Mohon tunggu...
Fathin Amim Mufidah
Fathin Amim Mufidah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Pendidikan Islam Anak Usia Dini UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kapan Anak dapat Dikatakan Memiliki Bakat?

21 September 2020   10:26 Diperbarui: 21 September 2020   10:44 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: m.erabaru.net

Berbicara mengenai bakat, tentu banyak sekali pengertiannya. Di antaranya yaitu seperti yang dikemukakan oleh S.C. Utami Munandar, yang mengatakan bahwa bakat itu adalah sebuah kemampuan bawaan dari seseorang yang mana sebagai potensi yang masih perlu untuk dikembangkan lebih lanjut dan dilatih agar dapat mencapai impian yang ingin diwujudkan.

Nah, kemudian tiba-tiba terlintas di pikiran saya, jika yang dimaksud dengan bakat adalah kemampuan bawaan, lantas apa ada seorang anak yang terlahir dengan banyak bakat. Karena saya sendiri juga pernah mendapati teman saya yang pandai di bidang akademis, terutama matematika dan biologi. Dia sangat aktif mengikuti kursus dan berbagai olimpiade.

Saya pikir, bahwa dia hanya pandai di bidang itu saja, nyatanya tidak. Dia juga terdaftar sebagai salah satu anggota paduan suara kampus, dan sering kali menjuarai perlombaan menyanyi. Selain itu, dia juga aktif di pelatihan bulu tangkis dan tentu saja berhasil menjuarai banyak kejuaraan, meskipun dalam lingkup kecil seperti kampusnya sendiri.

Pertanyaan saya, apa semua itu dapat dikatakan sebagai bakat? Atau hanya sekadar hobi semata?

Oke, mungkin itu contoh dari kita kalangan orang dewasa. Namun, bagaimana jika kita mendapati anak-anak usia dini memiliki ketertarikan akan banyak hal? Tentu sebagai orang tua, pendidik, dan guru terkadang kita dibuat kebingungan akan kebiasaan anak yang satu itu. Dimana diri mereka masih labil dalam menekuni sesuatu.

Bisa saja, minggu ini ingin didaftarkan ke kursus menggambar, minggu berikutnya merengek ingin dimasukkan ke dalam club taekwondo, dan sebagainya.

Sebelumnya, pasti orang tua harus tau saat kapan anak-anaknya mulai tertarik dengan suatu kegiatan tertentu. Misalnya seperti, "Pada saat kapan anak saya dapat dibilang bisa menggambar?". Dalam hal ini, anak dapat dikatakan bisa menggambar adalah saat si anak berhasil menorehkan alat untuk menggambar di permukaan suatu bidang, seperti kertas, tembok, kain, dan atau sebagainya.

Dan kalimat sebelumnya yang saya tulis yaitu "bisa gambar", bukan "jago gambar". Akan tetapi seiring waktu, kalimat "jago gambar" akan segera si anak dapatkan dengan ketekunan dalam berlatih di mulai dari usia dini.

Oleh sebab itu, apa yang harus orang tua lakukan?

Langkah pertama yaitu kita kembalikan pada si anaknya, apa yang dia inginkan selanjutnya. Apakah dia ingin dikursuskan atau hanya diberi waktu untuk tekun belajar secara autodidak dengan berbekal menonton tayangan video menggambar di youtube, dll. Selain itu, alangkah baiknya jika si anak dikelompokkan atau dipertemukan dengan teman -teman sebayanya yang mempunyai ketertarikan atau interest yang sama. Intinya, semua dikembalikan pada minatnya.

Yang sering kali membuat para orang tua kesal adalah di masa usia dini anak masih menghadapi kelabilan soal peminatannya. Mereka mempunyai banyak sekali keinginan untuk mencoba sesuatu. Dimulai dari senang memperhatikan teman- temannya melakukan suatu hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, hingga si anak menjadi terang- terangan mengungkapkan ingin mencoba hal baru tersebut.

Jadi, sebagai orang tua, sebelum kita benar- benar memutuskan untuk memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh si anak, ada juga beberapa hal yang perlu dipertimbangkan secara matang-matang. Sehingga kita bisa yakin bahwa minat anak tersebut tidak akan berubah-ubah.

Untuk itu, saya mengutip perkataan om Pinot W. Ichwandardi yang mengatakan bahwa:

"sebagai orang tua kita harus fleksibel dan cair. Karena seperti air, perkembangan minat akan selalu berubah mengalir. Orang tua membuatkan saluran, jangan sampai dibendung. Apa pun yang dilakukan oleh si anak, harus berada dalam aliran bermain atau having fun".

Menanggapi kalimat tersebut, serta memposisikan diri pada pertanyaan sebelumnya, yang akhirnya membuat saya menyadari satu hal. Bahwa tidak apa-apa memberikan ruang dan waktu serta kesempatan bagi anak untuk menjelajahi apa yang membuat mereka penasaran. Selagi hal tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi si anak dan tidak berakibat buruk, maka sah- sah saja para orang tua menuruti kemauan si anak tersebut.

Sebagai orang tua juga sebaiknya jangan memaksakan keadaan. Meskipun berniat ingin sekali menuruti kemauan si anak tersayangnya yang ingin difasilitasi berbagai sarana untuk menunjang minat dan bakatnya, namun secara ekonomi belum bisa menampung itu semua. Maka tidak usah dipaksakan, berusaha sebisa mungkin saja.

Nah, saya sempat mendapati seseorang yang bertanya kepada om Pinot, mengenai anaknya yang sangat hobi menggambar. Dia mengatakan bahwa sebenarnya anaknya tersebut sudah memiliki skill dan potensi yang bagus untuk menggambar. Tapi, seiring berjalannya waktu si anak menjadi minder kala mendapati teman-temannya berhasil menggambar lebih bagus karena terus dapat mengasah kemampuan menggunakan alat yang lebih lengkap. Dan "alat yang lebih lengkap" itu harganya cukup mahal, sehingga dia merasa belum dapat memberikan fasilitas yang baik untuk anaknya.

Kemudian, menjawab pertanyaan tersebut, om Pinot berkata "Tanamkan pada si anak bahwa niat  untuk mengasah skill itu sesungguhnya berasal dari ide dan gagasan. Sedangkan, sarana itu hanya sebagai alat bantu saja. Dengan adanya niat, semua bentuk sarana pun akan tetap terpakai".

Istilahnya, "tak ada rotan, akar pun jadi". Semisal anak ingin belajar menggambar di tablet atau media lain yang sekiranya mahal harganya, sedang orang tua belum mampu untuk memenuhi, maka bisa mencari jalan lain yang dimodifikasi menjadi lebih seru dan tentunya harus lebih menyenangkan bagi anak. Seperti memanfaatkan kertas berukuran besar yang ditempel di dinding, sehingga anak bisa bebas mengekspresikan imajinasinya.

Dengan begitu, yang akan terasah bukan hanya skillnya saja, tetapi juga daya kreativitasnya. Bukankah sejatinya kreativitas itu datang dan tumbuh ketika ada keterbatasan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun