Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ayah adalah Cinta yang Sempurna

24 Oktober 2020   19:42 Diperbarui: 25 Oktober 2020   07:46 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuan. Itu benar. Aba adalah lelaki yang sangat kukasihi. Saya memanggilnya Aba. Biasalah anak kecil suka cadel, panggilan Bapak bisa berubah jadi Aba. Sebagai anak perempuan bungsu, saya agak manja. Begitu juga dengan Aba, over protektif. 

Jadi, kalau dulu anak-anak pada main hujan, saya cukup tertawa memandang mereka dari jendela. Saya juga belum boleh belajar naik sepeda, cukup di bonceng Abang. Pernah Aba mau ke sawah, saya nangis berguling-guling. Tidak boleh, kata Aba. Nanti saya kena miang padi dan gatal.

Aba adalah Pegawai Negri, dari awal diangkat sampai pensiun bertugas di Kantor Dinas P & K. Dinas P & K sama dengan Dikjar (Dinas Pendidikan Pengajaran). Saya masih ingat lincahnya Aba mengetik pakai mesin tik. Dan saya menuruni bakatnya. Saya bisa mengetik 10 jari. 

Kalau Aba sudah bersama mesin tik, Ibu akan mengusir kami jauh-jauh. Jangan ganggu Aba. Kalaupun kami ribut, Aba akan memberi peringatan dengan mengetuk dinding papan rumah kami, tok tok tok. Aba jarang marah, tidak pernah memukul, membentak juga tidak. 

Aba pernah jadi Bendahara yang membayar gaji seluruh guru di kota kami. Dulu belum ada Bank. Aba mengambil uang tunai di Kas Negara atau KPPN, lalu membagikan ke masing-masing Kepala Sekolah dan harus selesai hari itu juga. 

Pembayaran kadang dilakukan sampai malam dirumah. Aba akan menyuruh kami main jauh-jauh, tapi dasar anak-anak, kami malah duduk berjejeran di depan pintu. Menunggu rejeki, kadang di kasih uang jajan sama para Kepala Sekolah.

Tamu-tamu Aba selalu menarik buat kami, maklumin saja anak-anak. Ada yang ngurus kepindahan, kenaikan pangkat dan lain-lain. Aba dengan senang hati menolong tanpa pungutan sedikitpun. Mereka yang ditolong kadang tidak mampu secara finansial. Gaji guru zaman dulu sangat sedikit, pas-pasan. Mereka membalas kebaikan Aba dengan menolong mencangkuli sawah atau ke ladang bersama Aba. 

Kadang mereka memberi hasil panen, hasil ternak. Seperti beras, ayam, sayur, buah dan lain-lain. Kalau lebaran, ada yang ngantar lemang, juadah (dodol) atau makanan lainnya. 

Kehidupan Aba yang selalu baik pada semua orang, telah tertanam dalam pribadi saya. Saya juga ingin seperti Aba. Menurut Aba, yang diingat orang ketika kita sudah tiada adalah kebaikan kita dan jangan sampai orang lain mengingat kejahatan kita.

Saya dan kakak-kakak/dokpri
Saya dan kakak-kakak/dokpri


Aba, adalah ayah yang baik hati, suka menolong, tidak pemarah. Walaupun Aba termasuk yang royal dan hobby belanja. Pakaian anak-anak malah sering Aba yang belikan. 

Saya sekali melihat Aba menangis, ketika Abang saya (saudara laki-laki satu-satunya) meninggal dalam kecelakaan motor dan saat itu Abang saya masih sangat muda, berusia 15 tahun.  Aba menjual motor itu. Untuk menghibur Aba, saya memposisikan diri sebagai pengganti Abang. Menolong cat rumah, memetik cengkeh, menyuci motor, atau saya mengganti kabel setrikaan misalnya. Dan Aba senang melihat perubahan saya tidak kolokan lagi.

Menjelang magrib, saya pasti duduk di dekat Aba. Aba memegang kepala saya sambil membacakan ayat-ayat suci. Menurutnya, itu untuk isi tubuh, pelindung tubuh. Ini berkaitan dengan ilmu putih. Namun saya tidak mau membahasnya lebih dalam.

Aba baru memperbolehkan saya jalan-jalan bersama teman-teman ketika saya sudah bekerja di sebuah LSM. Saya menangis, karena saya tidak mengenali negeri saya sendiri. Padahal saya bekerja dibidang pemetaan. Ditanya daerah ini itu tidak tahu. Aba akhirnya memberi izin berpetualang, menjelajah negeri. Betapa riangnya saya bak kijang lepas ke rimba. Tapi tetap Aba menunggui saya pulang dengan duduk di dekat jendela. Sampai saya sering di ledek teman-teman.

Aba meninggal di tahun 1996, Ibu, saya dan kakak perempuan (kami tinggal berdua bersaudara) menunggui di hari terakhirnya. Aba meminta maaf kepada kami, meminta maaf pada saya karena tidak akan bisa menikahkan saya nantinya. Dan cinta pertama itupun pergi.

Saya dalam gendongan Ibu/dokpri
Saya dalam gendongan Ibu/dokpri
Saya berpikir, buat apa seorang ayah meminta maaf pada Isteri, anak-anaknya. Padahal ayah saya adalah ayah terbaik di dunia. Ini soal tanggung jawab, ayah harus pergi dan merasa tanggung jawabnya belum selesai. 

Bukankah kasih orang tua sepanjang jalan? Dan jalan itu tak berujung. Ayah selalu di hati seorang anak perempuan. Dan saya belum menemukan lelaki seperti ayah saya, yang benar-benar mencintai saya. Manusia tidak ada yang sempurna, tetapi seorang ayah selalu memberikan cinta yang sempurna. I miss you, Aba....

FS, 24 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun