Sepiring Tahu Tek telah disajikan, bunyi 'Tek, Tek, Tek' saling beradu dengan sekotak tahu yang telah digoreng. Bau harum telur dadar menambah aroma khas gerobak pinggir jalan Paciran Deandles.
Tak lupa, penjual mulai mengulek kacang, bawang, cabe merah merona. Diatas cobek yang terbuat dari tanah liat, penjual matanya berbinar setiap pelanggan datang menghampiri dagangan yang dijajakan. Berharap sejumput rezeki malam hari berpihak padanya.Â
Dalam tatapan kosong penjual, matanya jelalatan mengikuti setiap kendaraan yang lalu-lalang di depan gerobaknya. Berharap pandemi lekas pergi dari bumi. Namun, hampir dua tahun pasang surut keadaan yang tak juga menentu, ditambah kebijakan pemerintah yang cenderung tendensius, penjual ini menggurutu.Â
"Ah, sudah bisa ditebak keputusannya," ucapnya kesal.
Dalam sebuah negeri bernama Wakanda, jabatan Presiden tidak lagi bermakna. Para menterinya seolah menjadi pengatur jalanya roda pemerintahan. Soal pengambilan keputusan kerap kali membuat resah masyarakat yang menghuninya.Â
Bantuan-bantuan atas nama kepedulian yang katanya masif. Namun, sampai di akar rumput bantuan itu dipotong 50%. Kata pejabat tingkat desa, bantuan dipotong sedemikian digunakan untuk dibagi dengan warga yang lain. Tidak berhenti disitu, setelah sampai rumah, Ketua RT menanyakan bantuan yang didapat. Lalu, memotong 15%, katanya itu sudah konsensus.
Mungkin saja, dana yang telah dipotong tersebut digunakan untuk kemaslahatan warga. Sebuah lembaga antirasuah di negeri Wakanda, para tokoh kunci yang getol menyuarakan perlawanan terhadap perampas uang negara malah diberantas balik, karena dianggap tidak lolos sebuah tes yang katanya, dianggap nasionalis.
Lamongan, 16 September 2021.