Mohon tunggu...
Farhan Olivio
Farhan Olivio Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya Sebatas Pengabdian Untuk Negeri Tercinta

Masih Belajar, Dan akan terus Belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tabuik: Antara Rutinitas Tahun dan Tolakan

24 Oktober 2021   14:07 Diperbarui: 24 Oktober 2021   14:26 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agenda Puncak Festival Hoyak Tabuik Di Buang Ke Laut Kota Pariaman  (Foto: Farhan Olivio)

Kompasiana, Pariaman-Semakin menuju sore, semakin tambah sulit ruang gerak di kawasan pantai gandoriah Pariaman. Pelaksanaan tradisi Tabuik semakin memanas di kota pariaman pada tahun terakhir ini, event yang di tunggu tunggu oleh sejumlah kalangan di kota julukan kota tabuik tersebut banyak menimbulkan persepsi dengan mengaitkan rangkain tersebut dengan sejumlah aliran yang bertentangan dengan agama islam.

Sejarah Awal Tentang Prosesi Tabuik

Dihimpun dari Info Publik.com, Tabuik berasal dari bahasa Arab 'tabut' yang berarti peti kayu sudah ada sejak abad ke 19. Dahulu ada sebuah makhluk yang menyerupai kuda bersayap berkepala perempuan. Makhluk ini dinamakan Bouraq. Setelah wafatnya Hussein bin Ali, tabut atau peti kayu berisi potongan jenazah Hussein diterbangkan ke langit oleh Bouraq. Karena legenda inilah masyarakat Pariaman membuat tiruan Bouraq yang sedang mengusung tabut (peti) di punggungnya. Sedangkan menurut beberapa tokoh masyarakat tua Pariaman, Asril Muchtar mengatakan prosesi pelaksanaan kegiatan tabuik sudah ada semenjak dibawa oleh sejumlah bangsa cipahi ( Sipai ) dari daerah bengkulu, yang sebelumnya berasal dari india.

Prosesi Ritual Mengambil Tanah Tabuik (Foto: Dokumentasi Media Center Kota Pariaman)
Prosesi Ritual Mengambil Tanah Tabuik (Foto: Dokumentasi Media Center Kota Pariaman)

Mulai tahun 1982, festival tabuik menjadi kegiatan rutin pariwisata Kabupaten Padang Pariaman hingga pada saat sekarang ini setelah pemekeran menjadi Kota Pariaman tetap diadakan setiap tahunnya. Agenda tersebut dilakukan penyesuaian waktu pelaksanaan acara puncak dari rangkaian festival ini. Prosesi ritual awal tabuik dimulai pada tanggal 1 Muharram, saat perayaan tahun baru Islam, tetapi pelaksanaan acara puncak dari tahun ke tahun berubah-ubah, tidak harus selalu tanggal 10 Muharram. Terjadinya peristiwa pagelaran tabuik ini karena mengingat sekaligus mengenang atas wafatnya cucu nabi muhammad yaitu Husein. maka dari itu acara prosesi pagelaran Tabuik tersebut sering menjadi isu menarik yang saling dikaitkan dengan agama.

Mulai dari tampilan berupa seperti patung yang seakan sering dipertanyakan oleh sejumlah masyarakat yang awam apa arti melakukan warisan budaya bagian pesisir barat pulau sumatera. Rangkaian yang diagendakan setiap bulan muharram ini mulai dari prosesi maambiak tanah,manabang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.Setiap tahunnya, disaksikan puluhan ribu pengunjung yang datang dari berbagai pelosok Sumatera Barat. Tidak hanya penduduk lokal saja, festival ini pun menarik perhatian turis asing. 

Penyiapan Struktur Syarat Awal Prosesi Tabuik (Foto: Dokumentasi Media Center Kota Pariaman)
Penyiapan Struktur Syarat Awal Prosesi Tabuik (Foto: Dokumentasi Media Center Kota Pariaman)

Titipan Syiah 

Prosesi Tabuik sejatinya berakar dari peringatan Hari Asyura yang lazim dilakukan oleh umat Syiah, di tempat lain di dunia.Di hari itu umat Syiah memperingati kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Hussein bin Ali, dalam serangan pasukan yang diutus Khalifah Bani Umayyah Yazid bin Muawiyah di Padang Karbala ''sekarang di Irak '' pada 10 Muharram 61 Hijriah atau 680 Masehi.

Di Pariaman, tradisi ini unik lantaran mayoritas penduduk kota kecil yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Padang, ibu kota Sumatera Barat itu penganut Sunni. Tradisi ini hanya dilakukan oleh masyarakat Minangkabau di kota itu, yang mayoritas adalah penganut Mahzab Syafii yang dibawa Syekh Burhanuddin. Namun walau masyarakat Pariaman merayakan Festival Tabuik selama lebih dari seratus tahun, bukan berarti sentimen anti-Syiah yang muncul beberapa tahun terakhir di Indonesia tidak ada di kota itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun