Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kisah Sang Bendera Pusaka

20 Agustus 2022   14:24 Diperbarui: 20 Agustus 2022   14:27 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto amp.kompas.com

Oktober 1944,
Dua minggu sebelum kelahiran Guntur Soekarnoputra
Selama dua hari dengan mesin jahit tangan
Kujahit selembar bendera
Berwarna merah dan putih
Shimizu, perwira Jepang sang penyumbang kain

Kujahit  bendera merah putih
Dengan tumpahan air mata
Bahagia membuncah di dada
Kemerdekaan berabad-abad diidamkan
Kini di depan mata

Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta,
Proklamasi kemerdekaan akan diproklamasikan
Teriakan terdengar,  bendera belum ada
Kupersembahkan bendera yang kujahit setahun lalu
Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan
Latif Hendraningrat dan Suhud mengerek bendera merah putih 


Selembar bendera merah putih
Turut menjadi saksi proklamasi kemerdekaan
Menjadi tua, setua kemerdekaan ini
Menjadi bendera pusaka
Yang hadir di setiap tanggal 17 Agustus
Menyaksikan berjuta-juta bendera merah putih dikibarkan
Merah berarti berani, putih adalah suci
Merah raga, putih jiwa

Aku Fatmawati, sang penjahit bendera pusaka tertulis dalam sejarah
Bagimu, mungkin hanya selembar kain berwujud bendera
Bagiku, kain penuh pengorbanan jiwa dan raga
Menanti kibarannya ditebus dengan tumpahan keringat, darah dan nyawa
Demi kemerdekaan Indonesia

Dari sebuah bendera pusaka
Dengan harapan persatuan dan kesatuan
Seperti kala menyatukan antara kain merah dan putih dengan benang
Menghargai bahwa Sang Saka Merah Putih ada di tiang tertinggi
Berkat perjuangan pahlawan bangsa, putra putri Ibu Pertiwi

Sekali Merdeka Tetap Merdeka!

Fatmi Sunarya, 20 Agustus 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun