Mohon tunggu...
Farhan Mustafid
Farhan Mustafid Mohon Tunggu... Penulis - penulis

"Ke-Aku-an" Ini perkara baju, tapi ketelanjangan "diri" yang begitu Sunyi dalam riuh-riuh realitas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dramartugi Eksistensialis Manusia dalam Kecemasan Radikal

28 Mei 2023   21:36 Diperbarui: 28 Mei 2023   21:48 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam keseharian hidup, kita senantiasa mengalami suasana hati yang berpindah-pindah bentuk; dari situasi serius lalu ke situasi kesal dalam hal-hal kecil lalu ke situasi serius atau ke situasi sebaliknya, yakni gembira. Semua situasi ini kita dianggap sebagai situasi normal atau biasa saja. Tak ada yang istimewa. Pada sebagian orang dengan rutinitas yang benar-benar ketat, misalnya para pekerja yang amat serius bekerja diperkantoran dari pagi hingga sore hari lalu pulang kerumah tanpa banyak becanda atau tertawa, hal ini masih dianggap sebagai situasi yang normal. Normal dalam kategori bahwa tak ada peristiwa yang luar baisa, yang dialami seseorang di mana peristiwa ini membuatnya tersentak dan merasa terinterupsi dari aktivitas kehidupannya sehari-hari.

 Penulis disini yang ingin menguraikan situasi yang tidak normal atau situasi yang dianggap amat berbeda dari biasanya, yang mampu menyetakkan seseorang dari aktivitasnya sehari-hari. Menurut Sayyidati Muniroh di dalam buku yang berjudul FILSAFAT EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE. Ia menyebutkan bahwa situasi emosi dengan mengacu pada asal mula kata itu sendiri yang diambil dari bahasa Latin, yakni dari kata exmovere, emovere (to move out, move away), pemisahan katanya, yakni ex-, e + movere (to move-more at more) atau dapat dikatakan 'berlebihan'. Pengertian 'lebih' atau 'berlebihan' ini tentunya dapat kita mengerti sebagai gerakan atau tindakan yang berlebihan dari yang semestinya. Jadi, emosi dapat dikatakan sebagai suatu pergerakan atau tindakan yang melebihi dari tindakan yang semestinya. Hal ini pula yang dikatakan sebagai tindakan tidak normal atau yang menyimpang dari tindakan semestinya. Jadi, emosi dapat dikatakan sebagai suatu pergerakan atau tindakan yang melebihi dari tindakan yang semestinya. Hal ini pula yang dikatakan sebagai tindakan normal atau tindakan semestinya.

 Mengapa terdapat tindakan berlebihan atau yang biasa dikenal dengan istilah overacting ini dalam diri kita? Adalah Jean-Paul Sartre, seorang filsuf eksistensialis Prancis yang mengatakan bahwa tindakan ini ialah cara 'tertentu' seseorang dalam menggumuli dunia sekaligus sebagai cara mengadanya di dunia. Cara menggumuli dunia ini terjadi saat seseorang berupaya merespon situasi dunia di mana ia tengah berada, lalu ia melakukan suatu tindakan tertentu sebagai hasil dari pemahamannya terhadap dunia (yang menginginkan orang tersebut untuk bertindak). Carab bertindaknya ini merupakan cara yang eksistensial dan terejawantahkan dalam bermacam-macam rupa; salah satunya adalah tindakan yang berlebihan dari semestinya atau yang telah didefinisikan di atas sebagai tindakan emosional. Tentunya, pernyataan Sartre ini membawa kita kepada suatu refleksi tentang adanya cara eksistensial kita dalam menggeluti dunia yang mewujud dalam tindakan emosional kita. Dengan ini, kemudian kita diajak untuk mengenali bentuk eksistensial diri kita dalam peristiwa emosi yang tengah mendera kita sebagai cara mengada kita di dunia.

 Tema emosi ini memang merupakan bahasan yang cukup penting dalam karya Sartre sebagai upaya awalnya untuk membangun kerangka pemikirannya mengenai eksistensi manusia. Penulis katakan upaya awal karena memang tema emosi ini ialah karya kedua Sartre, yakni Sketch for Theory  of The Emotion (Esquise d'une theoris des emotions) yang ditulisnya pada tahun 1939 saat ia berusia 34 tahun setelah La Transcendance de l'ego (1936). Karya ini juga dapat dijadikan sebagai bacaan pengantar bagi pembaca pemula yang ingin memahami lebih jauh pemikiran Sartre dalam karya-karya selanjutnya  yakni, The Psychology of Imagination dan Being and Nothingness.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun