Mohon tunggu...
Farida Adelina
Farida Adelina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tertarik pada konten2 yang berkaitan dengan spiritualitas iman Kriten, psikologi dan permasalahan dalam berbagai macam kehidupan serta tingkah laku manusia dalam meresponinya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak Perdamaian

30 November 2022   07:00 Diperbarui: 30 November 2022   07:20 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

ANAK PENDAMAIAN

Pernah mendengar suku Sawi

Sekitar tahun 1962  untuk pertama kalinya suku Sawi kedatangan orang lain dari luar peradaban mereka, yaitu seorang missionari Don Richardson bersama istrinya Carol seorang tenaga medis. Saat itu Suku Sawi yang merupakan salah satu suku di Papua (dulu Irian Jaya), masih sangat primitif, selalu ada peperangan antar suku dan kanibalisme. Uniknya, yang dijadikan pahlawan dan seorang yang hebat bagi mereka adalah seorang penghianat. Sehingga Don Richardson dan istrinya mengalami kesulitan untuk menyampaikan pengijilan kepada mereka, sebab yang dijadikan pahlawan orang hebatnya adalah Yudas Iskariot seorang yang jahat, tamak dan penghianat bukan Tuhan Yesus, yang menjadi korban bagi pendamaian manusia dengan Allah Bapa. Nilai tertinggi dan tujuan hidup yang berlaku di suku Sawi adalah bagaimana mereka berhasil melakukan penghianatan kepada pihak lawan mereka. Oleh karenanya mereka berusaha menjadi kawan dan bersahabat dengan pihak lawan untuk kemudian pada waktunya mereka akan berkhianat terhadap mereka. Nilai dan tujuan ini secara tradisional terus menerus dihidupi dari generasi ke generasi turun temurun.

Bagaimanakah Injil Yesus Kristus dapat mempengaruhi suku Sawi dan merubah cara berpikir mereka? Mereka yang menghormati Yudas sebagai tokoh panutan dan menganggap ciuman untuk mengkhianati Yesus sebagai suatu cara pengkhianatan tertinggi?

Ternyata Suku Sawi mempunyai tradisi unik untuk mencegah peperangan terjadi, yaitu salah satu pihak yang bertikai akan menyerahkan seorang anak untuk dirawat, dididik dan dibesarkan oleh pihak lawan. Anak yang dijadikan pertukaran untuk pendamaian harus dipelihara dan dirawat dengan baik supaya anak itu dapat bertumbuh dan senantiasa sehat, sebab pendamaian bergantung pada keberadaan anak pendamaian tersebut, jika terjadi sesuatu terhadap anak tersebut maka perjanjian damai akan batal. Peperangan antar suku dapat dihindari dan pendamaian bisa dilakukan di antara suku Sawi bila ada pertukaran anak yang dikorbankan untuk diserahkan kepada pihak lawan, mereka menyebutnya sebagai “Anak Pendamaian”. Ada kesamaan konsep anak pendamaian di suku Sawi dengan Yesus Kristus yang telah mati menjadi korban yang menggantikan penebusan dan pendamaian antara manusia dengan Allah, sehingga Don mencoba memberitakan kebenaran ini melalui pintu masuk mengenai kesamaan persepsi tentang anak pendamaian yang dijadikan korban untuk menghadirkan perdamaian di suku Sawi, parallel dengan pendamaian antara Allah dengan manusia, dan ternyata strategi ini berhasil membuat suku Sawi mengerti konsep kebenaran Yesus Kristus yang menjadi korban sempurna bagi penebusan dan keselamatan manusia yang berdosa. Kebenaran telah menerangi dan mengubah cara berpikir, cara pandang, nilai-nilai dan perilaku yang berlaku di suku Sawi. “Peace Child” (1972) merupakan biografri cerita tentang perjalan dan perjuangan Don Richardson beserta istri selama melakukan misionari di suku Sawi.

Suku Sawi menjadikan anak yang mereka tukar untuk dibesarkan oleh pihak lawan sebagai anak pendamaian, supaya tidak ada pertikaian, permusuhan dan peperangan selama anak itu masih hidup dan ada di tengah-tengah suku mereka. Suku Sawi memerlukan anak pendamaian untuk berdamai dan dapat berelasi hidup berdampingan dengan lawan mereka. Demikian pula dengan manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, manusia memberontak kepada Allah, hidup mengikuti hawa nafsu duniawi, tercemar baik secara fisik, pikiran dan hati nuraninya. Mereka tidak dapat memperoleh pendamaian dengan Allah, tidak dapat menghampiri tahta Allah yang kudus dan mulia, hanya melalui darah korban yang suci, kudus, tidak tercemar dan tidak berdosa yang dapat memuaskan cawan murka Allah, yaitu darah dari Anak Allah Yesus Kristus Sang Anak Pendamaian tersebut.

Mengapa harus Yesus Kristus? Apakah tidak bisa digantikan oleh darah binatang? Atau darah manusia lain? Karena manusia sudah melanggar perjanjian dengan Allah, sudah sepantasnya semua manusia menerima hukuman dan kematian kekal. Tetapi bila Allah beranugerah untuk membenarkan dan mengampuni manusia yang berdosa, tentu syarat-syaratnya harus berasal dari Allah yang Suci dan Mulia, yang dapat mencukupi dan membayar semua pelanggaran dan dosa-dosa kita. Alkitab baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru memberikan jawaban bagaimana caranya agar dapat diperdamaikan kembali dengan Allah. Sebelum Yesus Kristus berinkarnasi ke dunia, Perjanjian Lama menyaksikan Allah memberikan petunjuk kepada umat-Nya melalui Musa bagaimana memperoleh pengampunan dan pembenaran, yaitu melalui darah domba jantan, yang tidak bercacat, yang dikhususkan untuk menjadi korban bakaran penghapusan dosa dan pendamaian bagi umat yang berdosa. Setiap kali umat bersalah dan akan memohon pengampunan dosa, harus melalui tata cara pengorbanan darah domba yang tidak bercatat tersebut, terus menerus dan berulang-ulang.

Tetapi ketika genap waktu-Nya, Yesus Kristus berinkarnasi menjadi manusia yang juga Allah sejati, tidak berdosa, memenuhi ketaatan penuh kepada Allah dan kudus, menyerahkan diri-Nya untuk menjadi korban penghapus salah bagi manusia yang berdosa, sekali untuk selamanya. Sehingga melalui pengorbanan Yesus Kristus manusia memperoleh pembenaran dan diperdamaikan dengan Allah Bapa serta memperoleh keselamatan terbebas dari kematian kekal. Ketika Kristus mati disalib, tabir bait Allah terkoyak dari atas kebawah, menunjukkan bahwa terbukalah akses bagi manusia untuk kembali berelasi dan bersekutu dengan Allah Bapa tanpa melalui iman, tetapi hanya melalui Yesus Kristus Imam Besar kita, yang memperdamaikan manusia berdosa dengan Allah Bapa melalui darah-Nya sendiri satu kali dan untuk selamanya yang mencakup bagi seluruh umat manusia.

Adalah merupakan kehendak dan kedaulatan Allah, sehingga sejak dalam kekekalan bahkan sejak awal kejatuhan manusia, Allah sudah merancangkan keselamatan, pelimpahan anugerah kepada orang berdosa dan pembaharuan yang dialaminya supaya mereka dapat menikmati hidup dan persekutuan yang intim dengan Allah. Seperti suku Sawi yang merelakan anak mereka untuk diasuh dan dijadikan anak oleh pihak lawan supaya mereka memperoleh pendamaian dengan pihak lawan, demikian pula Allah di dalam anugerah dan kedaulatan-Nya mengutus Anak-Nya, melewati ujian ketaatan, bukti tidak ada dosa dalam diri-Nya sehingga menjadi korban yang dapat memenuhi tututan murka Allah sehingga manusia berdosa dapat diperdamaikan kembali dengan Allah.

Ordo Salutis (The Way of Salvation) adalah proses dimana karya keselamatan Kristus diterapkan di dalam hati orang berdosa yang menjadi percaya. Anugerah khusus, dimana Allah bekerja di tengah orang berdosa melalui karya Roh Kudus, yang membangkitkan iman di dalam diri  orang berdosa, yang sebelumnya melawan Allah. Pengertiannya: “pembenaran” kata ini hanya muncul dua kali dalam Perjanjian Baru, di Roma 4:25 dan 5:18, yang menunjukkan bahwa manusia dibenarkan secara total oleh Tuhan dan dibebaskan dari tuntutan hukum untuk itu         

Pertobatan realitanya memerlukan dua elemen penting: yaitu penyesalan akan dosa dan iman. Penyesalan dosa merupakan elemen retrospektif, untuk melihat ke dalam dan keinginan memperbaiki diri, sedangkan elemen kedua lebih prospektif, untuk melihat ke depan, ke arah tujuan yang akan datang, yang harus dicapai dalam kehidupan iman seseorang. Oleh karenanya penyesalan dosa umat percaya harus mengandung tiga elemen:

a.    Elemen intelektual. Pertobatan adalah perubahan pandangan dan pengertian akan dosa. Maka jika pertobatan tidak disertai aspek intelektual, maka  pengertian dan kesadaran dosa tidaklah cukup memadai sesuai tuntutan  Alkitab.

b.  Elemen emosional. Pertobatan juga mencakup perubahan perasaan, yaitu dukacita yang mendalam dan kebencian terhadap dosa. Ada penyesalan dan kesedihan karena telah melawan Allah dan kehendak-Nya yang kudus dan adil.

c.    Elemen volisional. Elemen ini merupakan elemen komitmen, suatu tekad di dalam keputusan, yang menegaskan perubahan tujuan dan keinginan untuk hidup suci.

Hasil pembenaran menunjukkan bahwa seseorang setelah melalui keputusan pengadilan, ditentukan tidak bersalah dan dibebaskan dari semua tuntutan hukum atasnya, dilakukan dalam dua cara, yaitu: (a) dengan menjelaskan keadaan subjektif orang itu sebagai orang benar, atau (b) memberikan pembenaran walaupun orang itu tidak benar. Bagi orang percaya, berlaku tindakan (b) yang telah Allah kerjakan di dalam Kristus berdasarkan karya penebusan Yesus Kristus.

Pembenaran yang dikerjakan Yesus, memiliki Elemen positif yang didasarkan pada ketaatan Kristus yang aktif.

a.    Pengangkatan sebagai anak. Orang beriman pertama kali menjadi anak Allah melalui pengangkatan (adopsi), suatu pengangkatan secara hukum. Dianggap menjadi bagian anggota keluarga Kerajaan Allah, bersamaan dengan pengangkatan itu, juga terjadi perubahan sikap Allah terhadap orang percaya. Orang percaya ditempatkan sebagai anak di hadapan Allah (huiothesia), dan itulah menjadi titik pijak bagi proses penyucian orang percaya.

b.    Hak untuk mendapat hidup yang kekal. orang percaya yang mendapatkan pengangkatan, dan mendapatkan seluruh hak sebagai anak, termasuk hak mendapatkan hidup yang kekal. Bagi orang percaya, dibenarkan karena iman artinya sama dengan mewarisi hidup yang kekal.

Pemikiran Reformed menyatakan bahwa pembenaran pengampunan dosa didasarkan pada pembenaran atas semua dosa, karena merupakan suatu keadaan esensial membenarkan mereka yang salah. Maka, tidak ada lagi tuduhan yang sah yang bisa diberikan kepada orang berdosa yang sudah mendapatkan pembenaran. Sebaliknya orang percaya mendapat pembenaran, ia masih bisa jatuh ke dalam dosa, dan untuk ini masih terus dibutuhkan pengampunan dosa. Suku Sawi, dengan adanya anak pendamaian , mereka dapat hidup dengan damai, tetapi mereka harus mengerjakan kedamaian itu, merawat anak pendamaian agar tidak terjadi sesuatu terhadap dirinya karena akan berakibat rusaknya perjanjian damai diantara mereka. Demikian pula orang percaya, setelah memperoleh pembenaran dari Allah tetap harus mengerjakan keselamatannya sebagai wujud respon, tanggung jawab dan kasih kepada Allah Bapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun