Mohon tunggu...
farid wong
farid wong Mohon Tunggu... -

hanya lelaki yang kebetulan lewat, sama sekali tak hebat, tapi suka bersahabat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ludruk Dicinta, Kirun Tiba, Ngakak Bersama

15 Oktober 2017   23:18 Diperbarui: 16 Oktober 2017   15:55 4475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tuku jamu air mancur
Bojo lemu darakno kasur

Tawa terbahak-bahak sontak terdengar dari para penonton yang hadir malam itu, setelah Kirun melontarkan parikan (pantun) lucu yang dikidungkannya. Dalam bahasa Indonesia, parikan itu berarti: Beli jamu air mancur, istri/suami gemuk dikira kasur.

Kirun, yang dikenal luas sebagai pelawak, berpentas di pelataran Bentara Budaya Yogyakarta (BBY), Jumat (13/10) malam lalu, bersama rombongan ludruk yang dipimpinnya: Ludruk Tombo Kangen "Kirun Cs." Mereka hadir di Yogya atas undangan BBY, untuk memeriahkan pembukaan pameran foto dan sepeda onthel "Sarekat Onthel."

[Foto: Farid Wong]
[Foto: Farid Wong]
Kita tahu, Yogya memang tak punya tradisi ludruk, tapi sepertinya logat atau banyolan jawa-timuran itu masih berterima di telinga publik Kota Gudeg. Bagi saya, sudah pasti kehadiran Kirun Cs memantik ingatan masa kecil saya di Jawa Timur. Pernah tinggal di Nganjuk, Surabaya, Malang dan Tulungagung, saya saat itu masih lumayan sering menonton pertunjukan ludruk.

Setelah menetap di Yogya, bisa dibilang saya tak pernah menonton ludruk secara live. Berkat BBY, pertunjukan Kirun dan kawan-kawan dari Madiun, Jawa Timur, itu setidaknya mampu mengobati kangen saya pada kesenian asli Jawa Timur ini. Ludruk Kirun Cs masih mengikuti pakem yang berlaku selama ini, yakni dibuka dengan tari rema; dilanjutkan dengan bedayan yang menampilkan sejumlah pemain yang berjoget ringan sembari melantunkan kidungan jula-juli; kemudian dagelan (lawakan) oleh seorang pemain yang biasanya memulainya dengan ngidung, lalu disusul pemain lainnya; dan terakhir adalah penyajian cerita atau lakon utama.

Ludruk sudah lama mengakar di Jawa Timur. Bentuk awalnya dulu dikenal sebagai lerok, yang kemudian menjadi besutan, dan akhirnya berkembang menjadi ludruk. Kesenian tradisional ini tak bisa dilepaskan dari seorang tokoh atau pahlawannya, Cak Durasim, yang sekarang namanya diabadikan sebagai nama sebuah gedung kesenian di Surabaya.

[Foto: Farid Wong]
[Foto: Farid Wong]
[Foto: Farid Wong]
[Foto: Farid Wong]
Di era pra-kemerdekaan, ludruk sebenarnya menjadi suatu medium untuk menyampaikan pesan-pesan perjuangan, yang disisipkan di tengah pertunjukan. Pesan tersebut biasanya dilontarkan melalui parikan, yang kadang terdengar lucu dan menghibur, kadang pula lebih terasa sebagai sindiran.

Sebagai seniman ludruk, Cak Durasim kala itu melontarkan parikan yang sangat terkenal: pagupon omah dara, melu nipon tambah sengsara. Artinya, pagupon rumah burung dara, ikut Jepang tambah sengsara. Akibat ucapannya ini, Cak Durasim ditangkap oleh tentara Jepang. Sekitar setahun setelah dipenjara, ia meninggal dunia.

Parikan yang dilontarkan para pemain terus mengalami perkembangan, dan selalu menyesuaikan dengan isu yang berkembang dalam masyarakat. Tak ketinggalan, Kirun pun turut menyodorkan parikan-nya yang kekinian: lungguh kursi gedhak-gedhek, sing korupsi disambr beldhek (duduk di kursi geleng-geleng kepala, yang korupsi disambar petir). Lagi-lagi penonton ngakak bersama.

Ludruk pada umumnya digemari, terutama di Jawa Timur, karena menggunakan bahasa keseharian, yang kerap kali terdengar kasar, bahkan vulgar. Itulah yang menjadikannya sangat dekat dengan masyarakat kebanyakan. Cerita atau lakon yang disajikan pun diambil dari kehidupan sehari-hari, atau kisah-kisah perjuangan.

[Foto: Farid Wong]
[Foto: Farid Wong]
Hingga sekarang kesenian ludruk tetap eksis, kendati tak sesemarak dulu. Kirun menolak pendapat bahwa ludruk kini kian termarginalkan. "Sampeyan datanglah ke Jawa Timur, lihat sendiri (perkembangannya)," kata pria bernama lengkap Muhammad Syakirun itu, sembari menambahkan bahwa dirinya banyak membina orang-orang muda bermain ludruk. Ia juga mengajak penonton untuk mendukung kelestarian ludruk, dengan melontarkan parikan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun