Mohon tunggu...
Fathorrasik
Fathorrasik Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumenep

MENGALIR SEPERTI SUNGAI YANG MENGARAH PADA SAMUDERA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam Nusantara, Sebuah Model Alternatif Pemikiran dan Pengamalan Islam

29 Desember 2018   05:01 Diperbarui: 29 Desember 2018   06:15 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Adapun pada bagian lain terdapat upaya memperluas wilayah pemberlakuan Islam Nusantara hingga mencapai kawasan Asia Tenggara. Islam Nusantara mengacu pada gugusan kepulauan atau benua maritim (Nusantara) yang mencakup Indonesia, wilayah Muslim Malaysia, Thailand Selatan (Patani), Singapura, Filipina Selatan (Moro), dan Champa (Kampuchea) (Azra dalam Sahal & Aziz, 2015: 169). Maka Islam Nusantara sama sebangun dengan 'Islam Asia Tenggara' (Southeast Asian Islam).

Dari segi ruang lingkup Islam Nusantara, Muhajir tidak memberikan batasan berlakunya secara jelas, Bizawie dan Anam hanya membatasi pada wilayah Indonesia, maka Azra memperluas wilayah berlakunya tersebut meliputi kawasan Muslim seluruh Asia Tenggara. Namun, disayangkan Azra tidak menjelaskan hakekat istilah Islam Nusantara tersebut. Penulis sependapat dengan upaya memperluas cakupan Islam Nusantara hingga mencapai Asia Tenggara sebagaimana diungkapkan oleh Azra, namun dalam pembahasan berikutnya penulis hanya membatasi pada Islam yang berkembang di wilayah Indonesia.

Berdasarkan pertimbangan empat definisi tersebut, dapat ditegaskan bahwa Islam Nusantara yang dimaksudkan di sini adalah merupakan model pemikiran, pemahaman, dan pengamalan ajaran-ajaran Islam yang dikemas melalui budaya maupun tradisi yang berkembang di wilayah Asia Tenggara. Adapun dari segi komponen keislamannya, "Ortodoksi Islam Nusantara adalah kalam (teologi) Asy'ariah, fiqh Syafi'i, dan tasawuf al Ghazali" (Azra dalam Sahal & Aziz, 2015: 172). Disamping tiga komponen ini, dapat ditambah tiga komponen lagi untuk memperkokoh konsep Islam Nusantara, yaitu komponen politik, pendidikan, dan budaya. Maka objek kajian Islam Nusantara itu setidaknya harus meliputi enam komponen, yaitu kalam (teologi), fiqh, tasawuf, politik, pendidikan, dan budaya (tradisi).

Demikianlah sekilas pemaknaan Islam Nusantara yang saat ini mendapat perhatian yang cukup besar, khususnya bagi umat Islam di Indonesia. Perhatian mereka terbelah dalam merespon kehadiran dan keberadaan Islam Nusantara, sehingga memunculkan kontroversi antara kelompok yang pro dan kontra.

C. Respon Umat Islam Terhadap Islam Nusantara

Sosialisasi identitas Islam Nusantara ternyata mendapat respons yang beragam di kalangan umat Islam terutama para pemikirnya. Terjadi kontroversi pandangan dan penilaian di kalangan mereka hingga terbelah menjadi beberapa kelompok, setidaknya ada empat kelompok. Menurut Sahal (dalam Sahal & Aziz, 2015: 16), Islam Nusantara yang dijadikan tema utama Muktamar NU itu telah menimbulkan debat publik yang serius. Kesaksian senada diungkapkan oleh Fatoni (dalam Sahal & Aziz, 2015: 229). Ada sikap pro dan kontra terhadap Islam Nusantara di kalangan mereka; ada yang berjuang keras dan berargumentasi dengan mendayagunakan penalarannya agar Islam Nusantara bisa diterima baik di kalangan umat Islam maupun non Islam, sebaliknya ada yang menghadang perjuangan itu dan berusaha mematahkan argumentasinya; ada yang memiliki harapan besar dengan kehadiran Islam Nusantara itu, namun ada yang justru menaruh berbagai kecurigaan sebagai rekayasa yang canggih dari Barat; ada yang kurang menyetujui Islam Nusantara itu tetapi mereka diam, tidak melakukan serangan-serangan yang berusaha mematahkan argumentasi kelompok yang menyetujui Islam Nusantara; dan ada juga yang menyetujui penggunaan istilah Islam Nusantara tersebut, namun bersikap diam dan pasif sehingga tidak berusaha mempromosikannya.

Mereka yang menolak Islam Nusantara memiliki pandangan bahwa Islam itu hanya satu. Islam yang satu itu merupakan Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Islam tidak bisa diberikan identitas berdasarkan suatu pendekatan, corak, peranan maupun kawasan sehingga membentuk identitas Islam khusus seperti Islam Nusantara itu. Kalau terdapat Islam lain di luar Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad itu harus segera menyesuaikan diri dengan Islam standar tersebut, sehingga keunikan identitas Islam tertentu justru dipandang negatif karena telah melakukan penyimpangan dari format Islam yang ideal (Islam yang sebenarnya). Keunikan Islam Indonesia sedang menghadapi gugatan seiring dengan kehadiran fenomena radikalisme belakangan ini (Rahmat dalam Rahmat et al., 2003: xvi). Pemahaman keagamaan mainstream umat Islam Indonesia dinilai sebagai pemahaman yang salah, karena berbeda dengan Islam ideal, Islam yang dicontohkan oleh salaf al-shalih. Keunikan ekpresi keislaman masyarakat Indonesia dicerca sebagai 'jahiliyah modern' yang menyimpang dari Islam yang benar, otentik, dan asli. Otensitas Islam hilang ketika bercampur dengan unsur luar, termasuk unsur Nusantara.

Islam senantiasa satu kapan pun dan dimanapun. Islam tidak akan mengalami perubahan meskipun menghadapi masa modern sekalipun, dan Islam juga tidak akan mengalami perubahan ketika agama yang dibawa Nabi Muhammad ini disebarluaskan dan dikembangkan di luar Makkah, termasuk misalnya ketika disebarkan dan dikembangkan di Indonesia. Ada pandangan seolah-olah Islam Indonesia itu berbeda dengan Islam kawasan lain (Langgulung dalam Azhari & Saleh, 1989: 157). Islam adalah Islam dimana saja berada. Jadi, sifat Islam itu mutlak, kekal, dan abadi. Kemungkinan berbeda hanya pada tataran pelaksanaannya. Ketiga sifat Islam itulah yang mengawal kesatuan identitas Islam sehingga Islam berada dimanapun dan kapanpun tetap sebagai Islam seperti Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Pada bagian lain dalam posisi yang berlawanan dengan pandangan- pandangan yang menolak Islam Nusantara itu, terdapat beberapa pemikir yang justru menyetujuinya. Azra (dalam Sahal & Aziz, 2015: 171-172) menyatakan bahwa Islam satu itu hanya ada pada level al Quran. Namun al Quran (serta hadits) membutuhkan rumusan yang rinci, sehingga ayat-ayatnya perlu ditafsirkan dan dijelaskan maksudnya. Hasilnya berupa kemunculan penafsiran dan penjelasan yang berbeda-beda, kemudian menjadi madzhab atau aliran. Inilah menurut penulis, realitas yang kita hadapi dan harus kita sadari. Islam satu itu hanya terdapat pada substansi ajarannya, tetapi penampilan luarnya sangat beragam. Sebagaimana menjadi acuan Muhammad, Qatadah menyatakan al-din wahid wa al-syari'ah mukhtalifah/agama hanya satu, sedangkan syariat berbeda-beda (dalam Sahal & Aziz, 2015: 98). Agama di sini yang dimaksudkan adalah agama Islam.

Selanjutnya, dukungan terhadap identitas Islam Nusantara mendapat dukungan semakin kuat dari beberapa pemikir Islam lainnya dan jumlahnya lebih banyak. Ali (2006: 10) menjelaskan bahwa Islam itu satu. Tetapi, ketika Islam telah membumi, pemahaman dan ekpresi umatnya sangat beragam. Fanani (2004: 116) menyatakan bahwa fenomena keberagamaan umat dewasa ini mengalami pendulum yang sangat berwarna-warni. Sehingga, Islam tidak dipandang lagi secara tunggal, melainkan majemuk (Rahmat Rahmat et al., 2003: xx-xxi), Sobarna (2008: v) menyatakan bahwa Islam itu satu, tetapi dalam mengkajinya ada dua wajah yang biasanya dikemukakan dengan berbagai ekspresi. Shihab (1998: 249) mensinyalir bahwa cendekiawan kontemporer memperkenalkan Islam regional dan Islam universal. Adapun Ma'arif (2009: 181) mengungkapkan dalam sub bab bukunya dengan bahasa yang indah, "sebuah Islam, seribu satu ekpresi."

Bagi pemikir-pemikir Islam yang mendukung identitas Islam Nusantara ini tampaknya mereka memandang bahwa substansi Islam memang satu, namun ekpresinya sangat beragam. Ketika mereka mengakui keberadaan identitas Islam Nusantara, mereka hanya memandang identitas Islam itu dari tinjauan ekpresinya. Ekpresi Islam Nusantara ini ketika menunjukkan fenomena-fenomena yang sama secara berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya, pada gilirannya akan membentuk karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat diidentifikasi, diketahui dan dipahami sehingga memudahkan orang lain dalam memahami Islam Nusantara tersebut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun