Mohon tunggu...
Fathoni Arief
Fathoni Arief Mohon Tunggu... Penulis - Rakyat biasa

Hadir dan Mengalir (WS.Rendra)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Bengkulu dan Kisah Soekarno Fatmawati

26 Mei 2010   01:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:58 3876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_150091" align="aligncenter" width="500" caption="Rumah Kediaman Ibu Fatmawati doc.Fathoni Arief"][/caption] Pagi itu Sang Surya baru saja mulai meninggi. Roda kehidupan di bumi Rafflesia Arnoldi perlahan menggeliat. Sayapun mulai keluar dari tempat menginap, sebuah hotel kecil di Jalan Fatmawati Bengkulu. Dengan berbekal kamera yang sudah tergantung di leher saya mulai menyusuri sepanjang Jalan Fatmawati.

Jalan Fatmawati, Bengkulu menyimpan banyak cerita sejarah. Sebagai saksi adalah sebuah rumah panggung yang lokasinya hanya seratus meter dari tempat saya menginap. Sebuah rumah panggung asli Bengkulu berwarna cat coklat dan bermaterialkan kayu. Di rumah bernomor 10 itulah puluhan tahun lalu pernah tinggal ibu negara Fatmawati Soekarno.

[caption id="attachment_150114" align="alignleft" width="300" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption] Sambil mengamati rumah tersebut saya duduk di seberang jalan persis di depan rumah bersejarah tersebut. Jalanan masih sepi. Hanya beberapa saja kendaraan yang melintas di depan saya. Suasana masih benar-benar enak tanpa polusi tanpa bising suara klakson. Sayangnya hari masih terlalu pagi sehingga rumah tersebut belum dibuka. Di rumah tersebut masih banyak terdapat perabotan dan koleksi foto milik pribadi Fatmawati. [caption id="attachment_150095" align="alignright" width="300" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption]

Tak jauh dari tempat ini sekira jika berjalan kaki tak lebih dari 10 menit terdapat sebuah Masjid dengan gaya arsitektur klasik. Masjid tersebut dulu didesain oleh Soekarno. Masih di sekitar sana di Jalan Soekarno Hatta Bengkulu terdapat Graha Soekarno. Di situlah Presiden pertama ini tinggal selama pengasingan. Beberapa peralatan, sepeda, perpustakaan buku-buku, dan yang lainnya yang pernah dimiliki oleh soekarno disimpan didalam rumah ini. Pada tahun 1930-an, Bengkulu menjadi tempat pembuangan sejumlah aktivis pendukung kemerdekaan, termasuk Sukarno.

Selain menjadi nama sebuah jalan, Fatmawati juga menjadi nama bandara di Bengkulu. Maklum saja diluar peranannya sebagai istri Soekarno ia memang terlahir di Bengkulu. Fatmawati lahir di Kota Bengkulu, 5 Februari 1923 dari pasangan tokoh Muhammadiyah Bengkulu, Hasan Din dengan Siti Chadijah.

Kisah cinta Fatmawati dan Soekarno bermula dari pengasingan Soekarno beserta tokoh-tokoh lain. Selama dalam pengasingan Soekarno tinggal di sebuah rumah yang beralamat di Anggut Atas. Daerah tersebut kini lebih dikenal sebagai jalan Soekarno Hatta.

Saat pertama kali tiba di Bengkulu Soekarno tak tertarik dengan kota ini. Dalam pengamatannya ia melihat hanya sebagai kecil yang sepi dan bergunung-gunung. Waktu itu kebanyakan penduduknya kebanyakan Muslim ortodok dan semua cuek pada Soekarno. Namun ternyata diantara mereka ada satu orang yang memberikan perhatian khusus pada Bung Karno. Seorang kepala sekolah Muhammadiyah setempat bernama Hassan Din. Hassan sering datang berkunjung bersama seorang anak perempuannya yang kurus ke rumah kediaman Bung Karno.

[caption id="attachment_150097" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah Kediaman Soekarno Semasa Dibuang di Bengkulu doc.Fathoni Arief"][/caption]

Karena sudah terjalin hubungan suatu saat Hassan Din meminta Bung Karno mengajar di sekolahnya. Pesannya boleh mengajar semua hal asalkan bukan hal-hal berbau. Bung Karno pun menyetujui dan berjanji hanya akan cerita tentang Muhammadsosok nabi yang sangat mencintai tanah airnya.

Ternyata salah satu siswa yang diajar Bung Karno adalah Fatmawati, putri Hassan sendiri. Waktu itu Fatmawati sudah nampak sebagai gadis kecil yang cantik. Ia sangat dekat dengan Bung Karno dan suka menanyakan banyak hal tentang agama. Namun Bung Karno menganggap anak-anak didik itu sebagai anak sendiri. Sebelumnya Bung Karno pernah menikah dengan Inggit. Namun ia tak punya keturunan dari Inggit Garnasih. [caption id="attachment_150099" align="aligncenter" width="500" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption]

Ternyata bermula dari itu Bung Karno mulai disenangi para orang tua. Makin lama timbul keakraban diantara mereka. Mereka tidak hanya menganggapnya sebagai sahabat, tapi juga semacam guru spritual kampung, tempat bertanya dan mengadukan segala kesuh kesah. Setiap memiliki persoalan, mereka panggil Bung Karno. Mulai dari hal seperti membangun rumah mereka meminta Bung Karno yang bikin desainnya. Bahkan hingga hal-hal sepele seperti ketika ada yang kehilangan kerbau atau ketika orang hendak mengawinkan putrinya melapor ke Bung Karno.

Bung Karno akhirnya menikah dengan Fatmawati. Mereka menikah 1 Juni 1943. Saat itu Fatmawati berusia 20 tahun sedangkan Bung Karno berusia 41 tahun. Dari hasil pernikahan tersebut lahir lima orang : Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh.

Lebih dari setengah abad kisah tersebut terjadi namun kenangannya masih ada. Rumah tempat tinggal Fatmawati masih terawat dengan baik begitu pula rumah tempat soekarno diasingkan.

“O, Fatma, jang menjinarkan tjahja. Terangilah selaloe djalan djiwakoe, soepaja sampai dibahagia raja. Dalam swarganya tjinta-kasihmoe…. “ (kalimat rayuan Bung Karno kepada Fatmawati yang tertulis dalam sebuah surat cinta pada 11 September 1941).

Catatan November 2009

Fathoni Arief

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun