Mohon tunggu...
fata zumala
fata zumala Mohon Tunggu... Guru - single

kuliah di unisnu jepara

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Modifikasi Kurikulum Program Khusus dan Desain Pembelajaran pada Siswa ABK di Sekolah Inklusi

12 Juni 2021   21:00 Diperbarui: 12 Juni 2021   21:00 2147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Model pengembangan kurikulum inklusif yang diselenggarakan pemerintah indonesia model penidikan inklusif moderat, dimana moel inklusi moderat ini dikenal dengan model mainstreaming (terpadu dan inklusi penuh). Model yang memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja.
Dalam praktiknya ABK disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. ABK dapat berpindah dari satu bentuk layanan ke bentuk layanan lainnya. Adapun berbagai bentuk kelas yang bisa digunakan oleh ABK antara lain sebagai berikut.
1. Bentuk kelas reguler atau penuh yaitu Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
Bentuk kelas reguler dengan cluster yaitu anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
2. Bentuk kelas reguler dengan pull out yaitu anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
3. Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out yaitu anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing khusus
4. Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian yaitu anak berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler yaitu anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.
Mutu pendidikan lulusan dipengaruhi oleh mutu proses belajar mengajar disekolah. Adapun komponen yang berpengaruh pada mutu proses belajar mengajar yaitu input siswa, kurikulum, pendidik, sarana prasarana, manajemen, lingkungan dan output lulusan. Komponen ini sangat erat kaitannya dengan pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi akan sangat sulit diimplementasikan manakala kompone-komponen tersebut jika tidak dilakukan modifikai sesuai dengan perkembangan dan kondisi anak tersebut.

Modifikasi kurikulum di sekolah inklusi dengan cara Kurikulum siswa rata-rata atau regular disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan atau potensi ABK, Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta didik tunagrahita, dan Modifikasi kurikulum ke atas untuk peserta didik gifted and talented. Adapun modifikasi kurikulum yang dapat dilakukan terhadap (1) alokasi waktu disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang sudah diperkrakan dengan matang sesuai tingkat kefokusan siswa, (2) isi atau materi kurikulum dimodifikasi dan diberikan kurikulm khusus untuk ABK, (3) proses belajar mengajar juga dimodifikasi sesuai dengan minat peserta didik, (4) pengelolaan kelas dirancang yang mampu menunjang prosess perkembangannya dan mampu memberikan kenyamanan, (5) sarana prasarana harus mampu menunjang proses belajar mengajar agar optimal dan (6) lingkungan belajar peserta didik yag aman, nayaman dan harmonis.
Kurikulum yang digunakan disekolah reguler yaitu kurikulum nasional yang dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkatan kecerdasannya. Tujuan dilakukannya modifikasi atau pengembangan kurikulum dalam pendidikan inklusif yaitu (1) membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami, (2) membantu guru dan orangtua dalam mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di rumah, dan (3) menjadi pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan menyempurnakan program pendidikan inklusif.
Pada dasarnya layanan ABK disesuaikan dengan kebutuhan individunya. ABK dalam belajar berbeda dengan anak normal, makin berat tingkat kecacatannya semakin komplek cara belajarnya. ABK memerlukan modifikasi dan rentang waktu yang berbeda dibandingkan dengan peserta didik yang normal. Sekolah bertanggung jawab memberikan keterampilan fungsional agar siswa dapat mandiri dalam menjalankan kehidupannya baik di sekolah, di rumah, dan di masyarakat. Guru sangat berperan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Guru juga harus dapat meyakinkan masyarakat bahwa tujuan materi dalam program pembelajaran individual dapat diterima baik praktis, efektif, dan manusiawi. Guru juga harus berhubungan dengan orangtua peserta didik di dalam menjalankan program maupun evaluasi programnya. Karena ABK membutuhkan pelayanan pendidikan dengan prinsip-prinsip modifikasi perilaku.

Model pengembangan kurikulum dalam sekolah inklusi menurut Sukadari (2019) dapat dibedakan menjadi beberapa model antara lain sebagai berikut.
1. Model Kurikulum Reguler Penuh
Kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti teman-teman lainnya di dalam kelas yang sama.
2. Model Kurikulum Reguler Dengan Modifikasi
Kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.
3. Model Kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI)
Kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.

Adapun perbedaan dari ketiga model kurikulum tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Model kurikulum reguler penuh
Peserta didik yang berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum reguler ,sama seperti teman-teman lainnya di dalam kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajar.
 2. Model kurikulum reguler dengan modifikasi

kurikulum regular dimodifikasi oleh guru dengan mengacu pada kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.

3. Model kurikulum PPI

kurikulum disesuaikan dengan kondisi peserta didik yang melibatkan berbagai pihak. Guru mempersiapkan Program Pembelajaran Individual (PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang Kurikulum Sekolah. Model ini diperuntukan bagi siswa yang tidak memungkinkan mengikuti kurikulum reguler.

Sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam pembelajaran di kelas inklusif menggunakan kurikulum 2013, terdapat beberapa bagian yang memungkinkan untuk dimodifikasi dan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari, dilaksanakan dan memenuhi kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus Inilah yang disebut dengan pembelajaran adaptif. Lalu, bagaimana pengembangan kurikulum adaptif untuk siswa berkebutuhan khusus yang mengikuti pendidikan di sekolah inklusif? nah, menurut Mitchell (2010) pedoman umum penyelenggaraan pendidikan inklusif 2013 model kurikulum adaptif ABK ada 5 antara lain sebagai berikut.
1. Model eskalasi, kurikulum bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang dinaikkan dari standar kurikulum reguler diperuntukan bagi siswa CIBI (Cerdas Instimewa dan atau Bakat Istimewa).
2. Model duplikasi: kurikulum bagi peserta didik berkebutuhan khusus sama seperti yang digunakan pada kurikulum reguler. Cara dalam pengembangan kurikulum, dimana siswa berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum yang sama seperti yang dipakai oleh anak reguler pada umumnya.  Model duplikasi dapat diterapkan pada empat komponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses dan evaluasi. Duplikasi tujuan/materi berarti tujuan/materi pembelajaran yang diberlakukan pada anak reguler juga diberlakukan kepada siswa berkebutuhan khusus. Duplikasi proses bisa berarti kesamaan dalam metode mengajar, lingkungan/setting belajar, waktu belajar penggunaan media belajar dan atau sumber belajar. Duplikasi evaluasi bisa berarti kesamaan dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau kesamaan dalam tempat atau lingkungan dimana evaluasi dilaksanakan.
3. Model modifikasi: kurikulum bagi peserta didik berkebutuhan khusus dinaikkan atau direndahkan, disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Modifikasi tujuan siswa berkebutuhan khusus, maka akan memiliki rumusan kompetensi sendiri yang berbeda dengan siswa reguler, baik berkaitan dengan SKL, KI, KD, indikatornya. Modifikasi materi bisa berkaitan dengan keleluasan, kedalaman dan kesulitannya berbeda (lebih rendah) daripada materi yang diberikan kepada siswa reguler. Metode atau strategi pembelajaran umum yang diberlakukan untuk siswa reguler tidak diterapkan untuk peserta didik berkebutuhan khusus. Jadi, peserta didik berkebutuhan khusus memperoleh strategi pembelajaran khusus yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuannya. Dan modifikasi evaluasi berkaitan dengan perubahan dalam soal ujian, perubahan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau tempat evaluasi. Termasuk juga dalam kriteria kelulusan, sistem kenaikan kelas, bentuk rapor, ijasah.
4. Model substitusi: beberapa bagian kurikulum diganti dengan yang kurang lebih setara. Dalam kaitannya dengan model kurikulum, maka substansi berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain. Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh siswa berkebutuhan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang sebobot dengan yang digantikan. Model substansi bisa terjadi dalam hal tujuan pembelajaran, materi, proses maupun evaluasi.
5. Model omisi: beberapa bagian kurikulum ditiadakan karena tidak memungkinkan untuk dilakukan oleh peserta didik berkebutuhan khusus. Dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi berarti upaya untuk menghapus/menghilangkan sesuatu, baik sebagian atau keseluruhan dari kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikaan kepada siswa berkebutuhan khusus karena terlalu sulit.

Semoga artikel diatas dapat membantu guru di Indonesia dalam mengentaskan & penanganan anak berkebutuhan khusus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun