Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menstruasi pada Perempuan Suku Anak Dalam

11 Desember 2021   15:00 Diperbarui: 12 Desember 2021   10:16 6461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suku Anak Dalam pada tahun 1930, sumber foto berkas COLLECTIE_TROPENMUSEUM

Suku Anak Dalam atau Orang Rimba, dalam bahasa lokal sering juga disebut Suku Kubu, namun Suku Anak Dalam tidak suka dengan sebutan kubu yang merendahkan bagi mereka. Suku Anak Dalam berdiam di beberapa kabupaten di Provinsi Jambi dan juga di Sumatera Selatan. 

Masyarakat terasing ini berpindah-pindah tempat tinggal yang mereka sebut melangun, dalam hutan-hutan sekitar Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBTP), Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) dan wilayah selatan Provinsi Jambi atau jalan lintas Sumatera.

Diperkirakan populasi Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh berjumlah sekitar 450 jiwa, di Taman Nasional Bukit Duabelas berjumlah sekitar 1.500 jiwa dan sepanjang jalan lintas Sumatera dari perbatasan Jambi dengan Sumatera Selatan dan perbatasan Jambi dengan Sumatera Barat sekitar 1.700 jiwa.

Kehidupan mereka yang nomaden dan berkelompok yang disebut dengan Tubo ini dipimpin oleh seorang Temenggung. Dalam kelompok terdiri dari beberapa keluarga. Mereka melakukan melangun (berpindah-pindah) untuk mencari bahan pangan. 

Selain alasan mencari bahan pangan, melangun juga dilakukan jika salah seorang anggota keluarga ada yang meninggal. Mereka meyakini itu akan menjadi kesialan bagi mereka.

Untuk mempertahankan kehidupan, mereka melakukan kegiatan berburu, meramu, menangkap ikan, memakan buah-buah dalam hutan. Meramu adalah mengambil buah-buahan,  dedaunan dan akar-akaran sebagai  bahan makanan. Untuk tempat tinggal mereka mendirikan pondok-pondok yang mereka buat sendiri terdiri dari kayu  dengan rotan sebagai pengikat.

Jika makanan, rumah untuk tinggal sementara tercukupi, bagaimana dengan pakaian? Suku Anak Dalam yang masih tinggal di hutan-hutan masih memakai pakaian yang hanya menutupi bagian tertentu saja, namun yang tinggal di pemukiman yang berdekatan dengan penduduk luar/berdekatan dengan desa memakai pakaian seperti masyarakat umumnya.

Suku Anak Dalam dalam mengasuh anak perempuan berbeda dengan anak laki-laki. Anak perempuan mempunyai kewajiban membagi makanan dan mengasuh adiknya. Anak perempuan yang sudah bisa mengasuh adiknya ditandai dengan memakai kain sebatas pinggang, seperti foto berikut.

Sumber foto https://www.merdeka.com/
Sumber foto https://www.merdeka.com/

Jika anak perempuan sudah mulai tumbuh payudara walaupun belum menstruasi, maka diwajibkan memakai  dua kain yakni kain menutupi pinggul dan menutupi dada yang disebut tradisi naik  kain ke pucuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun