Di masa pandemi Covid-19, pasar saham mengalami penurunan drastis. Masyarakat melihat anjloknya pasar sebagai momen "diskon" harga saham. Saham mendadak jadi menarik. Semua orang tertarik membeli saham.
Baru-baru ini pasar saham mengalami tren penurunan yang sama. Namun reaksi masyarakat berbeda. Kini orang beralih ke emas.
Perbedaan reaksi ini kemungkinan dipicu oleh optimisme masyarakat. Di masa pandemi, masyarakat yakin bahwa Covid-19 cepat atau lambat akan berlalu. Akibatnya mereka tetap optimis dengan pasar saham.
Hari ini, masyarakat dibuat bingung dengan kondisi perekonomian. Tidak ada tanda yang meyakinkan bahwa pasar saham akan kembali pulih. Akibatnya, masyarakat menggeser instrumen investasinya dari saham ke emas.
Harga jual emas Antam meningkat dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta dalam 6 bulan terakhir. Sebuah kenaikan harga yang fantastis. Sementara di periode yang sama IHSG anjlok sebesar 14,81%.
Benarkah Emas Menghasilkan Cuan?
Kita tahu bahwa harga emas selalu meningkat. Harga beli emas Antam di bulan April 2016 sebesar Rp592.000. Sementara harga jualnya (buyback) di April 2025 sebesar Rp1.840.000. Terdapat kenaikan 3,1 kali lipat.
Mari kita bandingkan dengan saham BCA.
Saham BCA (kode BBCA) di bulan April 2016 ditutup di harga Rp2.610. Sementara harga BBCA di bulan April 2025 dijual di harga Rp8.725. Terdapat kenaikan sebesar 3,3 kali lipat.
Selain itu, saham menghasilkan dividen. Jika kita membeli BBCA di April 2016 dan menginvestasikan kembali setiap dividen yang diterima ke saham yang sama, nilai investasi yang kita miliki di bulan April 2025 adalah sebesar Rp10.739. Atau naik 4,1 kali lipat.
