Mohon tunggu...
Farid Ardhan
Farid Ardhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Status sebagai pelajar mahasiswa

Status sebagai mahasiswa untuk saat ini.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bagaimana Perang di Ukraina Berakhir?

6 Juli 2022   19:25 Diperbarui: 6 Juli 2022   19:31 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batalion Azov. [Lawrence Wilkerson / therealnews.com]

Beberapa hari yang lalu, Presiden RI Joko Widodo mengunjungi dan bertemu dengan presiden kedua negara yang sedang konflik; Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, dan Presiden Rusia Vladimir Putin, dalam rangka pembicaraan damai antar kedua negara. Semoga ini rangka ini berjalan lancar menemukan solusi menuju kedamaian antar kedua negara tersebut. Akan tetapi, andaikan saja jika saja Pak Presiden kita tidak mengunjungi kedua negara tersebut?

Ketika Rusia menginvasi Ukraina pada bulan Februari lalu, Putin melancarkan operasi militer sebagai “operasi militer khusus” dengan tujuan yang dari ini untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina. Putin mempunyai harapan dengan kemenangan cepat, tetapi sekarang, setelah berbulan-bulan perang, tampaknya tidak ada akhir yang terlihat, tetapi kemungkinan adanya gencatan senjata. Dalam hal ini, sebagian Ukraina akan terus berada di bawah pendudukan Rusia. Dengan ancaman konflik yang terus berlanjut,  mungkin ada eskalasi lebih lanjut dengan invasi, bahkan melampaui perbatasan Ukraina. Di sini bahkan bisa menjadi konflik langsung antara Rusia dan NATO, yang akan menjadi situasi yang sangat genting. Itu akan mengubah konflik regional menjadi konflik global dan akan membawa kita hampir jatuh ke dalam semacam skenario tipe Perang Dunia III. Kemungkinan lain adalah bahwa satu pihak bisa memenangkan kemenangan militer. Perang ini mungkin akan berakhir jika Putin digulingkan sebagai presiden, yang paling mungkin dapat menyingkirkannya dari kekuasaan adalah oligarki miliarder yang memimpin kekuatan politik besar di Rusia.

Dalam putaran besar terakhir pembicaraan damai di Turki, Rusia dan Ukraina memiliki enam poin utama diskusi: netralitas Ukraina, perlucutan senjata Ukraina dan jaminan keamanan mereka, denazifikasi Ukraina, penindasan bahasa Rusia di Ukraina, wilayah Donbass dan dua republik yang memisahkan diri, dan akhirnya, Krimea. Saya akan membahas masing-masing menurut saya dari enam poin ini satu per satu.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky (kanan), dengan Sekretaris Jendral NATO, Jens Stoltenberg. (kiri). [NATO /nato.int]
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky (kanan), dengan Sekretaris Jendral NATO, Jens Stoltenberg. (kiri). [NATO /nato.int]

1. Netralitas Ukraina.

Ukraina ingin bergabung dengan NATO selama bertahun-tahun sekarang. Karena perbatasan Ukraina dengan Rusia, ditambah hubungan historis antara kedua negara, Putin selalu menentang keras hal ini. Putin telah mengklaim bahwa memiliki anggota NATO di perbatasan Rusia merupakan ancaman bagi keamanan nasional mereka. Sejauh menyebut Ukraina dan NATO sebagai masalah garis merah, Putin telah mengkritik aliansi tersebut karena ekspansi ke timur yang signifikan sejak akhir Perang Dingin.

Mengingatkan bahwa NATO telah memperluas keanggotaannya sejak jatuhnya Tirai Besi. oleh karena itu, Ukraina menjadi negara netral adalah prioritas utama bagi Putin. Ini akan memberi Rusia penyangga antara mereka dan NATO. Untuk mengakhiri perang ini, Putin hampir pasti membutuhkan kesepakatan dari Ukraina bahwa negara itu tidak akan bergabung dengan NATO.

Dari perspektif Ukraina, ini adalah situasi yang sulit. Di satu sisi, bergabung dengan NATO akan menjadi cara terbaik untuk mempertahankan diri terhadap agresi Rusia, tetapi agak paradoks, tindakan mendiskusikan keanggotaan hanya memperburuk ketegangan dengan Rusia.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengakui bahwa pada tahap ini tampaknya tidak mungkin bahwa Ukraina bergabung dengan NATO adalah suatu kemungkinan, namun beliau mengatakan bahwa setiap perubahan pada posisi negara yang dinyatakan dalam hal ini akan memerlukan referendum dan hanya setelah penarikan pasukan Rusia. Tentu saja, jika Ukraina setuju untuk tidak bergabung dengan NATO, bagaimana negara itu bisa merasa aman dari agresi Rusia di masa depan?

2. Jaminan keamanan dan perlucutan senjata.

Ukraina membutuhkan jaminan keamanannya dan Rusia menginginkan demiliterisasi Ukraina dalam beberapa kapasitas, poin ini saja berarti bahwa setiap perjanjian damai tidak bisa hanya menjadi perjanjian bilateral antara hanya Rusia dan Ukraina. Pihak ketiga perlu dilibatkan untuk menjamin keamanan Ukraina. Secara realistis, ini perlu NATO atau setidaknya, anggota NATO, mereka satu-satunya yang mampu menjadi pencegah yang cukup bagi Rusia. Jelas, Ukraina tidak ingin menempatkan dirinya dalam bahaya dengan membatasi militernya sehingga harus 100% yakin akan kekuatan dan legalitas jaminan keamanan apa pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun