Mohon tunggu...
Fathorrasik
Fathorrasik Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumenep

MENGALIR SEPERTI SUNGAI YANG MENGARAH PADA SAMUDERA

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Memahami (Kon)Teks: Refleksi Pernyataan Gusmen

30 Oktober 2021   09:16 Diperbarui: 30 Oktober 2021   09:23 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Teks merupakan alat untuk menyampaikan pesan baik lisan maupun tulisan. Teks sebagai alat tidaklah berdiri sendiri. Dia hadir bersama penyampai pesan dan penerima pesan (pembaca teks). Oleh karena itu, kegagalan memahami teks dapat terjadi jika penerima pesan mengabaikan keberadaan penyampai pesan. Memisahkan teks dari konteksnya sama halnya memisahkan jasad dari ruhnya. Dia tidak akan bermakna apa-apa. 

Memahami dunia penyampai pesan sangatlah penting, sebab dialah pemilik otoritas makna atas teks itu sendiri. Oleh karena itu, langkah tepat yang perlu dilakukan penerima pesan saat menerima pesan adalah pahami betul teksnya. Selanjutnya, pahami keberadaan penyampai pesan, kapan, dimana dan dalam kondisi seperti apa pesan itu disampaikan. Tanpa proses seperti itu, tidak hanya menggiring diri sendiri dalam kubangan kesesatan, tapi juga mengarahkan orang lain terperosok dalam kesesatan yang sama. 

Dialektika antara penerima pesan, teks, dan penyampai pesan itu sendiri akan memberikan pemaknaan yang berbeda-beda. Penerima pesan (pembaca teks) dalam konteks ini adalah penafsir yang menggali makna sesuai yang diinginkan oleh penyampai pesan, bukan sesuai keinginan pembaca teks. Maka, pembaca sejatinya adalah penyelam jiwa pertama bagi penyampai pesan. Atau, pembaca adalah orang kedua yang berusaha menjadi orang pertama. 

Untuk menghindari gap antara penafsiran atau makna yang ditangkap oleh penerima pesan dan makna yang diinginkan oleh penyampai pesan, maka klarifikasi merupakan langkah yang paling tepat untuk dilakukan. Atau, jika tidak memungkinkan, maka memahami konteks penyampai pesan adalah sebuah keniscayaan. Tanpa kedua hal ini, penerima pesan akan terjerembab pada penjajahan dan pemerkosaan teks.

Akhir-akhir ini, dunia sosmed diwarnai berbagai macam pesan seolah-olah pesan terpisah sama sekali dengan dunia penggagas (baca: penyampai pesan). Dugaan kuat penulis, pesan tersebut sengaja digulirkan untuk mempengaruhi pemahaman audiens (baca: penerima pesan) sesuai keinginan pelakunya dengan tujuan tertentu.

Sayangnya audiens tidak punya cukup alat untuk membedah setiap pesan yang bergulir di medsos. Alih-alih menelisik konteks dunia penggagas, seringkali audiens justru menganggap pesan tersebut sebagai sebuah kebenaran dan berakhir pada sebuah penghakiman secara sepihak pada penggagas. Audiens menjelma menjadi tuhan yang maha benar dengan segala caci-makinya. 

Keributan yang terjadi minggu terakhir inipun tidak lepas dari fenomena tersebut. Penghakiman datang dari berbagai arah tanpa merasa perlu mendengarkan klarifikasi penggagas. Pesan Gusmen melesat begitu cepat dan dikonsumsi secara liar sesuai pemahamannya sendiri dan dengan tujuan tertentu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun