Mohon tunggu...
Farid Al baihaqi
Farid Al baihaqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - 102190114 SM.E

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengelolaan Zakat di Indonesia

28 Mei 2021   09:52 Diperbarui: 28 Mei 2021   10:04 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang berlandaskan syariat/hukum Islam. Kedudukan hukum Islam dalam negara Republik Indonesia secara jelas tercantum dalam Pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Mahaesa dan menjamin kemerdekaan masing-masing penduduk untuk melaksanakan ibadah berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing.

Indonesia adalah salah satu negara dengan populasi penduduk muslim tebesar di dunia. Hampir 90% penduduk Indonesia beragama Islam. Seharusnya dengan populasi penduduk muslim yang besar, berarti menunjukkan peluang penghimpunan dana zakat yang besar pula. Zakat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan bagi setiap muslim, sebagaimana wajibnya sholat, puasa, dan haji. Namun pada kenyataannya, zakat di Indonesia belum tumbuh dan berkembang sebagaimana mustinya. Melainkan pasang surut pertumbuhan zakat di Indonesia masih jauh dari harapan.

Menurut Didin Hafiduddin dalam mengklasifikasikan sejarah eksistensi zakat di Indonesia setidaknya menjadi 2 periode, yaitu pada era sebelum tahun 90-an dan pada era setelah 90- an. Sebelum tahun 90-an, zakatan di Indonesia memiliki beberapa ciri khas, diantaranya yaitu:

Distribusi zakat dengan manual, di mana muzakki langsung memberikan zakatnya kepada mustahik.

Amil zakat (bertugas menghimpun dan menyalurkan dana zakat) hanya menghimpun zakat fitrah dan tidak mengelola zakat mal. Padahal secara kuantitas, potensi zakat mal jauh lebih besar.

Zakat yang diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif untuk keperluan sesaat.

Harta objek zakat (al Amwal az Zakawiyyah) hanya terbatas pada harta-harta yang terperinci (manthuq) dalam Al-Quran dan hadits saja, yaitu emas, perak, hasil pertanian (terbatas hanya pada tanaman yang mengahasilkan makanan pokok), peternakan (terbatas pada sapi, dan kambing/domba), perdagangan (terbatas hanya pada barang komoditi), dan rikaz (harta timbunan).

Pertumbuhan zakat yang masih sangat terbatas pada era sebelum tahun 90-an ini diakibatkan oleh beberapa kondisi, di antaranya lembaga pengumpulan zakat yang masih terbatas, hanya di beberapa daerah saja, rendahnya kepercayaan masyarakat kepada amil zakat, profesi amil zakat dianggap sebagai profesi sampingan saja, dan kurangnya sosialisasi zakat yang mempublikasikan hikmah zakat, urgensi, tujuan, tata cara pelaksanaan zakat, objek zakat, maupun kaitan zakat dengan kesejahteraan masyarakat yang masih sangat terbatas dan jarang dilakukan.

Sehingga pada era sebelum 90-an, pandangan masyarakat terhadap zakat masih terbatas sebagai bentuk ibadah individual (amal fardi) yang menjadi tanggung jawab masing-masing sebagai seorang muslim. Karena hal itu muncul anggapan posisi amil dalam pengelolaan zakat tidak terlalu penting, Sehingga pada saat itu popularitas 'amil tidak terlalu menjadi perhatian.

Dan perkembangan zakat pada era 90-an yang tidak kalah penting dibandingkan perluasan objek zakat dan cara pengelolaan zakat adalah pendayagunaan zakat. Pada era ini pendayagunaan zakat lebih teratur, terarah dan tepat sasaran sesuai dengan skala prioritas daerah masing-masing. Pendayagunaan zakat diarahkan dan diawasi sesuai dengan program dari lembaga pengumpul dana zakat. Di antaranya adalah program pemberian beasiswa kepada para pelajar, pemberian modal usaha, mendirikan rumah sakit dan sekolah gratis bagi kaum dhuafa, mendirikan balai pelatihan keterampilan, bekerjasama dengan BMT dalam pembiayaan usaha kaum dhuafa, dan penanggulangan bencana. Dan semua arus keuangan zakat ini dilaporkan kepada publik melalui media massa seperti media elektronik, media cetak dan lain sebagainya, yang memiliki kesediaan untuk diaudit dari pihak internal maupun eksternal.

Selanjutnya dengan lahirnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang ZIS, merupakan era yang baru bagi perkembangan zakat di Indonesia. Menurut Ahmad Juawaini, ketua Forum Zakat (FOZ) mengungkapkan beberapa poin baru yang menjadi pembeda antara Undang-Undang NO. 38 Tahun 1999 (selanjutnya disebut Undang-Undang lama) dengan Undang-Undang NO. 23 Tahun 2011 (selanjutnya disebut Undang-Undang baru), yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun