Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rimba Dirambah Tak Tersisa

20 September 2021   08:59 Diperbarui: 20 September 2021   09:02 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi piqsels.com

Rimba ini telah ada sejak nenek moyang kami. Rimba ini milik kami. Kami bebas membuka lahan. Kami ingin berladang. Siapa yang menghalangi, hadapi kami. Suara lantang berapi-api di tengah rimba lengang. Seorang pria berkantong tebal membawa sekompi pasukan.

Tebang, bakar. Rimba mulai dirambah. Pohon besar jatuh bergelimpangan. Diseret, dimutilasi, teronggok mati. Dijual di pasar gelap, untung berlipat. Ayo bakar, bakar. Rimba habis sekejap tak tersisa.

Demi komoditi laku di pasaran tak ramah lingkungan. Komoditi yang menyiksa bumi. Bumi makin panas, berpeluh dalam keluh. Rimba merana tanpa daya, intimidasi demi laba .

Alam semesta tak pernah menghaturkan pinta berlebih. Alam semesta  telah memberi lebih dari pinta. Alam semesta akan murka, diperlakukan sia-sia. Bersiaplah, bencana terkirim dari tangisan kesakitan rimba.  

FS, 20 September 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun