Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Monolog Cermin

9 September 2021   09:12 Diperbarui: 9 September 2021   09:17 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fajar menyinsing, tak pernah kulewatkan berbincang dengannya kala pagi. Dengan sebuah cermin untuk berkaca menemani. Jangan engkau menertawai. Bahwa cermin ini hanya benda mati. Dia sangat memahami lahir pun batin diri.

Cermin memuji walau rambut acak-acakan didepannya. Masih menempel tahi mata. Cantik alami, sembur cermin menggoda. Kala aku berdandan kau mulai terlihat cemburu dan bertanya. Mau ke mana? Bibirku mulai bergincu, dan dirimu merajuk tak bicara.

Ah jangan engkau memarahiku. Aku akan selalu kembali padamu. Bukankah engkau sebagai penghiburan saat mendung menggantung di mata. Engkau yang selalu ada saat mata mulai berkaca-kaca. Jangan menangis lagi bisikmu dalam lara.

Aku semakin tua, keluhku pada suatu ketika. Sambil meraba kontur muka yang mulai keriput. Engkau tetap masih memuji, kecantikan itu dari jiwa nan elok, jujur dalam kebaikan. Wahai cermin, walau warnamu mulai kusam kita berdua menua. Kita saling berkaca dalam cahaya buram sepanjang masa. Suatu saat kau akan retak berderai, kita akan bercerai. Aku pun pasti pergi tanpa bisa dilerai.

FS, 09 September 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun