Mohon tunggu...
Farida Eka Putri
Farida Eka Putri Mohon Tunggu... Psikolog - Cerita dari ruang praktik psikolog klinis.

Clinical Psychologist, Graphologist, and Learners. Menulis saja dulu, suatu saat pasti berguna. Email: faridaekap@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ada Apa dengan Kesehatan Mental Ibu Bekerja?

1 Desember 2022   10:59 Diperbarui: 1 Desember 2022   18:21 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bekerja (Sumber: kieferpix)

Saya bangga menjadi ibu, namun saya sedih karir sulit berkembang. Resah dengan kondisi seperti ini di mana harapan terbentur dengan realita. 

Saya ingin sukses dalam mengasuh anak, mengelola rumah tangga, dan ingin karir berkembang cepat seperti pencapaian sejawat lain namun realitanya cenderung kehabisan energi dan waktu, pada akhirnya keresahan yang tak kunjung menemukan solusi berubah menjadi rasa frustrasi yang mempengaruhi kesehatan fisik saya.

Faktanya berdasarkan hasil penelitian O'Neil, Hopkins & Bilimonial (2008) dijelaskan bahwa perkembangan karir pada wanita memang begitu kompleks dan hal ini menjadi tekanan yang paling besar pada wanita daripada aspek yang lain di kehidupan mereka. 

Wanita bekerja yang sudah menikah dan memiliki anak dihadapkan pada begitu banyak rintangan dibandingkan dengan wanita yang menikah tidak memiliki anak. 

Banyak wanita yang memilih keluar dari pekerjaannya karena tidak bisa full time saat anak masih kecil dan beberapa wanita memilih tetap bekerja walaupun karir mereka mengalami stagnan dalam waktu yang tidak dapat dipastikan.

Selain itu wanita yang telah memiliki anak dan memilih bertahan dalam pekerjaannya dua kali lebih stres dibandingan dengan laki-laki bekerja yang sudah memiliki anak. Hal ini disebabkan karena wanita menghabiskan waktu lebih banyak untuk mengurus rumah tangga di luar dari jam bekerjanya (Connerley&Wu, 2016). Tekanan terhadap wanita bekerja juga kuat dipicu apabila kurangnya komunikasi dan dukungan dari pasangan serta keluarga di rumah.

Lebih lanjut saya membaca penelitian di atas karena ingin mengetahui bagaimana cara bertahan dalam karir. 

Jawaban kualitatif responden penelitian yang bertahan dari awalnya merasa stagnan hingga akhirnya dapat merasakan kesejahteraan dan kepuasaan berkarir cukup membuat hati saya tenang.

Berikut ringkasan yang menurut saya bermakna:

It's Okay to Feeling Guilty: Rasa bersalah pasti muncul karena harus bekerja sehingga ibu tidak mampu hadir dua puluh empat jam mendampingi anak di rumah. Komitmen dengan meluangkan waktu setiap hari minimal dua jam tanpa gangguan seperti misalnya sibuk cek gadget dan berupaya hadir di momen penting anak dapat membuat hubungan ibu bekerja dan anak menjadi lebih berkualitas.

My Career has a positive effect on children and families: Pastikan bahwa karir yang dijalani ibu dapat membawa pertumbuhan positif bagi anak dan keluarga di rumah. Uang memang tidak bisa membeli kebahagiaan, namun karir yang baik akan menghasilkan uang yang cukup untuk membayar hal-hal penunjang kehidupan yang berkualitas, misalnya pendidikan anak yang dapat lebih variatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun