Mohon tunggu...
Muhammad Faris Ibrahim
Muhammad Faris Ibrahim Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seekor kutu di bulu kelinci dalam topi, yang berharap suatu saat, dapat menatap mata si tukang sulap.

Hanya manusia biasa, yang punya cita-cita bisa masuk rumah sakit jiwa, karena membaca.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Perpustakaan ke Pelaminan

15 Juli 2019   18:28 Diperbarui: 15 Juli 2019   18:39 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
*Gambar dari Tumblr Eman Naif. Di gambar tersebut diceritakan kisah Malik bin Nabi dan Celestine bertemu di perpustakaan.

Betul kata orang- orang, "menikah adalah sunnah yang paling lama." Layaknya sebuah perjalanan, apabila ia memakan waktu yang lama, sudah selayaknya bagi pejalan untuk mawas diri mempersiapkan ragam bekal, memeriksa bahan bakar, siap sedia peta kongkrit segala tujuan. Pepatah Arab sering bilang, "siapa yang mengetahui jauhnya jalan, hendaklah ia bersiap- siap." Ya, tepat sekali, pernikahan memang harus disiapkan; karena pernikahan adalah perjalanan yang panjang.

Berkembang biak adalah ciri alamiah makhluk hidup. Hewan, tumbuhan, semuanya berkembang biak dengan caranya. Oleh sebab itu, Islam men-syariatkan pernikahan. Tidak ada sesuatu yang di-syariatkan Allah untuk makhluknya, melainkan pasti sesuai dengan fitrahnya. Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan. Namun demikian, pernikahan dalam Islam bukan semata- mata adalah tentang berkembang biak menjaga eksistensi spesies agar tidak punah. Pernikahan dalam Islam, lebih dari sekedar itu. 

Pernikahan manusia dalam Islam bukan sepertimana kebanyakan kata orang yaitu keadaan di mana laki- laki dan perempuan bisa saling menikmati, itu saja, segalanya. Di buku Adwa' fin Nudzum al- Islamiyyah, para dosen kami di al- Azhar mendaras, bahwa manhaj Islam dalam membangun keluarga lewat pernikahan menjadi berbeda, karena disisipi tekad mulia, yaitu tekad untuk membangun peradaban. Itulah yang membedakan manusia dari tumbuhan dan binatang; yaitu tekad untuk melahirkan generasi yang terus menjadi lebih baik hari ke hari.

Membangun peradaban, tentu bukan kerja perorangan, maka dari itu Islam mensyariatkan pernikahan; karena membangun peradaban adalah kerja bersama. Lagi- lagi itulah juga yang membedakan manusia dan binatang, serta makhluk hidup lainnya. Bagi sejarawan kenamaan seperti Yuval Noah Harari, kerjasama adalah jawaban paling logis yang menjelaskan kenapa manusia ribuah tahun belakangan hari ini menguasai setiap aspek kehidupan di muka bumi. Rayap, semut, gorila, kera, semuanya hidup berkoloni juga bekerjasama, namun tidak ada dari mereka yang punya tekad sepertimana manusia; membangun peradaban yang menghegemoni.

Maka dari itu, Islam memandang pernikahan sebagai asas yang paling asasi. Jika peradaban adalah sebuah bangunan, maka pernikahan adalah pondasi utamanya. Keluarga adalah tiang penyanggahnya. Suami dan istri adalah arsitek bangunan itu. Jika mereka ingin membangun bangunan yang kokoh, mereka harus punya kemampuan bekerjasama yang baik, dan kerjasama yang baik tentu lahir dari komunikasi yang baik. Maka dari itu, adalah hal yang mesti bagi laki- laki maupun perempuan, untuk memilih arsitek pendamping yang cakap berdiskusi.

Karena satu dari hikmah pernikahan dalam Islam adalah kerjasama. Laki- laki dapat menutupi waktunya mengurusi urusan dapur, perempuan dapat menemukan sosok yang menjamin kehidupannya secara materi. Kerjasama lainnya terdapat pada usaha mendidik anak. Anak butuh asupan sifat kepemimpinan seorang ayah, kelembutan dan kasih sayang seorang ibu. Itu semua tidak akan terlaksana dan tersampaikan, kecuali dengan kemampuan komunikasi yang baik, antara suami dan istri, lewat diskusi.    

Maka dari itu, nikah sebenanya adalah perkara sederhana. menikah adalah urusan mencari partner diskusi. Dari sekian banyak penyetaraan yang dituahkan syariat- mencari pendamping yang setara secara pengetahuan boleh jadi adalah salah satu yang banyak dilewatkan oleh kebanyakan orang. Kegusaran itulah mungkin yang melandai di kepala filsuf peradaban Islam asal Aljazair, Malik bin Nabi, yang kemudian terterjemahkan menjadi sebuah kisah cinta yang menarik.

Kisah cinta itu bermula dari kebiasaannya yang dawam mengunjungi sebuah perpustakaan di Paris. Saban hari, tak disangka, ia dilanda kesulitan mencari buku favoritnya di rak perpustakaan tersebut.

Berkali- kali ia coba tanyakan pada penjaganya, selalu saja jawabannya datar, "buku itu sekarang sedang dipinjam oleh seorang perempuan," ujar si penjaga perpustakaan mengabarkan.

Anehnya, penjaga perpustakaan itu juga tak pernah absen bilang, bahwa buku yang sering dicari oleh perempuan itu selalu sedang dipinjam oleh Benabi (panggilan Malik bin Nabi)

Kasus unik itu terus berulang- ulang terjadi. keadaan itulah yang mendorong mereka saling cari- mencari satu sama lain demi memenuhi hajat literasi setiap mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun