Mohon tunggu...
Fathorrasik
Fathorrasik Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumenep

MENGALIR SEPERTI SUNGAI YANG MENGARAH PADA SAMUDERA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam Nusantara, Sebuah Model Alternatif Pemikiran dan Pengamalan Islam

29 Desember 2018   05:01 Diperbarui: 29 Desember 2018   06:15 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keunikan dan potensi Indonesia belakangan ini memiliki daya tawar yang tinggi. Kalau dahulu Islam Indonesia dianggap sebagai Islam pinggiran, maka kini justru banyak pemikir Islam bereputasi internasional mengharapkan Indonesia tampil sebagai pemimpin dunia Islam, seperti Fazlur Rahman dan Malik Bennabi. Setidaknya, memang ada beberapa alasan timbulnya harapan itu. Indonesia memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, mengalami perkembangan demokrasi paling maju di antara negara-negara Muslim, memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, memiliki tanah yang subur, dan posisi geografisnya jauh dari pusat konflik yaitu Palestina.

Posisi geografis ini mengandung nilai ganda. Di satu sisi Islam Indonesia seringkali dipandang "kurang Islam" lantaran interaksinya tidak bisa intern bersama Muslim Timur Tengah, namun di sisi lain posisi yang jauh dari Timur Tengah khususnya Palestina justru menguntungkan dari sisi keamanan politik. Disamping itu, posisi geografis ini juga harus menjadi pertimbangan khusus dalam melaksanakan syariat Islam.

"Suatu kesalahan manakala adat istiadat Makkah dipaksakan penerapannya di Indonesia. Alam Makkah berbeda dengan alam Indonesia, yang menyebabkan kondisi masyarakat Makkah berbeda dengan kondisi masyarakat Indonesia. Tingkat kemampuan orang Makkah belum tentu sama dengan kemampuan orang Indonesia. Suatu maslahat bagi orang Makkah belum tentu membawa maslahat bagi orang Indonesia. Demikian pula sebaliknya" (Ash-Shiddieqy dalam Shiddiqi, 1997: 231).

Karena itu, Islam Indonesia memiliki karakter khusus yang berlainan dengan Islam di kawasan lainnya, dalam batas-batas tertentu, disebabkan kondisi geografis.

Keunikan lainnya bagi Islam Nusantara, ditinjau dari perspektif agama, Indonesia adalah bangsa Muslim paling besar di dunia, namun secara religio- politik dan ideologis, Indonesia bukanlah negara Islam (Madjid, 1996: 89). Kenyataan ini dipandang sebagai kejanggalan dan kelemahan umat Islam Indonesia menurut alur berpikir orang-orang Arab atau Timur Tengah. Sedangkan bagi pemikir-pemikir Islam Indonesia, itu justru sebagai kearifan mereka dalam menyiasati perpolitikan Indonesia. Negara Indonesia meskipun berpenduduk mayoritas Muslim, tetapi banyak juga orang-orang non-Muslim yang ikut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia. Eksistensi mereka juga harus diperhatikan ketika Indonesia berhasil merdeka dan mendirikan Negara. Maka tokoh-tokoh Islam memandang bahwa yang terpenting ajaran-ajaran Islam dapat dijalankan dengan baik di bumi Indonesia ini tanpa harus secara formal menjadikan Negara Islam, karena mereka menekankan maqashid al- syari'ah. Cara demikianlah yang disepakati mayoritas Islam Indonesia.

Keunikan lainnya yang terdapat pada Islam Nusantara bahwa kendati pun sebagai salah satu bangsa Muslim terbesar di dunia, Indonesia merupakan bangsa yang paling sedikit mengalami arabisasi dibanding negara-negara Muslim lainnya (Madjid, 1996: 94). Kawasan Nusantara ini merepresentasikan salah satu bagian dunia Islam yang paling sedikit mengalami arabisasi. Namun, perkembangan Islam di Asia Tenggara tidak dapat dipisahkan dari perkembangan Islam di Timur Tengah (Azra, 2002: 90). Begitu akrabnya Islam dengan budaya (tradisi) lokal, Islam Nusantara tidak terlalu tertarik melakukan arabisasi. Misalnya dalam menggunakan pakaian shalat, mereka lebih suka memakai sarung dan songkok daripada jubah dan surban; dalam menyebutan tokoh agama, mereka lebih suka menyebut kiai, ajengan, tuan guru atau buya daripada syaikh maupun ulama; dalam menyebut tempat shalat, sebagian besar Muslim Indonesia lebih cenderung menyebut langgar daripada mushalla; dalam menyebut hari peringatan kelahiran institusi, mereka lebih suka menyebut dies natalis daripada dies maulidiyah; dan sebagainya.

Oleh karena itu, Islam Nusantara ini merupakan cara melaksanakan Islam melalui pendekatan kultural, sehingga merawat dan mengembangkan budaya (tradisi) lokal yang sesuai dengan ajaran Islam, dan berusaha mewarnai budaya (tradisi) lokal itu dengan nilai-nilai Islam manakala budaya (tradisi) tersebut masih belum senafas dengan Islam. Islam sangat menghargai kreasi-kreasi kebudayaan masyarakat, sejauh tidak menodai prinsip-prinsip kemanusiaan, ia tetap dipertahankan. Namun, jika budaya (tradisi) itu mencederai martabat kemanusiaan, ia harus ditolak. Maka Islam Nusantara ini tidak menghamba pada tradisi karena tidak kebal kritik. Hanya tradisi yang menghormati nilai- nilai kemanusiaan yang perlu dipertahankan (Ghazali dalam Sahal & Aziz, 2015: 113). Mekanisme kerja Islam Nusantara ini melalui pendekatan adaptif- selektif dengan menggunakan filter yang ketat terhadap budaya (tradisi) lokal yang telah mengakar di masyarakat. Dengan pendekatan ini, Islam diharapkan berperan aktif mempengaruhi budaya maupun tradisi lokal tersebut.

Kehadiran Islam Nusantara ini didasari motif tertentu yang sangat manusiawi dan adaptif, bukan konfrontatif. Dalam menggunakan istilah Islam Nusantara itu tidak ada sentimen terhadap bahasa dan budaya Arab, sebab Islam lahir di Arab dan al Quran berbahasa Arab (Muhajir, dalam Sahal & Aziz, 2015: 62-63). Ide Islam Nusantara bukan untuk mengubah doktrin Islam, namun hanya mencari siasat membumikan Islam dalam konteks masyarakat yang plural (Ghazai dalam Sahal & Aziz, 2015: 106). Pernyataan ini dapat menepis kecurigaan-kecurigaan orang-orang Islam sendiri yang selama ini menentang penggunaan istilah Islam Nusantara. Penggunaan istilah Islam Nusantara benar-benar steril dari rekayasa orang-orang non Islam, khususnya Barat. Pemunculan Islam Nusantara merupakan kreasi budaya Muslim yang digunakan memberikan alternatif cara-cara berpikir, cara memahami dan cara menjalankan Islam yang bermartabat. Cara yang demikian ini dapat diperhatikan pada Islam Nusantara ini sebagai contoh riil.

E. Islam Indonesia sebagai Percontohan

Pemikiran, pemahaman dan pengamalan Islam di Indonesia ini menunjukkan kesejukan dan kedamaian, setidaknya bisa dilihat dari ekpresi kalangan mayoritas Muslim di negeri ini sebagai mainstream bagi umat Islam. Kesejukan dan kedamaian ini telah berlangsung berabad-abad yang lampau hingga sekarang ini, dan tidak tertarik untuk mengikuti fenomena-fenomena tindakan radikal yang berasal dari Timur Tengah yang meresahkan dunia. Mayoritas Muslim di negeri Jamrud Kathulistiwa ini justru berupaya menangkal tindakan-tindakan radikal tersebut dengan berbagai upaya, media dan saluran yang signifikan dan fungsional menyadarkan para pengikutnya.

Di samping itu, umat Islam Indonesia memiliki modal tambahan karena telah memiliki pengalaman berdemokrasi. Indonesia telah berhasil menerapkan demokrasi jauh mendahului negara-negara Muslim lainnya, baik dari segi waktu maupun kualitas. Maka mereka lebih dahulu terlatih bersikap terbuka, toleran, berinteraksi dengan pluralisme agama maupun budaya, dan menggunakan pendekatan kultural dalam mengembangkan ajaran-ajaran Islam, dibanding dengan umat Islam dari Negara-negara Muslim lainnya di kawasan mana pun di dunia ini (Qomar, 2012: 187). Pengalaman ini memperkuat eksistensi keislaman Nusantara ini yang senantiasa mengekpresikan keramahan, toleransi dan keterbukaan dalam menghadapi realitas-realitas pluralis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun