat membuka pendataan untuk para pekerja seni yang pekerjaannya tersendat akibat dari pandemi ini, dan hingga penutupan pendataan, terdapat lebih dari 37 ribu pekerja seni yang terkena dampak dari pandemi. Badan Perfilman Indonesia memperkirakan kerugian yang ditaksir sektor perfilman mencapai hingga triliunan rupiah.

         Salah satu sutradara kenamaan tanah air, Hanung Bramantyo, lewat Newsline MetroTV edisi 10 Mei 2020, menyampaikan bahwa problematika dari industri perfilman adalah ketika merebaknya wabah dan munculnya kebijakan-kebijakan pembatasan sosial dan karantina, membuat ekosistem perfilman benar-benar terhenti dan tidak bisa melakukan pekerjaan apa-apa. Terlebih lagi, para pekerja film harian menerima gaji per termin produksi. Sehingga, ketika suatu proses produksi ditunda, maka tertunda juga pemberian gaji kepada para kru di balik layar. Ia menambahkan, dari kacamata seorang sutradara, yang bekerja full termin hingga proses pos-produksi rampung, adalah termasuk yang sangat kerepotan. Karena selain ikut terbebani secara ekonomi, juga terbebani dalam hal penjagaan kualitas filmnya itu sendiri akibat dari penundaan proses produksi.

       Dari sudut pandang pelaku industri lainnya, sekaligus pendiri dari komunitas Ruang Imajinasi Film, Ario Rubbik, mengakui wabah virus corona memiliki dampak yang sangat besar bagi ekosistem industri perfilman tanah air. Ia menyampaikan, pengaruh yang paling signifikan adalah dari segi penghasilan. Dengan ditundanya seluruh jadwal produksi film yang sudah dijadwal untuk mulai produksi maupun akan tayang pada tahun ini, otomatis berbuah kerugian bagi pihak bioskop maupun rumah produksi film. Selama work from home, co-director dari trilogi Si Doel The Movie tersebut, berusaha menjaga ‘kewarasan’nya dengan tetap melakukan hal-hal produktif. Ia fokus dengan mengembangkan komunitas film yang ia dirikan dengan membuat konten edukatif seputar perfilman lewat media Instagram. Sesi berupa sharing itu disebut NgobSans alias Ngobrol Santai Seputar Film. Sesi NgobSans ini dipandu oleh Ario Rubbik dan turut mengundang para pekerja film dari berbagai keahlian profesi—yang tentunya juga sedang ‘mengganggur’ dirumah. NgobSans rutin dilakukan setiap hari Senin malam. Selain itu, ia juga bisa tetap berkoordinasi dengan rekan kerja untuk mengerjakan proyek baru untuk Karnos Film.

       Selama terhentinya aktivitas produksi, aktivitas-aktivitas daring banyak dilakukan oleh berbagai asosiasi dalam industri perfilman. Seperti Indonesian Film Directors Club (IFDC)  yang mengadakan sesi online sharing bertajuk Diskusi Film Nasional (30/03) yang melibatkan sineas-sineas veteran tanah air seperti Garin Nugroho, Riri Riza, Joko Anwar, Nia Dinata, Upi Avianto, dan Hanung Bramantyo. Sesi online sharing tersebut berkelanjutan dengan tajuk Directors one on one yang melibatkan banyak sineas tanah air, dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan dari tanggal 31 Maret hingga 24 April. Lalu di lanjtukan dengan online class berbayar yang mengusung berbagai tema. Online class tersebut diisi oleh sineas-sineas visioner Indonesia yang sesuai dengan ranah genrenya masing-masing.

            Adapula beberapa gerakan pengumpulan donasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi perfilman yang dikhususkan untuk para pekerja film harian.

Sudut Pandang Komunitas Film

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun