Mohon tunggu...
Fathan Mubina
Fathan Mubina Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Pelajar

Bios-Theoretikos | S1 Ilmu Politik Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta | "Paid for with pride and fate" | E-mail: fathanm96@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Critical Thinking, Feminisme, dan Demokrasi

10 Juli 2020   14:29 Diperbarui: 10 Juli 2020   14:35 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterampilan abad ke-21 merupakan salah satu topik yang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini. Teknologi menjadi semacam tuntutan zaman, semua dapat menjadi lebih mudah dan praktis. 

Critical Thinking merupakan keterampilan mendasar pada pembelajaran di abad ke-21. Oleh karena itu, dibutuhkan kajian tentang apa itu Critical Thinking.

Pada dasarnya salah satu karakteristik dari "berpikir" adalah kritis. Mempelajari mengenai Critical Thinking artinya berupaya untuk membongkar ulang kemampuan kita dalam menganalisis atau membaca realitas sosial yang sering dibatalkan oleh keyakinan, kebudayaan dan mitos yang berkembang dalam kehidupan masyarakat, dan juga sebagai upaya untuk membongkar kembali hal yang fundamental dengan bantuan metode berpikir.

Kita seringkali kesulitan untuk membedakan antara pengetahuan dan opini. Pengetahuan tumbuh secara eksponensial, dan kausalitas tumbuhnya pengetahuan didasarkan karena adanya metodologi, begitupun dengan opini yang berkembang karena adanya isu. Akan tetapi, seringkali isu tumbuh lebih cepat ketimbang metodologi, akibatnya isu itu lebih mendominasi ruang publik tanpa adanya filterisasi. 

Critical Thinking berfungsi sebagai 'filter' untuk mencegah jangan sampai opini publik menjadi 'kebenaran tanpa dasar' dengan cara mengaktifkan metode yang menjadi struktur dan disiplin dalam ilmu pengetahuan. 

Pada akhirnya relasi dari variabel tersebut berorientasi pada pengembalian fungsi metode dalam upaya untuk menyaring semua opini yang bisa mengakibatkan semacam penyimpangan makna (dalam komunikasi politik) dan penyelewengan masalah oleh birokrasi.

Logika harus menjadi landasan dalam argumentasi, karena logika membantu kita untuk menjernihkan persoalan sekaligus membersihkan cara berpikir yang penuh dengan kebohongan. 

Maka dari itu diskursus terkait logika harus menjadi tema besar dalam tatanan kampus atau bahkan pada tingkatan yang lebih rendah sehingga publik atau generasi baru memiliki kemampuan untuk menganalisis dan mendiagnosa persoalan tanpa adanya beban feodalisme dan beban keengganan untuk mengucapkan sesuatu secara riil. 

Fungsi dari logika adalah meluruskan pikiran, menertibkan argumentasi yang palsu agar komunikasi dapat berlangsung semata-mata demi menghasilkan kejelasan masalah.

Kita dapat menyepakati bahwa problematika yang hadir di media massa dalam mengabarkan berita politik didalamnya banyak tersembunyi kepentingan, kebohongan dan inkonsistensi. 

Pernyataan tersebut secara implisit diafirmasi oleh Gurevitch dan Blumer (1990:270) bahwa media massa merupakan bagian dari mekanisme penguasa untuk mempertahankan kedudukannya melalui keterangan-keterangan yang diungkapkan untuk mempengaruhi cara berpikir atau opini publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun