Mohon tunggu...
Fathoni AliefSetyoherlambang
Fathoni AliefSetyoherlambang Mohon Tunggu... Lainnya - kuliah di Universitas Airlangga

Konten yang buat atau upload sesuai kempuan saya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cukupkah Agama sebagai Pencegah Radikalisme?!

3 Juli 2022   12:28 Diperbarui: 3 Juli 2022   12:30 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Radikalisme kultural adalah radikalisme yang mendukung munculnya radikalisme struktural dan radikalisme pada khususnya. Radikalisme spesifik (violence-like behavior) diartikan dengan sendirinya sebagai radikalisme yang diekspresikan dalam bentuk suatu peristiwa atau perilaku, sehingga mudah untuk mengidentifikasi jenis radikalisme ini. 

Radikalisme struktural (struktural kekerasan) didefinisikan sebagai radikalisme dalam bentuk eksploitasi terorganisir, dengan mekanisme yang menghambat pembentukan kesadaran dan keberadaan entitas yang dapat menahan eksploitasi dan penindasan. Radikalisme spesifik dapat dikemukakan bahwa paham radikalisme dapat dipraktikkan oleh siapa saja dan dalam hal apa saja, tidak peduli terhadap kelompok sosial atau individu manapun yang menjadi basis fundamentalnya. 

Pada konteks keagamaan, ada upaya menghindari paham radikalisme, yaitu dengan diciptakannya pemahaman yang moderat, moderat disini diartikan sebagai paham keagamaan harus terbuka yang dikenal dengan moderasi agama. 

Moderasi artinya moderat atau dapat diartikan kebalikan dari ekstrimisme dalam menghadapi perbedaan dan keragaman. Islam yang moderat ini berusaha mencapai titik puncak dan tetap tidak memihak salah satu pihak dengan cara melihat masalah dan menyelesaikannya secara kekeluargaan. Islam moderat menggunakan sebuah konsep, yaitu mengedepankan sikap toleransi dan rasa hormat yang tinggi dengan menyikapi perbedaan kepercayaan dan budaya serta mengakui keaslian ajaran masing-masing agama dan kelompok sehingga setiap orang dapat membuat keputusan yang bijaksana tanpa adanya perselisihan di dalamnya. 

Dengan demikian moderasi beragama akan menjadi titik temu antara keragaman agama di Indonesia dan memungkinkan untuk mencegah ekstremisme di Indonesia. Dapat diartikan juga bahwa moderasi akan membawa masyarakat berjalan beriringan dengan kearifan lokal dan tidak mengabaikan agama dan kearifan lokal, sehingga akan tercapai kedamaian. 

Moderasi dalam Islam sendiri terbentuk dari tali persaudaraan yang erat dengan bukan hanya pada prinsip iman atau persatuan saja, tetapi juga berdasarkan prinsip kemanusiaan.

Prinsip ini akan menemukan titik dimana dunia Islam akan terus menjadi sebuah solusi untuk mengatasi sejumlah kasus seperti radikalisme yang semakin marak dalam dunia modern ini akibat tidak diterapkannya sikap yang moderat dalam beragama. Menurut Hilmy (2012), dalam konteks pemikiran Islam di Indonesia memiliki beberapa ciri yang spesifik, konsep moderatisme Islam itu setidaknya memiliki lima ciri berikut. 

Pertama, ideologi dengan tidak adanya tindak kekerasan dalam menyampaikan ajaran dakwah Islam. 

Kedua, Islam akan terus sesuai perkembangan zaman seperti cara hidup modern dan segala perkembangan di dalamnya (ilmu pengetahuan dan teknologi, kebebasan, hak asasi manusia dan sejenisnya). 

Ketiga, Islam menggunakan pola pikir secara rasional untuk pendekatan dan pemahaman ajaran Islam sendiri. 

Keempat, Islam menggunakan pendekatan yang relevan untuk mempelajari dan memahami sumber-sumber ajaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun